Epistel Minggu 16.
Set Trinitatis (15 September 2024)
Ep : LUKAS
9:22-27
TUHAN TELAH BERBUAT BAIK KEPADAMU
PENDAHULUAN
Tema minggu 16
Setelah Trinitatis ini merupakan kelanjutan dari tema minggu lalu. Jikalau
minggu lalu kita diajak untuk merenungkan bahwa “Yesus menjadikan
segala-galanya baik”. Minggu ini kita diberikan suatu jawaban yang jelas yakni
“Tuhan Telah Berbuat Baik Kepadamu”. Kelanjutan tema ini memberikan suatu
dampak yang begitu luar biasa. Tema minggu ini hendak menegaskan bahwa Allah turut
bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, dan memang Dia telah
berbuat baik kepada kita. Perenungan hari ini membawa fokus iman percaya kita
agar lebih teguh dan setia memegang janji Tuhan. Dia senantiasa bekerja dalam
kehidupan kita, untuk mendatangkan kebaikan. Pada akhirnya, segala pekerjaan
baik yang dijanjikan oleh Allah dalam kehidupan orang percaya dinyatakan secara
luar biasa dalam diri Yesus Kristus, Sang Juruselamat, yang menjadi korban
tebusan untuk kehidupan dan keselamatan kita.
PENJELASAN NAS
Melalui
perikop Lukas 9:22-27 dengan terang tema Tuhan telah berbuat baik kepadamu. Ada
2 Poin penting yang harus kita renungkan:
1.
Bukti
dari perbuatan kasih Tuhan: Pemberitahuan Penderitaan Kristus.
Inilah yang menjadi bukti pertama kasih Allah yang
digambarkan dengan jelas pada ayat 22. Bahwa Anak Manusia harus menanggung
hukuman dosa, penderitaan, penolakan, oleh para majelis agama (Sanhedrin),
kemudian di bunuh dan pada akhirnya Anak Manusia menunjukkan kuasa melalui
kebangkitan-Nya. Yesus mencoba memberitahukan apa yang akan terjadi pada
diri-Nya, serta yang harus dilalui-Nya dalam masa hidup pelayan-Nya di tengah
dunia. Dan pemberitahuan inilah yang menjadi bukti kedua kebaikan Allah. Sebab pemberitahuan ini memiliki tiga makna
mendalam:
a. Yesus Kristus memberitahukan persyaratan
dan mempersiapkan para murid. Bahwa mengikut Kristus berarti turut
mengambil jalan yang sulit dan penuh tantangan, bahkan kematian. Mengikut Yesus
berarti harus siap ditolak oleh dunia. Mengikut Yesus berarti harus rela
menderita. Suatu tradisi yang menjadi standar pendidikan dalam dunia orang
Yahudi cukup berbeda dengan pendidikan sekarang. Pada zaman itu, para murid
hidup 24 jam bersama-sama dengan sang guru. Melakukan segalanya bersama,
menghabiskan waktu bersama, senantiasa berdiskusi, belajar, dan
memberi-mendengarkan nasihat. Tugas dan tanggungjawab utama seorang murid yang
menjadi tolak ukur pada zaman itu adalah: murid harus patuh dan melayani guru.
Dengan Yesus mengajarkan apa yang harus mereka lewati bersama sang guru, serta
standar agar menjadi murid-Nya, Yesus hendak mempersiapkan para murid serta
membuat mereka mengambil komitmen kesiapan untuk mengikuti jalan yang sulit dan
penuh tantangan itu.
b. Yesus hendak memberitahukan Kuasa-Nya.
Mulanya, Yesus menyebut diri-Nya sebagai Anak Manusia. Gelar ini menjadi
istimewa setelah Daniel memberikan gambaran tentang Anak Manusia sebagai
penyelamat (Dan. 7:13). Yesus menggunakan istilah ini untuk memberitahukan
bahwa Dia-lah Mesias yang harus menderita, mati, dan bangkit itu. Pemberitahuan
Yesus tentang penderitaan-Nya juga terperinci. Penolakan oleh Sanhedrin
(Mahkamah Agama), memikul salib, dibunuh dengan salib yang dipikul. Ini
menunjukkan bahwa Yesus mengetahui masa depan dan apa yang akan terjadi
pada-Nya. Pemberitahuan ini seharusnya memberikan ketenangan penuh bagi para
murid sebab sedemikian berkuasalah Yesus yang mengetahui segala sesuatu yang
akan terjadi di masa depan, sebagai bukti bahwa Dia adalah Tuhan.
c. Yesus memberitahukan Tujuan dari
pengorbanan-Nya. Yesus menggunakan tradisi pengajaran guru-murid ini dengan
sangat baik. Yesus menjelaskan dalam ayat 23: "Barang siapa yang mau
mengikut Aku". Yesus hendak memberitahukan posisinya sebagai seorang Guru,
dan tugas seorang murid secara mutlak adalah untuk mengikuti sang guru. Guru
selalu memberikan pengajaran dengan satu tujuan jelas. Seorang murid pada masa
itu tidak akan mau mengikuti seorang guru yang tak jelas pengajaran dan tujuan
dari pengajarannya. Yesus tegas mengatakan: mengikut Kristus adalah untuk
memikul salib agar tidak kehilangan nyawa (memperoleh kehidupan kekal dalam
karya penyelamatan). Inilah yang menjadi Tujuan kematian Anak Manusia, agar
genaplah kasih Allah yang menyelamatkan melalui salib yang dipandang penuh hina
dan cela itu.
2.
Respon
kita terhadap Perbuatan Baik Allah yang Dinyatakan itu.
Allah telah mengatakan kebaikan-Nya melalui
pengorbanan-Nya, teladan-Nya, serta ajaran-Nya yang mempersiapkan kita. Lalu,
apa yang menjadi respon kita terhadap tema dan nas ini sebagai orang percaya?
Ada 3 hal yang harus kita lakukan sebagai respon:
a. Pertama: Menyangkal diri Memikul salib. Menyangkal
diri berarti melupakan kepentingan sendiri dan mengarahkan kepentingan itu
menjadi kepentingan Allah. Memikul salib berarti tindakan yang dilakukan oleh seorang
yang hendak dihukum mati pada zaman itu. Dimulai dari tempat di mana dia
dihukum hingga ke tempat penyaliban, dia akan diarak sembari memikul salibnya
sendiri untuk dipertontonkan kepada khalayak ramai. Menyangkal
diri (mengesampingkan identitas duniawi dan fokus pada identitas sebagai
pengikut Tuhan) dan memikul salib (mati terhadap ambisi duniawi dan mengarahkan
pada keinginan Tuhan) setiap hari harus menjadi komitmen
orang-orang yang mau mengikut Kristus.
b. Kedua: Menyerahkan Hidup sepenuhnya untuk Allah. Sebagaimana Kristus yang mengorbankan nyawa-Nya demi kehidupan dan keselamatan kita, demikianlah yang secara tegas Yesus inginkan untuk mensyukuri dengan sungguh pengorbanan, kebaikan, dan cinta kasih yang telah dinyatakan-Nya itu. Yesus bukan hendak mengajarkan agar kita menjadi radikal yang rela kehilangan nyawa secara konyol. Ini menegaskan langkah para murid untuk meneladani Sang Guru Agung. Dia yang memikul salib sebagai lambang kehinaan, penolakan, dan olok-olok, menjadi representasi kita yang harus siap dihina, dicecar, ditolak, bahkan mati demi mempertahankan iman kita. Konteks ini mungkin tidak terlalu relevan bagi Kristen Indonesia. Tetapi di luar sana banyak orang yang memilih lebih baik mati daripada meninggalkan Kristus. Inilah tanda Murid yang sejati. Jangan hilangkan iman dan Tuhan demi kenyaman dan kenikmatan dunia semu.
c. Ketiga: Mengimani dan Mengakui. Puncak dari memikul salib dan penyerahan diri penuh adalah dengan menyatakannya dengan lantang ke tengah-tengah dunia. Teringat dengan perkataan Martin Luther ketika melakukan reformasi: "Here i stand/di sini aku berdiri" yang menunjukkan keteguhan hati, keyakinan, tekad, dan komitmennya dalam melakukan reformasi kendati di bawah tekanan otoritas gereja pada saat itu. Demikianlah gambaran kita sebagai murid Kristus yang siap mengatakan "Here i stand" sebagai bukti konkrit keteguhan hati, keyakinan, tekad, dan komitmen sebagai murid Kristus kendatipun kita berada dalam tekanan kuasa-kuasa duniawi dan pergumulan. Di sini aku berdiri, berjalan bersama Kristus dalam jalan salib, guna menghidupi dan mensyukuri keselamatan yang telah diberikan kepadaku.