BAHAN EPISTEL MINGGU 10 SET. TRINITATIS, 4 AGUSTUS 2024
“ALLAH
MENURUNKAN ROTI KEHIDUPAN BAGI UMAT-NYA”
Ep. Yohanes 6:25-35
PENDAHULUAN
Perikop kali ini merupakan kelanjutan dari
khotbah minggu lalu, yakni cerita tentang Yesus memberi makan 5000 orang. Poin
utama yang ditekankan dalam cerita itu adalah bahwa Tuhan sanggup memenuhi
kebutuhan banyak orang. Cerita ini memiliki tempat khusus tersendiri sebab
menjadi satu-satunya kisah yang dituliskan di ke-empat Injil (Matius, Markus,
Lukas Yohanes). Beralih ke cerita kali ini yang terjadi keesokan harinya
setelah Yesus memberi mereka makan dengan cara yang begitu luarbiasa
menakjubkannya. Setidaknya kita akan melihat ada dua respon orang banyak
setelah makan. Pertama, tepat setelah mereka mendapat makanan, orang banyak
mengatakan Yesus sebagai nabi dan hendak menjadikan Dia menjadi raja secara
paksa. Keesokan harinya, orang banyak itu mencari Yesus sebab mereka tidak
menemukan keberadaan kelompok Yesus di sekitar tempat mereka mendapatkan
makanan. Orang banyak melakukan penyeberangan ke Kapernaum untuk mencari Yesus
dan mereka menemukan Dia. Sebenarnya secara manusiawi yang dilakukan orang
banyak ini adalah hal yang naluriah. Manusia memang menyenangi hal-hal yang
penuh dengan kemudahan jika itu berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan hidup –
dalam hal cerita ini adalah tentang makanan. Kita akan belajar setidaknya satu
hal penting dari cerita ini: kesalahan bukan terletak pada pencarian kemudahan
melainkan pada motivasi orang banyak. Hati mereka didorong oleh fokus terhadap
pemenuhan kebutuhan jasmani saja dan melupakan esensi terpenting dari tanda
itu, yakni memahami makna di balik tindakan Yesus. Setidaknya satu perenungan
penting bagi kita adalah jangan berfokus pada berkat yang diterima, melainkan
fokuslah kepada Sang Pemberi Berkat. Itulah mengapa Yesus menegur mereka yang
mencari Dia.
PENJELASAN
NAS
Nas kali ini diberikan tema “Allah menurunkan
roti kehidupan bagi Umat-Nya”. Ada tiga poin teologis yang menjadi penting
melalui cerita kali ini:
Pertama:
Fokus dan Motivasi yang menentukan (Ay.25-29). Setelah orang banyak
melakukan pencarian, mereka akhirnya berjumpa dengan Yesus. Motivasi dan fokus
pencarian mereka akhirnya disingkapkan Yesus secara terbuka, bahwa mereka
mencari Yesus hanya untuk makanan gratis saja. Mereka tidak terlalu peduli
dengan makna tanda mukjizat yang Yesus perbuat bagi mereka. Itulah mengapa Yesus menegaskan untuk mencari
makanan yang kekal. Pertama-tama, kita harus paham konteks orang Israel pada
saat itu. Memang perekonomian orang Yahudi cukup sulit, terutama disebabkan
oleh pajak yang ditagih orang Romawi sebagai penjajah begitu tinggi. Belum lagi
ketika keterlambatan pembayaran pajak dibebankan bunga yang begitu besar pula.
Yesus bukan hendak mengajarkan kepada kita bahwa makanan jasmani itu tidak
perlu. Tetapi agaknya kita akan memahami maksud Yesus ini sebagaimana yang
dituliskan oleh Matius 5:31-34. Makanan jasmani memang perlu, tetapi motivasi
dan fokus mendasar bagi setiap umat manusia dalam memenuhi setiap kebutuhannya
adalah “Kerajaan Allah”. Itulah mengapa Yesus menjelaskan dahulukan apa yang
Allah kehendaki dari kehidupan kita, yakni percaya kepada Dia yang diutus
Allah. Motivasi dan fokus yang benar akan memberikan hasil yang benar pula. Di
sini kita diajarkan untuk menikmati setiap proses sampai tiba saatnya kita
menikmati hasilnya. Dan dalam proses itu penting sekali motivasi dan fokus
dalam menjalaninya dilandaskan pada iman yang teguh kepada Allah yang berkuasa
memenuhi setiap kebutuhan kita.
Kedua:
Keutamaan di dalam Hati (Ay. 30-33). Motivasi dan fokus orang banyak telah dibongkar.
Yesus juga telah memberikan pencerahan tentang tugas yang harus mereka
kerjakan. Orang banyak tampaknya menangkap maksud Yesus bahwa Dia-lah Anak
Manusia yang diutus oleh Allah itu. Respon orang banyak sungguh tidak dapat
diduga-duga. Meski mereka menangkap maksud Yesus dalam nasihat-Nya, mereka
justru meminta tanda sebagaimana Manna di padang gurun agar mereka dapat
percaya dan melihat pekerjaan Yesus (Kel. 16). Lagi-lagi mereka meminta tanda jasmani.
Sebenarnya cukup aneh permintaan orang banyak itu. Seharusnya masih segar dalam
ingatan mereka bagaimana Yesus memberkati makanan dan memberi mereka makan. Manna
sebenarnya hanyalah sebuah objek pembelajaran dari Tuhan agar umat-Nya memahami
arti dari ketaatan sekaligus menegaskan bahwa manusia bukan hidup dari roti
saja, melainkan dari Firman Tuhan (Kel.16:4; Ul.8:3). Penjelasan ini mengajak
kita untuk memikirkan kembali apa dan siapa yang menjadi keutamaan di dalam
hati kita. Apakah hal-hal lahiriah atau rohaniah? Ini menjadi penting untuk
kita renungkan dan jawab. Alkitab telah mencatat tanda mukjizat tidak serta
merta membuat kita akan beriman sepenuhnya kepada Tuhan (Mzm.78:30-32). Perikop
dan tema kali ini hendak mengajak kita mengambil sebuah komitmen jadikan Allah
sebagai yang utama dan terutama dalam hati, pikiran, dan hidup kita. Tanda
mukjizat memang luar biasa, kebutuhan jasmani memang penting, tetapi semua itu
tidak berguna ketika bukan Allah yang mendiami hati dan pikiran kita sebagai yang
utama dan terutama.
Ketiga:
Yesus Sebagai Roti Kehidupan, Percayalah! (Ay.34-35). Poin ini menjadi puncak
dari perenungan terhadap perikop dan tema ini. Injil Yohanes sebenarnya
ditujukan kepada orang-orang Yahudi untuk memberikan pemahaman bahwa Yesus
Kristus adalah Mesias dan Juruselamat. Tujuan ini juga lah yang tergambar jelas
dalam cerita perikop kali ini sekaligus menjadi tujuan utama bagi kehidupan
kekristenan kita. Hati yang menjadikan Allah sebagai yang utama dan terutama
akan mengarahkan hidup kita kepada Kristus sebab hanya di dalam Dia-lah
keselamatan dinyatakan. Jikalau di dalam Perjanjian Lama Allah menurunkan
manna, maka di Perjanjian Baru Roti Sorgawi itu dinyatakan dalam diri Yesus
Kristus. “Akulah roti hidup”
demikianlah kata Yesus (ay.35, 48, 51). Allah menurunkan roti kehidupan agar
manusia memperoleh kehidupan (keselamatan) itu.
REFLEKSI/KESIMPULAN