Duc In Altum: Dogmatika Kristen

Klik Ikuti

DOGMATIKA KRISTEN AJARAN TENTANG ALLAH  DOKTRIN ALLAH TRITUNGGAL (TRINITAS)

DOGMATIKA KRISTEN AJARAN TENTANG ALLAH DOKTRIN ALLAH TRITUNGGAL (TRINITAS)


 DOKTRIN ALLAH TRITUNGGAL

Pengertian Kata Trititas

Kata Trinitas atau Tritunggal berarti tiga Pribadi di dalam satu hakikat atau esensi. Kata Trinitas ini merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “Trinity”. Di dalam bahasa Belanda, terjemahan kata ini adalah “Drie-eenheid” yang berasal dari dua suku kata bahasa Latin, yaitu Tres (tiga) dan unus (esa, tunggal atau satu). Istilah Trinitas ini diperkenalkan oleh Bapa Gereja bernama Tertullianus berdasarkan penjelasan dalam bahasa Latin (Tres Personae, una Substantia) yang berasal dari bahasa Yunani (Treis Hypostasis, homoousios). Dengan kata Trinitas, Tertulianus hendak mengatakan bahwa tiga pribadi yang dipersaksikan Alkitab bagi kita (Bapa, Anak dan Roh Kudus) sesungguhnya adalah satu substansi, yakni Allah. Untuk penjelasan lebih lanjut, kita akan lebih sering menyebutnya dengan istilah “Tritunggal”.

 Latar Belakang Ajaran Allah Tritunggal

Alkitab sendiri tidak mencatatkan di dalam ayat manapun kata “Tritunggal” ataupun suatu kata yang dapat diterjemahkan sebagai “Tritunggal”. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa ketiadaan kata “Tritunggal” di dalam Alkitab bukan berarti membuat kita menyimpulkan bahwa ajaran Tritunggal tidak Alkitabiah. Terdapat suatu sejarah mengapa pada akhirnya ajaran Kristen merumuskan suatu ajaran yang menjelaskan tentang Allah yang kita sebut dengan “Allah Tritunggal”. Tentu penjelasan ini semua dilandaskan kepada kesaksian Alkitab sebab Alkitab adalah sumber dan landasan kebenaran bagi orang Kristen.

Pada abad-abad pertama dalam sejarah gereja Kristen, ketika gereja masih berusiaa muda, muncullah sebuah masalah sebagai berikut:

1.  Di satu sisi Gereja mengakui bahwa Tuhan Allah adalah Esa (Bnd. Ulangan 6:4 “Dengarlah, hai orang Israel; TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!”)

2.       Akan tetapi di sisi lain, gereja mengakui bahwa Yesus itu adalah Tuhan.

Dari dua pengakuan ini, muncullah suatu permasalahan di mana gereja harus merumuskan kepercayaannya mengenai Tuhan Allah. Gereja harus merumuskan ini sebab di dalam upaya penjelasannya, banyak para tokoh-tokoh gereja terjebak di dalam dua arus pandangan yang secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.   Pihak yang berpandangan untuk mempertahankan keesaan Allah dengan melepas ke-tritunggalannya. Artinya, Allah adalah esa, sehingga penyebutan Bapa, Anak dan Roh Kudus itu hanya sebagai sifat Allah.

2.    Pihak selanjutnya adalah yang mempertahankan ketritunggalan Allah, tetapi melepaskan keesaannya. Artinya, orang yang menekankan bahwa Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus berdiri sendiri-sendiri dan terpisah tanpa ada kesatuan.

Di dalam permasalahan rumusan kepercayaan inilah, para bapa-bapa gereja bergumul dan berkumpul dalam suatu sidang (disebut juga konsili) untuk menyelesaikan perbedaan pendapat, dan merumuskan suatu ketetapan ajaran yang harus diimani, dipedomani sebagai landasan iman Kristen dalam menjelaskan kepercayaannya tentang Tuhan. Dua konsili yang berfokus dalam membahas ke-Tritunggal-an Allah adalah konsili Nicea (325 M) dan Konstantinopel (381 M) yang menghasilkan rumusan pengakuan iman Nicea-Konstantinopel yang berisikan penjelasan pemahaman iman tentang Allah Tritunggal.

 Kesaksian Alkitab tentang ke-Tritunggal-an Allah

Melalui konsili, bapa-bapa Gereja akhirnya merumuskan pemahaman iman tentang siapa itu Allah dalam rumusan Allah Tritunggal, yaitu tiga pribadi Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang merupakan satu Hakikat dan satu esensi. Di atas telah disinggung bahwa rumusan ini didasarkan pada Alkitab sendiri meski dalam Alkitab tidak ditemukan kata “Tritunggal” ataupun “Trinitas”.  Pada poin ini akan dijelaskan bukti-bukti di dalam Alkitab yang mempersaksikan ke-Tritunggal-an Allah.

1.        Kesaksian dalam Kitab Perjanjian Lama

a.      Kejadian 1:1 dalam bahasa asli (bahasa Ibrani) dituliskan

בְּרֵאשִׁית בָּרָא אֱלֹהׅים אֵת חַשָֺּמַיִם וְאֵת הָאָֽרֶץ  (baresit bara Elohim et hassamayim we-et haares). Perlu kita ketahui dahulu bahwa penulisan Ibrani mengenal bentuk tunggal, dual dan jamak (singular, dual, plural) yang sedikit berbeda dengan bentuk bahasa Indonesia dan Inggris yang hanya mengenal Singular (Tunggal) dan Plural (jamak). Berkaitan dengan ini, dalam susunan kata Ibrani, Elohim merupakan bentuk jamak (lebih dari dua) dari Eloah (אֱלוׄהַּ) dan kata bara merupakan bentuk kata kerja tunggal. Dari susunan bahasa ini, dalam bahasa Ibrani, kata kerja tunggal dari subjek jamak hanya berlaku untuk kata Elohim yang menandakan konsep Trinitas dalam keesaan yang komposit.

 b.      Ulangan 6:4, yang dalam bahasa aslinya (bahasa Ibrani) dituliskan

שְׁמַע יׅשְׂרָאֵל יְהוָה אֱלֺהֵינוּ יְהוָה אֶתָד (sema Yisrael Yahweh Elohenu Yahweh ehad).  Kata ehad dalam kitab ini diterjemahkan dengan satu atau esa. Dalam bahasa Ibrani, ada dua kata yang melambangkan satu, yaitu ehad dan yachid. Kata ehad berarti compound unity (kesatuan yang majemuk), sementara yachid berarti keesaan yang absolut. Contoh dari penggunaan kata ehad adalah, siang dan malam membentuk satu hari, laki-laki dan perempuan menjadi satu daging. Jadi ketika Perjanjian Lama mengatakan Allah itu esa, esa yang dimaksud bukan lah satu secara numerik

c.  Beberapa ayat lain yaitu: Kejadian 1:26; 3:22; 11:7. Di dalam kepenulisan sastra Perjanjian Lama, juga terdapat konsep triad (pengucapan kepada Allah sebanyak tiga kali) seperti dalam Bilangan 6:24-26, Yesaya 6:3, Yesaya 9:6.

d.   Penampakan tiga tamu Abraham dalam Kejadian 18 dipahami sebagai penampakan Allah Trinitas.

e.  Pada peristiwa penciptaan dalam Kejadian 1:1-3, Allah sang Bapa adalah pencipta, tetapi Ia tidak tampil sendiri. Bersama-sama dengan Dia hadir juga Roh Kudus (ay.2) dan Sang Firman (Ay. 3).

f.        Nubuatan Yesaya tentang Yesus Kristus di dalam Yesaya 9:5.

2.       Kesaksian dalam Kitab Perjanjian Baru

Secara eksplisit, Perjanjian Baru secara terang menegaskan kepada kita tentang ke-Tritunggalan Allah yang mempersaksikan tentang ketiga Pribadi ini secara terpisah-pisah yang menandakan bahwa ini adalah Pribadi yang berbeda. Beberapa bukti di dalam Alkitab adalah sebagai berikut:

a.      Matius 3:16-17, dalam peristiwa pembaptisan Yesus, kita melihat ketiga Pribadi Allah secara Terpisah, yakni Bapa (berkata Yesus adalah Anak-Nya yang Ia kasihi), Yesus Kristus (Anak Allah), dan Roh Kudus (dalam wujud merpati).

b.  Matius 28:19, Yesus menyebutkan secara berbeda Bapa, Anak dan Roh Kudus dalam formula baptisan.

c.  Yohanes 14:16, Yesus akan meminta kepada Bapa agar Roh Kebenaran (Roh Kudus) menyertai pengikut Kristus.

d.  2 Korintus 13:13, Paulus memberkati jemaat dengan formula; Kasih Karunia Tuhan Yesus Kristus, Kasih Allah, persekutuan Roh Kudus.

e.    1 Petrus 1:2, Petrus memunculkan ketiga pribadi Allah, yakni Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus.

f.      Ayat-ayat lainnya: Galatia 4:4-6, 1 Korintus 12:4-6; Efesus 4:4-6;

Kesaksian Alkitab tentang ke-Esa-an Allah Tritunggal

Pada penjelasan sebelumnya sudah dipaparkan bahwa dalam menjelaskan tentang ke-Tritunggal-an Allah, banyak yang terjebak dalam lingkup penjelasan yang menekankan tentang tiga pribadi, tetapi meniadakan keesaan Tuhan. Ada juga yang sebaliknya menekankan keesaan Tuhan, tetapi meniadakan ketiga pribadi. Itulah mengapa sebelum menjelaskan kesaksian Alkitab tentang ke-Esa-an Allah Tritunggal, dijelaskan terlebih dahulu bagaimana Alkitab bersaksi tentang ketiga pribadi ini yang diceritakan dalam tiga pribadi yang berbeda yang hadir secara bersama-sama. Tujuannya adalah agar Alkitab sebagai sumber kebenaran yang menjawab sendiri bahwa Allah itu adalah Esa di dalam tiga Pribadi yang berbeda (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang kita sebut dengan Tritunggal. Alkitab memberikan kesaksian tentang kesatuan atau keesaan Allah Tritunggal. Berikut adalah beberapa ayat yang akan dipaparkan untuk mempersaksikan itu:

Yohanes 14:25-26; Yohanes 15:26; Yohanes 10:30; Yohanes 14:9; Yohanes 16:14-15; 1 Kor. 12:3, dll

Allah Tritunggal: Suatu Perumusan Singkat

Doktrin Tritunggal memang sulit dipelajari karena melampaui rasio manusia. Akan tetapi ini bukan berarti bertentangan dengan rasio manusia. Tiga pribadi bukan berarti tiga Allah, dan satu Allah tidak berarti satu pribadi. Apabila kita mendengar atau membaca berita Alkitab, maka kita akan membaca tentang Allah Bapa (Ul. 32:5; 2 Sam 7:14; Yer 3:19, dll). Bapa telah berfirman kepada bangsa Israel dengan perantaraan para nabi (Ibr. 1:1). Ketika para nabi mengalami penolakan, maka datanglah Ia sendiri di dalam Yesus Krsitus yaitu Firman yang menjadi daging yang datang untuk menjadi manusia (2 Kor. 5:18-19). Setelah Yesus Kristus naik ke surga, maka turunlah Roh Kudus. Ketiganya ini tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain: salah satu dari yang Tiga itu tidak bertindak lepas satu sama lain dan tidak berada lepas satu sama lain.

Penggambaran Tritunggal dalam bahasa Latin dan Yunani adalah Tres Personae, una Substantia dan Treis Hypostasis, homoousia. Kata ousia dalam bahasa Yunani diterjemahkan sebagai substansi. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata ousia ialah apa yang membedakan satu rumpun dengan macam rumpun yagn lain. Contoh: dalam satu rumpun buah mangga. Ousia mangga adalah ciri-ciri yang membedakan mangga dengan jeruk. Sementara kata hypostasis atau persona adalah apa yang membedakan satu individu dengan individu lain, serta memberikan ciri khas kepada individu itu dalam satu rumpun atau satu macam. Contoh, rumpun mangga, tetapi ada jenis mangga golek, mangga madu, mangga harum manis. Maka dari penjelasan ini, ketika kata ousia dan hypostasis itu digunakan untuk menjelaskan keberadaan Allah Tritunggal, dapatlah diterangkan sebagai berikut: Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah tiga hypostasis di dalam satu ousia atau tiga persona di dalam satu substansi, atau tiga oknum di dalam satu zat. Allah tidak terbagi dalam substansinya meskipun berbeda dalam pribadi. Bapa, Anak dan Roh Kudus, ketiganya memang berbeda satu sama lain, tetapi bukan dalam hal substansi.

DOKTRIN PERJAMUAN KUDUS

DOKTRIN PERJAMUAN KUDUS

 

DOKTRIN PERJAMUAN KUDUS

(1)             GKR, Luther, Zwingly

(2)             Lutheranisme, Calvinisme dan Anabaptisme

Oleh: David Lubis dan Ruth Tambunan

1.1.         Pengertian Perjamuan Kudus

Perjamuan Kudus adalah perjamuan yang tergolong kepada perjanjian yang diadakan Allah dengan umat-Nya di bukit Golgota (Perjanjian yang baru), di mana anak domba Paska telah dikorbankan satu kali untuk selama-lamanya (1 Kor. 5:7). [1] Sama halnya dengan baptisan kudus, Perjamuan Kudus bukanlah hasil penemuan manusia, melainkan ditetapkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Perintah tentang Perjamuan Kudus itu terdapat dalam Matius 26:26-29; Markus 14: 22-25; Lukas 22:14-20; 1 Korintus 11:23-25. Ayat-ayat tersebut menunjuk kepada suatu hal penting dan menentukan, yaitu perintah supaya merayakan Perjamuan Kudus. Dari segala perintah itu dapat disimpulkan, bahwa Perjamuan Kudus bukanlah perjamuan biasa. Sebab Perjamuan Kudus adalah perjamuan yang diperintahkan. Di sana terdapat perintah supaya makan dan minum.[2]

 

1.2.         Fungsi dan Manfaat Perjamuan Kudus

Kata-kata berikut ini, “Diberikan dan ditumpahkan bagimu demi pengampunan dosa” menunjukkan kepada kita bahwa dalam sakramen ini pengampunan dosa, hidup dan keselamatan diberikan kepada kita melalui kata-kata tersebut. Sebab di mana ada pengampunan dosa, di situ pun ada hidup dan keselamatan. Sungguh bukan semata-mata makanan dan minuman yang mampu melakukannya, tetapi perkataan “Diberikan dan ditumpahkan bagimu demi pengampunan dosa”. Perkataan tersebut, bersama-sama dengan makanan dan minuman jasmani, merupakan hal utama dalam sakramen ini. Siapa pun percaya akan kata-kata tersebut sungguh-sunggu mengalami apa yang akan mereka katakana pengampunan dosa. Setiap orang yang tidak percaya akan kata-kata tersebut atau meragukannya tidak layak dan tidak siap, karena perkataan “bagimu” membutuhkan segenap hati untuk percaya.[3] Bila pada perayaan Perjamuan Kudus, kita terima roti dan anggur maka dengan “firman yang kelihatan” ini ditegaskan dan diberi jaminan kepada kita, bahwa kita boleh ambil bagian dalam Keselamatan yang dikerjakan Kristus bagi kita manusia. Sebab dengan menerima tanda-tanda roti dan anggur itu ditandakan, bahwa kita dijadikan satu dengan Kristus di dalam kematian-Nya.[4]

 

1.3.         Perjamuan Kudus menurut Gereja Katolik Roma

Dalam ajaran Gereja Katholik Roma tentang Perjamuan Kudus iman atau percaya tidak banyak memainkan peranan. Yang diutamakan di situ ialah obyektivitas dari Perjamuan Kudus: pekerjaannya yang obyektif begitu kuat ditekankan, sehingga iman atau percaya sebagai sikap dari subyek (orang yang merayakannya), hampir-hampir tidak mendapat perhatian. Yang penting ialah: asal saja pekerjaan dilakukan. Maksudnya: asal saja missa dilayani. Lebih daripada itu tidak perlu. Itu yang dimaksudkan oleh ungkapan Latin "opus operatum". Dalam ajaran ini missa dianggap sebagai "pekerjaan". Ia adalah suatu "korban" (sacrificium) yang dipersembah kan oleh imam.[5]

Ajaran Gereja Katolik Roma mengenai Perjamuan Kudus berakar dalam gereja kuno. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada zaman itu corak “perjamuan” hilang dan perayaan ekaristi dipusatkan pada doa ucapan syukur dan penerimaan roti dan anggur. Perjamuan Kudus menjadi pusat dan puncak ibadah gereja. Dalam perayaan ini anggota-anggota gereja menerima dalam bentuk yang nyata keselamatan yang diimani dan yang dikhotbahkan. Kemudian timbul pemahaman bahwa Perjamuan Kudus adalah persembahan atau korban baru dan sejati yang dipersembahkan oleh gereja, Israel yang baru, untuk menggantikan ibadah korban Israel yang lama (dikutip Mal. 1:11; bnd. Mal. 3:3). Pada saat Perjamuan Kudus dirayakan, Kristus sendiri hadir dalam roti dan anggur, sehingga orang yang makan roti dan anggur betul-betul dipersatukan dengan Dia.[6]

Gereja Katolik Roma mengajarkan doktrin transubstansiasi. Transubstansiasi berarti bahwa pada waktu Perjamuan itu berlangsung mujizat terjadi, dimana substansi dari unsur-unsur alamiah roti dan anggur berubah menjadi substansi tubuh dan darah Kristus. Pada penglihatan manusia roti dan anggur tidak memperlihatkan perubahan. Tetapi, Roma Katolik percaya bahwa meskipun unsur-unsur itu tetap kelihatan sebagai roti dan anggur, memiliki rasa roti dan anggur, berbau roti dan anggur, sebenarnya keduanya telah menjadi daging dan darah Kristus.[7] Setiap orang yang menerima sebagian dari roti itu, menerima Kristus seluruhnya, sehingga tak perlu lagi diterimanya juga cawan minuman. Sebab itu di dalam Gereja Katolik Roma cawan minuman tidak diberikan kepada orang-orang awam (bukan rohaniawan).[8]

 

1.4.         Perjamuan Kudus menurut Luther

Dalam penjelasan ajaran Luther pada buku “Apologi Konfessi Ausburg”, pada pasal X tentang Perjamuan Kudus Luther secara tegas menyatakan bahwa dalam Perjamuan Kudus tubuh dan darah Kristus sesungguhnya hadir dan sesungguhnya dihidangkan dengan benda-benda yang dapat dilihat, roti dan anggur, kepada siapapun yang menerima sakramen perjamuan Kudus. Bahwa roti adalah “persekutuan dengan tubuh Kristus”. Bahwa di dalam perjamuan kudus itu sesungguhnya tubuh dan darah Kristus sebenarnya hadir secara kebendaan dan sebenarnya diberikan dengan benda yang kelihatan, yakni roti dan anggur. Luther berbicara tentang kehadiran Kristus yang hidup, dengan kesadaran bahwa “Maut tidak lagi berkuasa atas Dia”.[9] Luther dan Gereja Lutheran mengambil suatu kesimpulan tentang ajaran perjamuan kudus yang disebut consubstansiasi yang artinya Kristus hadir di dalam, bersama-sama dan di bawah tanda-tanda roti dan anggur.[10] Oleh karena kesatuan sakramen, roti dan anggur itu benar-benar tubuh dan darah Kristus. Sehubungan dengan konsekrasi, tidak ada pekerjaan manusia maupun ucapan pendeta mempengaruhi kehadiran tubuh dan darah Kristus di dalam perjamuan kudus, tetapi itu dianggap semata-mata hanya berasal dari Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Kuasa.[11]

Menurut Luther Perjamuan Kudus  bukan saja memberikan kepada kita suatu "jaminan" dan suatu "tanda", tetapi lebih daripada itu: Ia memberikan "karuniaNya" sendiri, yaitu karunia yang di jamin dan ditandai oleh Perjamuan Kudus. Karena itu Luther menyebut Perjamuan Kudus "rezeki-jiwa", yang diberikan kepada kita untuk menjadi makanan kita setiap hari, supaya iman kita dapat pulih kembali dan menjadi kuat. Hal itu kita butuhkan, karena banyak sekali cobaan yang kita hadapi di dunia dan karena itu kita sering tergelincir. Iman kita harus terus-menerus dibina, sehingga menjadi lebih kuat.[12] Reformasi Luther tidak mulai dengan pembaruan gereja tetapi dengan pembaharuan dalam pemahaman mengenai cara manusia memperoleh keselamatan. Manusia tidak memperoleh keselamatan dengan membuat perbuatan-perbuatan baik atau dengan rajin menerima sakramen Perjamuan Kudus dari tangan gereja, tetapi dengan menyerahkan diri dalam iman (sola fide = hanya dengan iman) kepada Allah yang menyelamatkan ma nusia hanya karena kasih karunia saja (sola gratia), hanya karena Kristus.[13]

 

1.5.         Perjamuan Kudus menurut Zwingly

Perbedaan pendapat antara Luther dan Zwingli ini menajam dalam ajaran mereka tentang Perjamuan Kudus. Luther bertolak dari kehadiran Kristus yang sesungguhnya di dalam roti dan anggur, tetapi bagaimana hal itu terjadi dan mengapa, ia tidak jelaskan. Baginya hal itu adalah suatu rahasia (mysterium) Allah. Zwingli sebaliknya hanya dapat menerima kehadiran Kristus di dalam Perjamuan Kudus dalam arti rohani. Dalam roh manusia Kristus hadir oleh percaya.[14] Zwingli memandang bahwa Perjamuan Kudus itu sebagai “sumpah setia” yang dilakukan orang Kristen. Dalam merayakan Perjamuan Kudus, orang beriman seolan-olah tampil ke muka untuk mengaku dirinya selaku prajurit Kristus. Perkataan Yesus “Inilah tubuh-Ku” menurut Zwingli, hanyalah berarti: dengan ini dikiaskan tubuh-Ku.[15] Zwingli memahami bahwa kata-kata Yesus “Iniah tubuh-Ku” dan “Inilah darah-Ku” sebagai ungkapan-ungkapan yang tidak harus dimengerti secara harfiah. “Tubuh” dan “darah” adalah lambang untuk keselamatan yang diperoleh Kristus dengan tubuh dan darah-Nya pada kayu salib. Zwingli tetap berpegang kepada pemahaman simbolis mengenai Perjamuan Kudus. Ia tidak dapat menerima bahwa keselamatan, yang terutama menyangkut jia, dikaitkan dengan hal-hal duniawi seperti roti dan anggur. Juga untuk menerima apa yang diperoleh oleh Kristus pada kayu salib, tidak perlu orang dipersatukan secara jasmani dengan Kristus. Sebab penebusan, yang dilambangkan dalam Perjamuan Kudus, diterima dalam iman. Zwingli mulai melihat sakramen, baik baptisan maupun Perjamuan Kudus, lebih sebagai tindakan jemaat untuk mengaku imannya. Jemaat merayakan perjamuan untuk memperingati kematian Kristus pada kayu salib demi keselamatan manusia, dan melalui peringatan ini, iman orang percaya diperkuat. Oleh sebab itu, Zwingli tidak menyangkal bahwa Kristus hadir waktu jemaat merayakan Perjamuan Kudus, akan tetapi kehadiran ini bukan kehadiran jasmani, melainkan kehadiran dalam Roh Kudus dan tidak terikat pada roti dan anggur.[16]

 

1.6.         Kontroversi Perjamuan Kudus GKR, Luther dan Zwingly

Yang paling dalam dari penolakan Luther terhadap ajaran Gereja Katholik Roma tentang Perjamuan Kudus terletak dalam pemahamannya. Luther menolak ajaran tentang transsubstansiasi. Tetapi ia tidak menolak kehadiran tubuh dan darah Kristus dalam roti dan anggur. Untuk menjelaskan hubungan antara tubuh dan darah Kristus pada satu pihak dan roti dan anggur pada lain pihak, ia memakai suatu kiasan. Ia katakan: Api dan besi adalah dua substansi, tetapi kalau besi diletakkan di dalam api, maka kedua substansi itu bercampur-baur begitu rupa, sehingga tiap-tiap bagian adalah besi dan api. Ia tidak setuju dengan adanya kaitan antara kehadiran nyata dengan transsubstansiasi. Ia menganggap bahwa tidak perlu roti dan anggur mengalami transsubtansiasi dan Kristus pun tidak perlu termuat penuh dalam aksiden agar tubuh dan darah yang nyata terhadirkan. Luther. Kehadiran Kristus ada bersama dengan realitas roti dan anggur yang dipersembahkan dalam perjamuan Kudus.[17] Ada juga perbedaan pendapat antara Luther dan Zwingli tentang Perjamuan Kudus. Luther bertolak dari kehadiran Kristus yang sesungguhnya di dalam roti dan anggur, tetapi bagai mana hal itu terjadi dan mengapa, ia tidak jelaskan. Baginya hal itu adalah suatu rahasia (mysterium) Allah. Zwingli sebaliknya hanya dapat menerima mkehadiran Kristus di dalam Perjamuan Kudus dalam arti rohani. Dalam roh manusia Kristus hadir oleh kepercayan.[18]

 

1.7.         Perjamuan Kudus dalam Lutheranisme

Perjamuan Kudus adalah pesan Tuhan Yesus Kristus yang berkata: “Ambilah, makanlah, inilah tubuhKu” dan “Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah Ku…” (Mat.26:26-27). Karena firman yang menyertai roti dan anggur itu, kita menerima daging dan darah Yesus Kristus yang sebenarnya. Dengan Perjamuan Kudus ini, manusia menerima keampunan dosa dan selalu diingatkan akan pekerjaan Yesus Kristus yang mati dan bangkit untuk menebus manusia dari dosa. Oleh sebab itu sakramen Perjamuan Kudus diperuntukkan kepada orang yang menerima, mempercayai Firman dan janji yang terkandung di dalamnya. Manusia tidak lagi tergoyahkan oleh Iblis, sekalipun dituduh sebagai orang yang berdosa. Sebagaimana dikatakan: “Dan barangsiapa yang mempercayai firman tersebut, memperoleh apa yang dinyatakan firman itu, yaitu keampunan dosa”.[19] Firman itu adalah yang menjadikan Sakramen ini dan dengan demikan mengistimewakan Sakramen sehingga Sakramen itu bukan lagi roti dan anggur belaka melainkan adalah dan dan dinamai tubuh dan darah Kristus. Jika meniadakan atau memandang unsur-unsur roti dan anggur itu tanpa Firman itu, maka tidak akan melihat apa-apa kecuali roti dan anggur biasa saja. tetapi bila Firman itu berada di dalam unsur-unsur itu, sebagaimana seharusnya dan semestinya, maka sesuai dengan kata-kata itu ia sesungguhnyalah tubuh dan darah Kristus. Karena hal itu haruslah seperti apa yang diucapkan dan dinyatakan Kristus, karena Ia tidak dapat berdusta atau menipu.[20] Orang-orang percaya menerimanya sebagai jaminan dan janji bahwa dosa mereka sebenarnya diampuni, bahwa Kristus diam dan bekerja dalam mereka.[21]

 

1.8.         Perjamuan Kudus dalam Calvinisme

Calvin menyetujui anggapan Luther (bertentangan dengan Zwingli) bahwa sakremen adalah pemberian Allah, dan bahwa pertama-tama sekali Kristuslah yang bertindak dalam perayaan Perjamuan Kudus, bukanlah manusia.[22] Mengenai Perjamuan Kudus Calvin mengatakan bahwa Perjamuan Kudus adalah tanda, tetapi bukan tanda kosong, sebab tanda ini diberikan Allah melalui Anak-Nya supaya orang percaya melalui roti dan anggur betul-betul dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus. Karena kelemahan manusia tanda ini mutlak perlu sebagai tambahan kepada Firman yang diberitakan. Dalam Perjamuan Kudus, Kristus benar-benar hadir untuk menjadi satu dengan orang-orang percaya dan memperkuat iman mereka. Dialah yang membuat makanan jasmani menjadi makanan rohani, sehingga orang-orang yang ikut serta dalam Perjamuan Kudus menerima apa yang diperoleh Kristus pada kayu salib, yakni pengampunan dosa dan hidup yang kekal. Dengan demikian tampak bahwa bagi Calvin Perjamuan Kudus lebih dari peringatan kematian Kristus oleh jemaat. Dalam sakramen ini ditambahkan sesuatu kepada iman orang percaya dan kepada apa yang diberikan dalam pelayanan Firman. Bagi Calvin, tanda Perjamuan Kudus, roti dan anggur, tidak dapat disamakan dengan rahasia yang ditandai melalui tanda ini. Berkaitan dengan itu tidak mungkin juga bahwa kesatuan dengan Kristus diperoleh melalui mulut. Makan secara jasmani menunjuk kepada makan secara rohani, yang ditafsirkan oleh Calvin sebagai penguatan jiwa karena dipersatukan dengan Kristus. Akan tetapi kesatuan ini real dalam arti bahwa manusia tidak hanya merasa hubungan iman yang erat dengan Kristus, tetapi betul-betul menjadi satu dengan tubuh dan darah-Nya.[23]

Calvin menekankan kepada Gereja Katholik Roma, bahwa kehadiran Kristus bukanlah kehadiran secara fisik atau badaniah, tetapi kehadiran oleh Roh Kudus. Kristus tidak dapat dikurung di dalam sakramen. Sama seperti Zwingli dan kawan-kawannya, demikian pula Calvin menolak kehadiran Kristus secara fisik di dalam Perjamuan Kudus. Ajaran Calvin tentang kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus adalah ajaran yang seluruhnya bersifat Pneumatologis.[24]

Dalam perjamuan kudus Allah mengaruniakan kepada manusia segala sesuatu dari pemberian-pemberian rohani, dengan jalan membuat manusia mendapat bagian dalam segala kekayaan Tuhan, Yesus Kristus. Anugerah yang sama telah Ia berikan kepada manusia dalam Firman Allah. Sungguhpun demikian manusia harus mengakui, bahwa dalam Perjamuan Kudus manusia memperoleh suatu jaminan yang lebih besar tentang hal itu. Pemberian-pemberian Yesus Kristus bukanlah hak manusia. Pemberian-pemberian itu dikaruniakan kepada manusia di dalam Perjamuan Kudus. Calvin mengatakan bahwa realitas dan substansi sakramen ialah Yesus Kristus.[25]

 

1.9.         Perjamuan Kudus dalam Anabaptisme

Menurut Anabaptisme Perjamuan Kudus pada hakikatnya adalah pengenangan (memorial, suatu upacara simbolik yang mebuktikan bahwa pesertanya mengenang pengorbanan dan kematian Kristus. Pengenanan ini sekaligus juga mengingatkan jemaat akan kehadiran Kristus pada masa kini, dan kedatangan-Nya kembali kelak, seperti yang Ia janjikan. Keikutsertaan di dalam Perjamuan Kudus harus didahului oleh pemeriksaan diri yang sungguh-sungguh. Mereka harus sungguh-sungguh menyatakan pertobatan pribadi, melakukan introspeksi, menyatakan pengakuan dosa dan berdamai dengan semua orang. Yang diperkenankan mengikutinya hanyalah mereka yang sudah Kristen (dalam arti: sudah dibaptis menurut pemahaman gereja ini).[26]

 

Kesimpulan

1.        Adapun cara kehadiran Kristus di dalam sakramen berdasarkan penjelasan di atas secara ringkas sebagai berikut: GKR memahami konsep transubstansiasi, Lutheran memahami konsep consubstansiasi, Calvinis memahami konsep substansiasi dan Zwingly memahami perjamuan kudus itu sebagai lambang.

2.        Katolik memahami itu ketika roti dan anggur dikonsekrasikan dalam firman dan penetapan. Ketika konsekrasi dibacakan terjadilah perubahan secara nyata terhadap roti dan anggur sehingga setelah konsekrasi maka yang di altar adalah tubuh dan darah Yesus. Mengapa harus terjadi transubstansiasi? Hanya dengan cara itulah maka sakramen memberikan manfaat. Sakramen Perjamuan Kudus itu adalah untuk mencurahkan rahmat yang berguna memberikan kemampuan dan daya kepada orang-orang yang berjuang memperoleh keselamatan. Transubstansiasi pada dasarnya ketika konsekrasi dibacakan maka Ia akan digiring mengitari jemaat. Artinya, Kristus ingin mengitari jemaat dan setiap jemaat yang diitari akan mengikuti-Nya. Itulah sebabnya, anggur tidak diberikan kepada jemaat karena hosti itu telah menjadi tubuh yang dimana terdapat darah Kristus juga.

3.        Lutheran memahami Perjamuan Kudus secara consubstansiasi. (con = Kristus itu turun mendiami roti dan anggur). Perjamuan Kudus adalah saat dimana kita makan tubuh dan minum darah. Dia tetap roti dan anggur. Hanya saja Dia berdiam di dalamnya sehingga keduanya diberikan kepada jemaat. Yesus hadir supaya ada manfaat Perjamuan Kudus itu. Kristus adalah Firman yang hidup yang menjadi tubuh dan daging. Perjamuan Kudus itu memberikan pengampunan dosa (dosa warisan).

4.        Calvin setuju Kristus hadir secara nyata. Dia tidak setuju kehadiran Kristus menurut Luther dan GKR. Kehadiran Kristus itu bukan secara fisik tetapi Roh. Roti tetap roti dan anggur tetap anggur. Ketika konsekrasi dibacakan, roh kita naik dan Roh Kristus turun, lalu bertemu. Kristus harus hadir supaya memberi manfaat. Manfaatnya yaitu tanda dan materai. Kita ikut pada peristiwa Golgata yaitu tandanya Perjamuan Kudus.

5.        Menurut Zwingli tidak terjadi disitu kehadiran Kristus. Kristus dan tubuh-Nya hadir disitu untuk sebagai tanda. Yesus tidak disitu, tetapi tetap di Sorga. Roti dan anggur hanya sebagai lambang. Manfaatnya dari perjamuan Kudus adalah pengenangan, memorial, peringatan akan pengorbanan Kristus terhadap kita. Pengorbanan Yesus kristus terjadi di kayu salib bukan di Perjamuan Kudus.

 

Daftar Pustaka

…, Landasan iman Kristen (Jakarta Timur: Lutheran Heritage Foundation (LHF) INDONESIA, 2020), 24.

…, Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI. Pematangsiantar: Kantor Pusat GKPI, 1991.

Aritonang, Jan S. Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.

Ch. Abineno, J. L. Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para Reformator. BPK Gunung Mulia, 1990.

de Jonge, Christiaan dan Aritonang, Jan S. Apa dan Bagaimana Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia 1995.

de Jonge, Christiaan, Apa itu Calvinisme?. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

G. Tappert, Th. Apologia Konfessi Augsburg tahun 1531. W. Lumbantobing, dkk. (Terj.) Pematang Siantar: Lembaga Komunikasi Sejahtera, 1983.

Hadiwijono, Harun, Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Luther, Martin, Rumus Konkord Tahun 1577. Pematangsiantar: Lembaga Komunikasi Sejahtera, ttp.

Sproul, R.C. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Malang: Literatur SAAT, 2000.

Van Niftrik, G.C. dan Boland, B.J. Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.



[1] G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 455.

[2] Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 452.

[3] .., Landasan iman Kristen (Jakarta Timur: LUTHERAN HERITAGE FOUNDATION (LHF) INDONESIA, 2020), 24.

[4] G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 455.

[5] J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para Reformato (BPK Gunung Mulia, 1990), 29.

[6] Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 212.

[7] R.C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen (Malang: Literatur SAAT, 2000), 307.

[8] G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 461.

[9] Th. G. Tappert, Apologia Konfessi Augsburg tahun 1531, W. Lumbantobing, dkk. (Terj.) (Pematang Siantar: Lembaga Komunikasi Sejahtera, 1983), 110-111.

[10] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, 461-462.

[11] Martin Luther, Rumus Konkord Tahun 1577 (Pematangsiantar: Lembaga Komunikasi Sejahtera, ttp), 32-33.

[12] J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para Reformator, 46-47.

[13] Christiaan de Jonge dan Jan S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1995), 30.

[14] J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para Reformator, 59.

[15] G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 462.

[16] Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 218-220.

[17] J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para Reformator, 32.

[18] J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para Reformator, 59-60.

[19] …, Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI (Pematangsiantar: Kantor Pusat GKPI, 1991), 26.

[20] Martin Luther, Rumus Konkord Tahun 1577, 152-153.

[21] Martin Luther, Rumus Konkord Tahun 1577, 164.

[22] G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 463.

[23] Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 222-223. 

[24] J.L.Ch.Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para Reformator, 120, 123.

[25] J.L.Ch.Abineno, Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para Reformator, 82.

[26] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 141.