BAHAN EVANGELIUM MINGGU 10 SET. TRINITATIS, 4 AGUSTUS 2024 “ALLAH MENURUNKAN ROTI KEHIDUPAN BAGI UMAT-NYA” Ev. Keluaran 16:2-8 - Duc In Altum

Klik Ikuti

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 10 SET. TRINITATIS, 4 AGUSTUS 2024 “ALLAH MENURUNKAN ROTI KEHIDUPAN BAGI UMAT-NYA” Ev. Keluaran 16:2-8

 


BAHAN EVANGELIUM MINGGU 10 SET. TRINITATIS, 4 AGUSTUS 2024

ALLAH MENURUNKAN ROTI KEHIDUPAN BAGI UMAT-NYA

Ev. Keluaran 16:2-8

Kitab Keluaran berisikan cerita tentang bagaimana Allah senantiasa setia kepada umat-Nya dalam menunjukkan kuasa dan kemuliaan-Nya. Dimulai dari Allah Mendengar jeritan bangsa Israel, memilih Musa, membebaskan bangsa itu dari perbudakan Mesir, menyertai mereka di padang gurun selama 40 tahun, memenuhi kebutuhan mereka hingga tiba pada tanah perjanjian sebagaimana janji Allah kepada Abraham. Sekaligus juga kita akan melihat dalam kisah Keluaran ini bagaimana orang Israel begitu tegar tengkuk, penuh dengan sungut-sungut, hidup di dalam ketidaksetiaan, dan jatuh ke dalam dosa. Kendati pun demikian, Allah tetap saja bermurah hati kepada bangsa itu sekalipun kadang kala dalam kisah Keluaran ini, Allah juga menunjukkan murka, amarah, rasa cemburu, bahkan hukuman yang cukup keras bagi bangsa itu. Di sinilah kita akan melihat siapa Allah yang sesungguhnya. Dia adalah Mahakasih tetapi juga penuh dengan keadilan. Dia Maha pemaaf tetapi juga mau memberi hukuman. Dia Allah yang setia sekaligus pencemburu. Apa artinya? Di dalam kasih-Nya kadang kala Allah memberikan teguran dan hukuman untuk membentuk dan menempa bangsa Israel di dalam standar hidup, etika, moralitas, dan tingkah laku yang mencerminkan umat pilihan Tuhan.

Kembali kepada konteks cerita perikop kali ini. Sekitar 2 juta orang harus dipimpin oleh Musa melewati padang gurun. Situasi Musa cukup sulit di sini. Selain karena dia adalah pemimpin tunggal, lingkungan yang mereka lalui cukup ekstrim. Panas terik di siang hari namun dingin di malam hari. Makanan, minuman, pakaian, menjadi isu yang begitu mendesak di tengah-tengah bangsa itu. Secara khusus pada perikop ini ketika bangsa Israel bersungut-sungut oleh karena rasa kelaparan. Bahkan di dalam sungut-sungutnya, mereka justru menyesali kebebasan mereka sebagai orang merdeka dan seolah memilih kembali diperbudak asalkan cukuplah makan dan minum tersedia senantiasa. Sekali lagi, di tengah-tengah komplain bangsa yang menggerutu itu, Allah tampil sebagai Maha mendengar dan Maha menyediakan. Setiap malam burung puyuh datang ke kemah untuk memberi mereka daging. Setiap pagi akan ada sesuatu yang tergeletak untuk dimakan, yang kita kenal dengan “Manna”. Di kala siang Allah memberi tiang awan agar bangsa itu tidak kepanasan, saat malam Allah memberi tiang api agar bangsa itu tidak kedinginan. Selama 40 tahun pun, baju yang mereka kenakan tidak rusak.

Kita diajak merenungkan hal ini: Tuhan yang menurunkan roti kehidupan bagi bangsa Israel juga adalah Tuhan yang sama yang akan memelihara dan memenuhi kebutuhan hidup kita. Tuhan yang memenuhi kebutuhan bangsa Israel 40 tahun lamanya dengan cara tak terduga dan begitu luar biasa, juga adalah Tuhan yang kita sembah yang akan melakukan hal yang serupa kepada kita.

Dalam terang tema “Allah menurunkan Roti Kehidupan bagi umat-Nya” kita akan merenungkan beberapa hal yang menarik:

Pertama, Bangsa yang bersungut-sungut. Tindakan orang Israel ini adalah sesuatu yang cukup menarik. Ini adalah kali ketiga mereka bersungut-sungut kepada Musa (Lih. Kel.14:10-12; 15:24). Tidak tanggung memang sungut-sungut bangsa Israel ini. Pertama mereka mengatakan “ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang” (ay.3). Secara sederhana ini dapat diterjemahkan: lebih baik kami dibunuh Tuhan di tanah Mesir setidaknya dalam keadaan kenyang daripada mati di padang gurun karena kelaparan. Alih-alih berdoa memohon belas kasihan, pertolongan, dan lawatan Allah dalam hidupnya, bangsa ini justru menyesali kebebasannya dan mendamba perbudakannya. Agaknya bangsa ini lupa bagaimana mereka merengek berteriak memohon dibebaskan (Kel.3:7). Tidak cukup sampai di situ saja, sungut-sungut mereka justru menyalahkan Musa yang telah mengeluarkan mereka. “sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh Jemaah dengan kelaparan” (ay.3). Bangsa itu memohon kepada Tuhan untuk dibebaskan, tetapi begitu Tuhan menjawab doa tersebut, mereka tidak terima dengan cara dan jalan Tuhan karena tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Kita akan belajar hal penting dari bangsa yang bersungut-sungut ini. Sering sekali ketika kita menghadapi kesulitan, kita memohon kepada Tuhan agar bekerja dan menolong kita, tetapi justru kita tidak sabar akan prosesnya. Kita selalu mencari kambing hitam atas setiap kesulitan yang kerap terjadi. Entah itu menyalahkan Tuhan, orang lain, bahkan keadaan. Untuk itu Firman Tuhan ini hendak mengajak kita, kendati pun permasalahan sedang menghimpit dan menekan, berbahagialah dan jangan bersungut-sungut, sebab Tuhan setia memberikan kekuatan dan penyertaan di dalam kemuliaan-Nya yang selalu memberikan pemenuhan atas yang kita butuhkan.

Kedua, Berkat dan Keteraturan. Sekali lagi di dalam sungut-sungut bangsa Israel yang kesekian kalinya, Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang Maha mendengar, Maha kuasa dan berlimpah kasih setia-Nya. “Menurunkan hujan roti” menjadi jawaban atas kelaparan yang dikomplain orang Israel. Akan tetapi ada kesan yang menarik dari firman Allah kepada Musa ini. “hujan roti sebanyak yang perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut hukum-Ku atau tidak” (ay.4). Tuhan memiliki maksud dengan membiarkan bangsa itu mengalami kelaparan, lalu memberikan kelimpahan. Tujuan ini semakin dipertegas di dalam Ulangan 8:2-6, “merendahkan hatimu, menguji ketaatan atas perintah Tuhan (ay.2); mengerti firman Tuhan menghidupkan (ay.3); Sadar dan insaf (ay.5); agar hidup menurut jalan Tuhan dan takut akan Tuhan (ay.6)”. Hujan Roti atau manna itu tidak akan berhenti sampai seluruh kebutuhan orang Israel terpenuhi. Tetap saja bangsa itu tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan (ay.20, 28). Saudara/i, penting sekali kita selalu menjaga hati kita agar hidup di dalam ketaatan baik dikala berkelimpahan maupun berkekurangan. Ujian Tuhan dalam cerita ini tampak dalam kedua sisi tersebut, dan bangsa Israel gagal. Mereka gagal taat dikala berkekurangan dengan menyesali pembebasannya, juga gagal dikala berkelimpahan karena keserakahan dan kebebalan. Rancangan dan kehendak Tuhan selalu mengarahkan kita pada tujuan hidup yang jelas sebagaimana yang dijabarkan dalam Ulangan 8:2-6.

Ketiga, Puyuh dan Manna: Kesetiaan Tuhan. …Tuhan yang memberi kamu makan daging pada waktu petang dan makan roti sampai kenyang pada waktu pagi karena Tuhan mendengar ….” (ay.8). Musa kembali menegaskan kepada bangsa itu bahwa Allah telah mendengarkan sungut-sungut yang disampaikan bangsa itu. Penegasan ini disampaikan setelah Musa menjelaskan aturan dan tata tertib “manna” itu. Kita perhatikan “Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu; … bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari …….. memasak ….” (ay.4-5). Pertama, tiap-tiap hari menegaskan kesetiaan Allah yang tidak pernah putus-putusnya. Selama 40 tahun sampai mereka tiba di negeri yang berlimpah susu dan madunya, Allah setia memberkati dan mencukupkan kebutuhuhan bangsa itu setiap hari. Bangsa itu keluar dan memungut, berkat Tuhan memang senantiasa diberikan setiap hari. Tetapi penting sekali kita memahami berkat itu harus disambut dengan tindakan kita. Sebagaimana bangsa itu harus keluar dan memungut manna, demikian juga kita harus “menjemput” berkat Tuhan itu dengan keluar dan bekerja. Berkat Tuhan tidak mengajak kita untuk menjadi pemalas yang manja, melainkan mengajak kita untuk bekerja dan bertindak. Berkat itu sudah ada, dan senantiasa Tuhan berikan setiap hari. Pertanyaannya, maukah kita dengan giat, tulus, dan taat menyambutnya dengan keluar dan bekerja?

Add your comment