Epistel Minggu 17. Set Trinitatis (22 September 2024) Ep : YEREMIA 11:18-20 MENDEKAT KEPADA ALLAH - Duc In Altum

Klik Ikuti

Epistel Minggu 17. Set Trinitatis (22 September 2024) Ep : YEREMIA 11:18-20 MENDEKAT KEPADA ALLAH

 


Epistel Minggu 17. Set Trinitatis (22 September 2024)

Ep       :           YEREMIA 11:18-20

MENDEKAT KEPADA ALLAH

PENDAHULUAN

Nabi Yeremia adalah nabi yang sangat luarbiasa sekaligus nabi yang cukup memilukan kisah pelayanannya. Dapatkah kita bayangkan bagaimana jika kita berada diposisi dikucilkan dan disiksa bahkan oleh orang-orang yang satu kampung dengan kita? Apalagi alasan kita dikucilkan dan disiksa karena kita menyampaikan kebenaran. Situasi ini begitu sulit. Orang-orang yang seharusnya kita harapkan memberikan perlindungan, kenyamanan, ternyata justru mereka yang menghianati dengan merencanakan secara diam-diam pembunuhan atas diri kita. Itulah konteks yang dialami oleh Nabi Yeremia. Dia lahir di satu desa bernama Anathot. Desa di wilayah Benyamin. Sepanjang hidupnya dia mengalami penolakan bahkan oleh orang-orang sekampungnya. Dari ayat 21, kita mengetahui situasinya dengan jelas. Memang sering sekali para nabi dipaksa bungkam oleh orang-orang Israel agar tidak bernubuat. Barangkali kritik tajam Yeremia terhadap seluruh kehidupan agama dan sosial Yehuda yang menyebabkan suatu rencana untuk membunuhnya. Pasti ada alasan yang kuat mengapa warga sesama Yeremia mengambil tindakan keras seperti itu terhadapnya. Terkadang anggota keluarga akan berupaya membunuh kerabat yang telah mendatangkan malu pada keluarga. Sekampung Yeremia justru merencanakan pembunuhan kepada Yeremia karena sebagai nabi, Yeremia membongkar dosa-dosa penyembahan berhala mereka, sekaligus karena Yeremia tetap setia kepada Tuhan. Yeremia dianggap sebagai salah satu nabi paling tragis karena penderitaan pribadinya dan kesendirian yang dialaminya, tetapi juga dihormati karena kesetiaannya yang tak tergoyahkan kepada Allah. Yeremia bukan hanya seorang nabi yang mengajukan kritik sosial dan agama, tetapi juga mengalami penganiayaan dan penderitaan pribadi. Dia sering kali dikucilkan, dipenjarakan, dan dihadapkan pada ancaman kematian karena menyampaikan firman Allah (Yer. 20:1-6; 37:11-15; 38:1-13). Ancaman yang diberikan kepadanya juga tidak main-main. “Namanya tidak diingat lagi” merupakan suatu ancaman yang sangat menakutkan. Mengingat bahwa Yeremia tidak menikah, tentu saja kematiannya akan membuat namanya dilupakan sebab dia tidak memiliki garis keturunan yang melanjutkan namanya.

PENJELASAN NAS

Menghadapi tekanan yang begitu pelik, Yeremia memilih untuk berseru dan berserah kepada Tuhan. Dia memohon agar Tuhan menjadi hakim yang membalaskan kesalahan musuh-musuhnya. Yeremia menempatkan diri sebagai seorang yang “melihat” saja bagaimana Tuhan bekerja untuk menyelamatkan nyawanya (ay.20). Ada beberapa poin penting yang menjadi perenungan:

Pertama, Allah menyingkapkan kebenaran (ay.18). Yeremia menjadi representasi kita dalam menjalani kehidupan ini, secara khusus dalam hal relasi. Apa yang dilakukan oleh orang-orang Anathot kepada Yeremia dapat diumpamakan dengan “rambut sama hitam, hati siapa yang tahu”. Yeremia begitu tulus dan merasa tenang tehadap apa yang dia temui dan lalui. Wajar saja memang sikap Yeremia ini, sebab kampung halaman seharusnya menjadi tempat ternyaman. Ikatan batin, emosional, sosial, seharusnya sudah terbangun dengan sangat baik. Namun apa yang diharapkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Mari kita berfokus bukan pada penghianatan bangsa Anathot, melainkan berfokus pada bagaimana Allah melindungi Yeremia. Tuhan kita memang mengetahui maksud terselubung dari relung hati kita yang terdalam, sebab Dia adalah Allah yang maha tahu. Poin pertama ini mengajak kita untuk dapat senantiasa berlaku jujur dan menjauhkan hati dari pikiran dan rencana-rencana jahat terhadap sesama. Dengan menyadari bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, kita diajak untuk bersikap takut akan Tuhan, bahkan dalam hubungan, relasi, dan komunikasi kita kepada sesama, dan kepada Tuhan. Umpasa Batak mengatakan “dang dao pat ni gabus”. Demikian lah hidup yang penuh kepura-puraan tidak akan bertahan selamanya. Semua itu akan dinyatakan Tuhan pada waktunya. Maka marilah senantiasa menjaga hati agar hidup dalam kesetiaan, ketaatan, dan kejujuran, serta menjauhkan diri dari rencana dan tindakan kejahatan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan.

Kedua, Allah membebaskan (ay.19). Yeremia begitu tulus dalam menyampaikan kebenaran firman Tuhan kepada orang-orang satu kampungnya. Memang cara Yeremia dalam menyampaikannya cukup keras dan lugas. Namun, itu semua sesuai dengan apa yang Allah sampaikan kepadanya. Pada akhirnya firman yang disampaikan itu bertujuan untuk menyadarkan bangsa Israel dari dosanya sehingga mereka dapat bertobat dan berbalik pada Tuhan. Kendatipun tujuan yang disampaikan itu sangat baik, bangsa Israel tetap saja bersikukuh dengan dosanya dan menghiraukan utusan Tuhan. Lebih parahnya, mereka justru membungkam nabi-nabi Tuhan agar tidak bernubuat. Jikalau para nabi tetap setia mengabarkan nubuatan itu, mereka akan disiksa dan bahkan sampai dibunuh. Tetapi pada akhirnya, Allah memberikan pertolongan dan membebaskan. Yeremia tidak ditinggalkan Allah sendiri. Sebaliknya, Allah-lah yang membebaskan dan menjaga dia. Poin ini hendak mengajak kita untuk senantiasa teguh dan setia di dalam berbuat kebenaran. Dunia boleh saja membungkam, tetapi Tuhan tidak akan pernah diam. Dengan percaya kepada Allah yang pasti menjaga kita, diharapkan agar kita semakin mendekatkan diri kepada-Nya saat permasalahan datang menerpa.

Ketiga, Allah hakim yang adil (ay.20). Yeremia begitu tegar dalam menghadapi ancaman, penolakan, penganiayaan, bahkan rencana pembunuhan yang ditujukan kepada dirinya. Boleh dikatakan Yeremia begitu berhikmat dalam menghadapi pergumulan. Ia memilih jalan untuk berdoa, memohon agar Allah berlaku adil baginya. Dengan memposisikan diri agar cukuplah “melihat” saja, Yeremia memahami betul bahwa membalaskan bukanlah hak dirinya, melainkan Tuhan yang memanggilnya. Poin ketiga ini meneguhkan kita agar benar-benar menyerahkan segala permasalahan kita kepada Tuhan, sebab Dia adalah hakim yang adil. Allah senantiasa memberikan kebaikan, bukan kejahatan. Rencana Allah pastilah rancangan yang membawa damai sejahtera. Sekaligus mengingatkan kepada kita, agar berhenti membalaskan dendam. Balas dendam tidak pernah menjadi solusi penyelesaian masalah. Sebaliknya, balas dendam selalu mendatangkan luka dan dendam yang baru. Balas dendam tidak hanya menyakiti orang yang kita benci, melainkan juga diri sendiri dan orang lainnya. Biarlah Tuhan yang maha adil menjadi hakim atas itu semua, dan kita tetap bekerja dengan setia untuk tetap hidup di jalan kebenaran-Nya.

REFLEKSI/KESIMPULAN

Mendekat Kepada Allah, menjadi tema yang merefleksikan kepada kita bahwa dalam setiap pergumulan, tema ini yang harus kita lakukan. Tema ini bersifat aplikatif, yang berarti harus nyata dalam tindakan dan kehidupan. Pola-pola dan cara-cara lama yang mengedepankan dendam, sakit hati, kekerasan, sudah sepantasnya kita tinggalkan. Mendekat kepada Allah harus memberikan dampak yang luar biasa bagi perubahan kita. Panggilan ini harus nyata dalam kejujuran, kesetiaan, pengampunan, iman yang sungguh, penyerahan diri yang sungguh, sebab Yeremia tahu, bahwa di dalam itu, hanya dekat dengan Allah sajalah hatinya tenang dan menang.

Add your comment