BAGIAN-I:
PENGANTAR KITAB KEJADIAN
1.1.
Kitab Kejadian: Nama dan Isi
Dalam bahasa Ibrani,
Kitab Kejadian disebut beresyit yang
berarti “pada mulanya”, yaitu kata pertama yang diambil dari kitab tersebut.
Nama ini sesuai, karena Kitab Kejadian menceritakan awal dari segala sesuatu
yang berhubungan dengan iman umat Allah dalam Alkitab. Berdasarkan isinya,
kitab ini terbagi dalam dua bagian yang dapat dipisah dengan jelas: Kejadian
1-11, sejarah zaman permulaan dan Kejadian 12-50 sejarah para bapak leluhur.
Kejadian 1-11 merupakan pengantar ke sejarah keselamatan yang mengemukakan asal
mula dunia, manusia dan dosa. Pasal 12-50 mengemukakan asal mula sejarah
keselamatan dalam pemilihan Allah atas para bapak leluhur dan janji-Nya tentang
tanah dan keturunan.[1]
1.1.1.
Perbedaan
Dua Versi Penciptaan: Kejadian 1 dan Kejadian 2
Kejadian pasal
pertama dan kedua berisi tentang sejarah karya Allah dalam menciptakan dunia
dan segala isinya, termasuk manusia. Dari kejadian pasal 1 dan 2, terdapat
sedikit perbedaan urutan proses penciptaan. Versi pertama, yakni dalam pasal
1-2:4a menceritakan tentang penciptaan langit dan bumi menurut versi P[2].
Dalam versi ini, Allah menjadikan langit dan bumi dalam jangka waktu enam hari:
hari pertama terang; hari kedua cakrawala; hari ketiga, laut, darat dan
tumbuh-tumbuhan; hari keempat matahari, bulan dan bintang; hari kelima
ikan-ikan dan burung-burung; hari keenam binatang di darat dan manusia. Namun
dalam versi kedua, yakni dalam pasal 2:4b-25 berisi tentang cerita penciptaan
langit dan bumi menurut versi Y. Menurut versi ini, Allah menjadikan manusia
terlebih dahulu, yaitu Adam, lalu menyusul tumbuh-tumbuhan dan
binatang-binatang hingga akhirnya Allah menjadikan Hawa dari tulang rusuk Adam
sebagai istri Adam.[3]
Pada kisah penciptaan kedua, tidak seperti yang pertama diselubungi air, bumi
dalam suasana kering, tanpa hujan dan hanya kabut yang naik ke atas dari bumi.
Jadi cerita penciptaan versi kedua mulai bukan dengan air, melainkan dengan
tanah.[4]
Mengapa terdapat
dua versi yang berbeda dari cerita penciptaan? Andar Ismail menjelaskan karena
versi pertama ditulis pada abad ke-6 s.M. ketika umat sedang terpuruk, lalu
para penulis bermaksud mengangkat martabat umat dengan bercerita bahwa manusia
diciptakan sebagai mahkota penciptaan dan diciptakan “menurut gambar dan rupa”
Allah (Kej. 1:26). Sementara versi kedua ditulis sekitar empat ratus tahun
sebelumnya ketika umat sedang Berjaya pada masa pemerintahan raja Daud dan
Salomo, lalu para penulis bermaksud mengingatkan supaya umat jangan besar
kepala dengan bercerita bahwa manusia hanyalah ciptaan yang rendah dari “debu
tanah” (Kej. 2:7).[5]
Perbedaan kedua versi teori penciptaan menurut Kejadian 1 dan 2 ini terjadi
karena penulisnya berbeda, yakni tradisi Priest
dan Yahwist.[6]
Telah terang
mengenai perbedaan dari dua versi penciptaan ini. Lalu bagaimana cara
memaknainya? Pengarang kisah penciptaan sama sekali tidak memiliki peralatan
ilmu pengetahuan modern untuk menyelidiki peristiwa kreatif penciptaan, dan
bagaimana bumi kita tercipta juga tidak menjadi fokus utamanya. Pokok perhatian
sesungguhnya adalah berkaitan dengan penciptaan manusia. Pengarang Kitab
Kejadian tidak berniat menulis kitabnya sebagai suatu catatan sejarah yang
sebenarnya mengenai bagaimana alam semesta dan dunia kita terbentuk.[7]
Namun ada beberapa pokok teologis yang perlu ditekankan melalui kisah
penciptaan ini. Secara Teologis, penciptaan dalam Alkitab mempunyai arti yang
lebih daripada Allah menciptakan segala sesuatu. Ada tiga makna teologis dari
penciptaan:
1.
Demonstrasi Kuasa Tuhan. Penciptaan langit dan bumi adalah
tindakan dari Yang Mahakuasa lewat firman-Nya. Dalam kisah penciptaan (Kej.
1:1-2:3) formula penciptaan (“Berfirmanlah Allah … lalu … jadi”) menegaskan
bahwa Allah cukup berfirman, lalu jadi yang dikatakan. Allah berdaulat
mengontrol dunia ciptaan.
2.
Kemenangan atas Khaos. Penciptaan langit dan bumi adalah
bukti kemenangan Tuhan melawan kuasa-kuasa kekacauan dan kekuatan-kekuatan yang
potensial membuat kekacauan. Dalam keyakinan orang Israel, kuasa-kuasa perusak
itu sudah ditaklukkan pada awal dunia dalam penciptaan (Ayb. 26:12; Mzm. 74,
89).
3.
Dunia yang Baik. Tuhan menciptakan dunia yang baik (tov) dan diberkati. Tujuh kali Tuhan
menilai dunia ciptaan sebagai baik dan klimaksnya ketika manusia dinilainya
“sungguh amat baik” (Kej. 1:4,10,12,18,21,25,31). Dunia dan segala isinya yang
baik itu diberkati (Kej. 1:22; 1:28; 2:3). Pemahaman dunia yang baik, teratur
dan tidak khaos dapat menolong umat ketika dunia kehidupannya porak-poranda dan
mengalami krisis iman.[8]
1.2.
Latar Belakang Kitab Kejadian
1.2.1.
Penulis Kitab Kejadian
Penulis dari kitab ini tidak dikenal, tetapi Perjanjian Baru secara
tidak langsung menunjukkan bahwa Kitab Kejadian ditulis oleh Musa.[9]
Kitab ini, bersama dengan keempat kitab taurat lainnya (Keluaran, Imamat, Bilangan
dan Ulangan) disebut sebagai kelima kitab Musa sebab menurut tradisi yang
paling kuno, Musa lah yang menulis kitab-kitab ini.[10]
Sebenarnya, tidak ada dalam kelima kitab ini yang secara eksplisit mengklaim
bahwa Musa adalah penulis tunggal. Di sisi lain, tradisi Yahudi dan Kristen
awal tanpa keraguan menganggap bahwa Kejadian-Ulangan adalah tulisan Musa. Meski
tidak pernah secara khusus dibuat hubungan antara Musa dengan Taurat, tetapi
ada sejumlah referensi yang dapat dilihat tentang aktivitas kepenulisannya.
Misalnya, Allah memerintahkan Musa untuk mencatat peristiwa sejarah tertentu
(Kel. 17:14; Bil. 33:2) dan hukum (Kel. 24:4; 34:27) serta lagu (Ul. 31:22,
lih. Ul. 32). Menurut kisah Alkitabiah selanjutnya, Yosua 1:7-8 mengaitkan
antara kitab Taurat dengan nama Musa. 2 Tawarikh 25:4, Ezra 6:18, Nehemia 13:1
menghubungkan taurat dengan sebutan “Kitab Musa”, pun juga demikian dengan
Perjanjian Baru (Lih. Mat. 19:7; 22:24; Mrk. 7:10; 12:26; Yoh 1:17; 5:46;
7:23).[11]
Penjelasan yang panjang lebar tentang perbedaan cerita penciptaan panjang lebar
memang terkesan mengesampingkan Musa sebagai penulis kelima kitab pentateukh.
Akan tetapi, secara iman, penulis pribadi mengikuti tradisi bahwa Musa lah yang
menulis kitab-kitab Pentateukh. Terlepas dari itu, Kitab Kejadian merupakan
bagian dari Alkitab, tidak akan berkurang wibawanya hanya karena diragukan
kepenulisannya. Toh, argumen yang meragukan Musa sebagai penulis itu juga hanya
sebatas teori yang bahkan tidak semua para teolog setuju tentang itu.
1.2.2.
Waktu dan Tempat Penulisan Kitab Kejadian
Kitab Kejadian adalah kitab urutan pertama dan terpanjang dari kelima
kitab Pentateukh. Menurut sebagian orang, kitab ini ditulis oleh Musa ketika
dia berada di Midian. Tetapi menurut Matthew Henry – penulis secara pribadi
setuju dengan pandangan beliau ini – Musa menulis kitab ini di padang gurun,
setelah ia berada di gunung bersama Allah, di mana, ada kemungkinan, ia
menerima pengajaran-pengajaran secara penuh dan khusus untuk menuliskannya.[12]
1.2.3.
Maksud dan Tujuan Penulisan Kitab Kejadian
Tujuan kitab Kejadian ditulis adalah untuk menceritakan bagaimana dan
mengapa Yahweh berkenan untuk memilih keluarga Abraham dan mengadakan
perjanjian dengan mereka. Perjanjian atau kovenan ini merupakan dasar teologi
dan identitas umat Israel. Kitab ini melanjutkan kisah tentang bagaimana
perjanjian tersebut ditetapkan dengan menceritakan panjang lebar tentang
berbagai penghalang dan ancaman terhadap perjanjian itu. Hingga akhirnya kita
mengetahui bagaimana umat Israel pergi ke Mesir dan dengan demikian
mempersiapkan suasana untuk peristiwa Keluaran.[13]
1.3.
Struktur Kitab Kejadian
Garis Besar Kitab Menurut buku Survei
Perjanjian Lama:[14]
·
Penciptaan (1:1-2:3)
·
Sebelum para bapa leluhur: perlunya umat perjanjian
(2:4-11:26)
·
Para Bapa leluhur di Palestina: Penetapan umat Perjanjian
(11:27-37:1)
·
Bapa leluhur Mesir: Inkubasi untuk umat perjanjian
(37:2-50:26).
Garis besar kitab menurut buku smart book of Christianity:[15]
·
Penciptaan alam semesta dan manusia (1:1-2:25)
·
Pangkal dosa dan penderitaan (3:1-24)
·
Dari Adam sampai Nuh (4:1-5:32)
·
Nuh dan Air Bah (6:1-10:32)
·
Menara Babel (11:1-9)
·
Dari Sem sampai Abraham (11:10-32)
·
Para Kepala Keluarga: Abraham, Ishak, Yakub (12:1-35:29)
·
Keturunan Esau (36:1-43)
·
Yusuf dan saudara-saudaranya (37:1-45:28)
·
Orang Israel di Mesir (46:1-50:26)
1.4.
Tema-tema Teologis Kitab Kejadian
Terdapat empat tema teologis utama dalam pola yang berulang dan
berkesinambungan: pertama: Allah adalah pencipta; kedua adalah akibat dosa yang
mendalam; ketiga adalah cara Allah menjatuhkan hukuman atas dosa manusia dalam
segala hal; keempat adalah anugerah-Nya yang mengherankan yang memelihara
ciptaan-Nya.[16]
Dalam Kejadian pasal 3, kita melihat dosa manusia pertama. Dengan
jatuhnya manusia ke dalam dosa, Kitab kejadian menceritakan bahwa Allah menjanjikan
bahwa juru selamat datang lewat Abraham (Kej. 12:1-3), Ishak (Kej. 17:19-20),
Yakub (28:10-14), Yehuda (Kej. 49:10) dan setelah ratusan tahun kemudian
kepada Daud (2 Sam. 7:5-17). Dan dalam Matius 1:1 mengatakan bahwa Yesus
Kristus berasal dari keturunan Abraham dan Daud – tepat seperti yang Allah
janjikan.[17]
1.5.
Daftar Pustaka
Baker, David L. Mari Mengenal Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008.
Blankerbaker, Frances,
Inti Alkitab untuk Para Pemula. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2007.
Blommendaal, J. Pengantar kepada Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008.
Henry, Matthew, Tafsiran Matthew Henry: Kitab Kejadian, Iris
Ardaneswari, et.al. (Terj.) Surabaya: Momentum, 2014.
Hill, Andrew E. dan
Walton, John H. Survei Perjanjian Lama.
Malang: Gandum Mas, 1996.
Ismail, Andar, Selamat Berkarunia: 33 Renungan Tentang
Hidup Majemuk. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Karman, Yonky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama: Dari
Kanon sampai Doa. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
LaSor,W.S., Hubbard,
D.A, Bush, F.W. Pengantar Perjanjian Lama
1: Taurat dan Sejarah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Longman, Tremper
dan Dillard, Raymon B. An Introduction to
the Old Testament. Grand Rapids: Zondervan, 2006.
Ord, David Robert dan
Coote, Robert B. Apakah Alkitab Benar?:
Memahami Kebenaran Alkitab pada Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
S., Lukas Adi, Smart Book of Christianity: Perjanjian Lama.
Yogyakarta: Andi, 2015.
Suyanto, Ignatius
Jooko, “BAB I: Manusia” dalam Jacobus Tarigan (Ed), Katolisitas Pendidikan Agama Katolik. Jakarta: Universitas Katolik
Atma Jaya, 2021.
[1] W.S. LaSor, D.A Hubbard dan F.W.
Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1: Taurat
dan Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 111.
[2] Pada abad ke-19 M di Jerman
dikemukakan teori mengenai empat sumber Taurat, yaitu Sumber Y (Yahwist) sumber yang menggunakan istilah
yhwh untuk menyebut Tuhan Allah;
Sumber E (Elohist) sumber yang
menggunakan istilah Elohim untuk
menyebut Tuhan Allah; sumber D (Deuteronomist)
sumber yang khusus terdapat dalam kitab Ulangan; dan sumber P (Priesterschrift) yaitu sumber yang
terdiri atas tradisi-tradisi para imam. Hingga sekarang teori ini masih popular,
namun sebenarnya tidak pernah diterima oleh semua ahli Perjanjian Lama. Lih.
David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian
Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 26.
[3] J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008), 26.
[4] David Robert Ord dan Robert B.
Coote, Apakah Alkitab Benar?: Memahami
Kebenaran Alkitab pada Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 67.
[5] Andar Ismail, Selamat Berkarunia: 33 Renungan Tentang
Hidup Majemuk (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 107.
[6] Ignatius Jooko Suyanto “BAB I:
Manusia” dalam Jacobus Tarigan (Ed), Katolisitas
Pendidikan Agama Katolik (Jakarta: Universitas Katolik Atma Jaya, 2021),
15.
[7] David Robert Ord dan Robert B.
Coote, Apakah Alkitab Benar?: Memahami
Kebenaran Alkitab pada Masa Kini, 69-70.
[8]Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama: Dari
Kanon sampai Doa (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 29-31.
[9] Lukas Adi S., Smart Book of Christianity: Perjanjian Lama (Yogyakarta:
Andi, 2015), 6.
[10] J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama, 23.
[11] Tremper Longman dan Raymon B.
Dillard, An Introduction to the Old
Testament (Grand Rapids: Zondervan, 2006), 41.
[12] Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry: Kitab Kejadian, Iris
Ardaneswari, et.al. (Terj.) (Surabaya: Momentum, 2014), xxiii.
[13] Andrew E. Hill dan John H.
Walton, Survei Perjanjian Lama (Malang:
Gandum Mas, 1996), 147.
[14] Andrew E. Hill dan John H.
Walton, Survei Perjanjian Lama,
146-147.
[15] Lukas Adi S., Smart Book of Christianity: Perjanjian Lama,
157.
[16] W.S. LaSor, D.A Hubbard dan F.W.
Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1: Taurat
dan Sejarah, 120.
[17] Frances Blankerbaker, Inti Alkitab untuk Para Pemula (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2007), 31-32.