Duc In Altum: Bahan Evangelium

Klik Ikuti

Evangelium Minggu Sexagesima, 23 Februari 2025 (Matius 5:38-48)

Evangelium Minggu Sexagesima, 23 Februari 2025 (Matius 5:38-48)


Evangelium Minggu Sexagesima, 23 Februari 2025
Ev : Matius 5:38-48

MENGASIHI MUSUH

PENDAHULUAN
Ada yang mengatakan bahwa “mengasihi” adalah sebuah kata yang sederhana namun begitu sukar melakukannya. Ungkapan ini benar adanya. Apalagi kalau kita mencoba pemaknaan mengasihi ini dalam terang pengajaran Yesus Kristus. Di suatu ketika, Yesus mengajar orang banyak dan Dia naik ke atas bukit. Pada kesempatan “khotbah di bukit” ini, Yesus mengajarkan berbagai-bagai perihal kebenaran kepada orang-orang Yahudi. Mereka telah banyak mengadopsi kesalahan berpikir dalam memaknai firman Tuhan yang selama ini telah diberikan kepada mereka melalui para nabi. Itulah mengapa dalam khotbah dan pengajaran-Nya pada pasal 5-7, Yesus banyak sekali mempertentangkan “cara Israel memahami Taurat” dengan yang sebenarnya. Hal ini dapat kita lihat dalam Matius 5:17 ketika Yesus menyatakan bahwa diri-Nya datang bukan untuk meniadakan hukum taurat, melainkan menggenapinya. Pernyataan Yesus ini dapat diartikan bahwa Yesus datang bukan untuk menghapuskan hukum Taurat, melainkan menunjukkan arti yang sesungguhnya. Poin dari penjelasan ini adalah supaya kita melihat perikop Matius 5:38-48 ini dalam terang Yesus hendak menghilangkan kesalahan konsep berpikir orang Yahudi pada zaman itu, yang ternyata di zaman ini juga masih ada memiliki pola pikir yang sama.

PENJELASAN NAS
Dalam terang tema “Mengasihi Musuh” dengan perikop Matius 5:38-48, mari kita telisik lebih dalam kebenaran firman Tuhan ini.
Ayat 38-39. Ada beberapa hal konsepsi pemikiran yang coba diperbaiki Yesus ketika berbicara tentang Hukum Taurat. Di antaranya, larangan membunuh (ay. 21), larangan berzinah (ay. 27), tentang perceraian (ay. 31), perihal sumpah (ay. 33), dan perihal ganti rugi (ay. 38). “Mata ganti mata dan gigi ganti gigi” sebenarnya adalah sebuah frasa dalam Perjanjian Lama tentang ganti rugi yang sering disalah artikan sebagai klaim hak bagi orang-orang Yahudi untuk melakukan balas dendam. Padahal frasa ini (lih. Kel. 21:24, Im. 21:19-20, Ul. 19:21) pertama-tama difirmankan Allah bukan untuk memberi orang Israel hak balas dendam. Firman Tuhan melalui Musa pada saat itu memberikan hukum, tatanan moral, standar keadilan bagi bangsa Israel sebagai pedoman mereka untuk hidup di tanah Kanaan. Sebab sebagai sebuah bangsa, Israel memang membutuhkan hukum dan sistem yang mengaturkannya. Sistem itu berasal dari Allah yang disebut dengan istilah Theokrasi. Kalau kita mau memperhatikan rujukan kitab dan pasal “mata ganti mata”, kita akan menemukan bahwa: (1) Satu-satunya yang berhak menentukan hukum balasan yang setimpal adalah orang-orang yang ditunjuk sebagai hakim. Hukum tersebut memberikan petunjuk bagi para hakim bangsa Yahudi mengenai hukuman apa yang harus diberikan pada tindakan yang mengakibatkan cacat fisik, bahkan kematian. (2) Frasa ini sebagai standar keadilan mutlak mengingat bangsa Israel memiliki latarbelakang perbudakan yang panjang dan ini sangat berpengaruh pada mental dan pola pikir mereka. Apa yang hendak disampaikan adalah:
  1. Prinsip keadilan dan pembalasan yang setimpal memang perlu, tetapi tidak memberi kita ruang dan hak sedikitpun untuk melakukan balas dendam dan main hakim sendiri.
  2. Mengasihi adalah konsep memaafkan dan tanpa pembalasan. “... Menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” sebenarnya mengingatkan dua hal, pertama tidak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan (Rm. 12:21). Kedua bahwa balas dendam hanya akan mendatangkan kebencian lainnya.
Ayat 40. Ayat ini dapat diterjemahkan “jika ada seseorang menuntut bajumu di pengadilan, berikanlah juga mantel mu”. Yesus hendak mengatakan kasih akan membuat kita bertahan meski di tengah situasi yang tidak adil sekalipun. Prinsip kasih yang Yesus ajarkan ini adalah mengalah demi perdamaian. Akan ada situasi di mana kita akan difitnah, orang lain bersumpah palsu demi merugikan kita, dan masih banyak lagi. Yesus inginkan agar jauh lebih baik bagi kita mengalah demi kedamaian daripada ikut arus yang menghasilkan perpecahan dan keributan.

Ayat 41. Yesus hendak mengajarkan bahwa konsep kasih yang benar adalah kerelaan untuk melayani. Ini menjadi penting, mengingat ada istilah “kebaikan yang disalahgunakan”. Istilah ini berlaku bagi seseorang yang mencoba memanfaatkan kebaikan kita dalam berbagai-bagai hal. Memang cukup sial rasanya jikalau kita tahu bahwa diri kita selama ini hanya dimanfaatkan. Lebih parahnya, karena sering melakukan kebaikan, seolah-olah kita dipaksa untuk bertanggungjawab melakukan itu semua sendiri. Inilah yang dimaksud Yesus dengan “memaksa engkau berjalan sejauh satu mil”. Ada kebiasaan pada saat itu bahwa para pejabat dapat memaksa orang-orang untuk melakukan perjalanan bersamanya sebagai bentuk pelayanan umum terhadap pejabat itu. Kemudian Yesus menuntut para murid untuk tunduk dan bahkan melakukan lebih. Di sinilah tampak bahwa kasih membawa kita pada sikap kerelaan hati untuk melayani.

Ayat 42. Yesus hendak mengajarkan bahwa konsep kasih adalah kerelaan untuk memberi. Namun perlu digarisbawahi dengan tegas: pertama, meskipun di sini dikatakan kita jangan menolak orang yang hendak meminjam, tetapi pinjaman yang dimaksud di sini adalah untuk bertahan hidup dan melakukan usaha. Artinya, tidak dibenarkan juga bagi seorang Kristen meminjam hanya karena gaya hidup dan pesta poranya. Yesus hendak mengatakan bahwa dengan kemampuan yang ada, sebisa mungkin mari mengulurkan tangan untuk menolong sesama (Mzm. 112:5), tidak persoalan berapa besar kecilnya.

Ayat 43-48. “Kasihilah sesamamu manusia” memang adalah pengajaran yang tepat yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Namun kalimat ini disalah artikan oleh para pengajar Yahudi. Bagi mereka sesama manusia hanyalah sebangsa, seagama saja. Sehingga mereka cepat-cepat mengambil kesimpulan dan mengajarkan “kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu”. Yesus kemudian memberikan suatu standar yang begitu sulit untuk dilakukan oleh siapapun manusia di dunia ini. “kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Yesus mengkehendaki kita harus mampu tetap berbuat baik terhadap orang yang jahat kepada kita dan mendoakan mereka yang juga menghina kita agar mereka mendapatkan pengampunan dan diubahkan dari kejahatannya. Inilah yang membedakan kita dengan standar mengasihi dunia.

REFLEKSI
Firman Tuhan hari ini dapat kita bawakan terhadap hubungan kita dengan sesama dan diri sendiri. Ingatlah, kasih menuntut kita harus memaafkan dan tidak melakukan pembalasan sebab orang lain mungkin melakukan kesalahan, dan musuh dalam diri kita adalah kebencian dan dendam. Ingatlah, kasih menuntut kita harus selalu mengalah untuk perdamaian karena orang lain mungkin akan memaksakan kehendaknya, dan musuh dalam diri kita adalah egoisme. Ingatlah kasih menuntut kita rela melayani sebab ada orang di luar sana yang merasa berhak bertindak sesuka hati kepada orang lain, dan musuh dalam diri kita adalah kekuasaan yang membutakan. Ingatlah, kasih menuntut kita untuk dermawan memberi, sebab ada orang di luar sana yang hanya memikirkan diri sendiri, dan musuh terbesar kita adalah perhitungan dan keraguan. (DKHL)

Evangelium Minggu 4 Set. Epiphanias, 2 Februari 2025 (Mazmur 71:1-6)

Evangelium Minggu 4 Set. Epiphanias, 2 Februari 2025 (Mazmur 71:1-6)


Evangelium Minggu 4 Set. Epiphanias, 2 Februari 2025

Ev         :             Mazmur/Psalmen 71:1-6


TUHAN ADALAH BUKIT BATU DAN PERTAHANAN KITA

JAHOWA DO PARTANOBATOAN JALA HAPORUSANTA


Pendahuluan

Perikop kali ini adalah doa permohonan Daud yang digubahnya ketika sudah berusia senja. Daud adalah salah satu tokoh Alkitab yang hidupnya sarat akan pergumulan dan pengkhianatan. Tidak tanggung-tanggung bagaimana Daud sering sekali mengalami pergumulan yang begitu tragis dan itu dicatatkan dalam Alkitab. Akan tetapi, di sisi lain, Daud merupakan salah satu tokoh Alkitab yang dikasihi oleh Allah. Tuhan begitu banyak memberikan pertolongan dalam kehidupan Daud di setiap situasi dan keadaan. Itulah mengapa banyak orang yang akhirnya merasakan iri hati, kecemburuan, terhadap apa yang Daud peroleh dalam kehidupannya. Sekarang, di masa tuanya, Daud menyadari bahwa dirinya semakin rentan dan melemah. Sangat wajar bagi Daud merasa gelisah dan ketakutan mengingat setiap pengkhianatan, permusuhan, peperangan yang telah ia lalui. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Daud yang merasakan kegelisahan itu akhirnya mendapatkan ketenangan? Mazmur ini menjadi jawabannya. Daud menyadari bahwa hidupnya tidak akan pernah lepas dari pergumulan dan kesesakan. Di dalam kesadaran inilah Daud mengambil satu langkah yang penting: Yaitu menentukan bersama siapakah ia harus melewati pergumulan dan kesesakan itu? Inilah inti khotbah minggu ini. Sebagaimana Daud yang telah mengambil komitmen, kita diajak untuk turut juga mengambil komitmen yang sama. Hidup penuh dengan pergumulan itu sudah pasti. Pertanyaannya; “Siapakah temanmu menghadapi pergumulan itu?” Firman Tuhan memberikan satu jawaban pasti melalui tema kita, Tuhan yang adalah bukit batu dan pertahanan bagi kita. Bersama Dia-lah kita harus selalu berjalan menapaki tiap-tiap perjalanan hidup yang penuh kesesakan.

Penjelasan Nas

Tuhan adalah gunung batu dan pertahanan kita. Ini menggambarkan bagaimana Allah mampu memberikan rasa aman, kepastian, dan keselamatan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Lalu bagaimanakah ciri hidup seseorang yang telah menjadikan Tuhan sebagai gunung batu dan pertahanan baginya? Dari Daud kita pelajari 3 hal:

Pertama: Mengakui kelemahan diri. Permohonan Daud dalam ayat 1-6 sangat jelas, agar dirinya tidak mendapat malu, dilepaskan dari musuh-musuhnya, dan dijauhkan dari orang fasik. Mazmur 71 secara keseluruhan memberikan alasan mengapa Daud meminta hal ini kepada Tuhan. Daud secara jujur mengakui kelemahan dirinya di masa tuanya, bahwa kekuatannya telah jauh berkurang dan menjadi terbatas jikalau Allah tidak bersamanya. Jikalau kita juga boleh jujur, tidak satupun di antara orang percaya yang mampu melewati setiap persoalan jikalau hanya mengandalkan kekuatan, kepintaran, kekayaan, kekuasaan diri sendiri. Itulah mengapa orang yang benar-benar mengimani bahwa Tuhan adalah gunung batu dan pertahanan baginya, pertama-tama akan dengan rendah hati mengakui keterbatasannya.

Kedua: Berpasrah diri. Mindset/pola pikir akan menentukan keputusan atau tindakan yang kita ambil. Itulah yang perlu kita perhatikan dari doa Daud ini. Alih-alih berfokus terhadap permasalahan dan musuhnya, Daud jauh lebih kuatir dan ketakutan jikalau Allah meninggalkannya. Pengakuannya atas kelemahan dirinya (mindset) akhirnya mendorongnya untuk berserah dan berpasrah diri kepada Tuhan (tindakan). Mari kita perhatikan, dengan mengetahui dan mengakui kelemahan serta keterbatasan diri, kita akan terdorong agar dengan rendah hati meminta tolong.

Ketiga: Senantiasa memuji Tuhan. Pujian yang tulus kepada Tuhan selalu berasal dari pikiran yang jujur dan sikap rendah hati. Itulah mengapa ciri/tanda ketiga yang dapat kita lihat dalam diri Daud adalah dirinya yang senantiasa memuji Tuhan. Kita perhatikan, dalam pujian ini Daud mengingat kembali bagaimana Allah menyertainya. Sedari kandungan dan kemudian dia lahir (ay. 6), saat masa mudanya (ay. 5), hingga masa tuanya, bagi Daud Tuhan tetaplah setia. Tuhan tidak pernah berubah dan meninggalkan dirinya. Inilah yang membuat Daud akhirnya berkomitmen teguh untuk senantiasa memuji dan memuliakan Tuhan. Firman Tuhan ini juga akhirnya mengajak kita agar kembali mengingat bagaimana Allah senantiasa turut bekerja dalam perjalanan hidup kita masing-masing. 

Refleksi:

Tidak ada manusia yang menginginkan agar dirinya hidup dalam kesusahan. Itulah mengapa selagi masih hidup dan memiliki kekuatan, kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk mengejar apa yang kita impikan. Dalam proses perjuangan itu, Firman Tuhan mengajak kita merenungkan kembali agar membawa harapan itu kepada Tuhan yang adalah gunung batu dan pertahanan kita. Untuk itu, sebagai orang percaya, Firman Tuhan mengajarkan kepada kita, mari kita akui keterbatasan kita dalam mengusahakan apa yang perlu di tengah-tengah keluarga, pekerjaan, hubungan, persekutuan. Setelah kita mau dengan rendah hati mengakuinya, mari Datang kepada-Nya memohon hikmat dan kekuatan agar dalam prosesnya kita dimampukan. (DKHL)

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 10 SET. TRINITATIS, 4 AGUSTUS 2024 “ALLAH MENURUNKAN ROTI KEHIDUPAN BAGI UMAT-NYA” Ev. Keluaran 16:2-8

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 10 SET. TRINITATIS, 4 AGUSTUS 2024 “ALLAH MENURUNKAN ROTI KEHIDUPAN BAGI UMAT-NYA” Ev. Keluaran 16:2-8

 


BAHAN EVANGELIUM MINGGU 10 SET. TRINITATIS, 4 AGUSTUS 2024

ALLAH MENURUNKAN ROTI KEHIDUPAN BAGI UMAT-NYA

Ev. Keluaran 16:2-8

Kitab Keluaran berisikan cerita tentang bagaimana Allah senantiasa setia kepada umat-Nya dalam menunjukkan kuasa dan kemuliaan-Nya. Dimulai dari Allah Mendengar jeritan bangsa Israel, memilih Musa, membebaskan bangsa itu dari perbudakan Mesir, menyertai mereka di padang gurun selama 40 tahun, memenuhi kebutuhan mereka hingga tiba pada tanah perjanjian sebagaimana janji Allah kepada Abraham. Sekaligus juga kita akan melihat dalam kisah Keluaran ini bagaimana orang Israel begitu tegar tengkuk, penuh dengan sungut-sungut, hidup di dalam ketidaksetiaan, dan jatuh ke dalam dosa. Kendati pun demikian, Allah tetap saja bermurah hati kepada bangsa itu sekalipun kadang kala dalam kisah Keluaran ini, Allah juga menunjukkan murka, amarah, rasa cemburu, bahkan hukuman yang cukup keras bagi bangsa itu. Di sinilah kita akan melihat siapa Allah yang sesungguhnya. Dia adalah Mahakasih tetapi juga penuh dengan keadilan. Dia Maha pemaaf tetapi juga mau memberi hukuman. Dia Allah yang setia sekaligus pencemburu. Apa artinya? Di dalam kasih-Nya kadang kala Allah memberikan teguran dan hukuman untuk membentuk dan menempa bangsa Israel di dalam standar hidup, etika, moralitas, dan tingkah laku yang mencerminkan umat pilihan Tuhan.

Kembali kepada konteks cerita perikop kali ini. Sekitar 2 juta orang harus dipimpin oleh Musa melewati padang gurun. Situasi Musa cukup sulit di sini. Selain karena dia adalah pemimpin tunggal, lingkungan yang mereka lalui cukup ekstrim. Panas terik di siang hari namun dingin di malam hari. Makanan, minuman, pakaian, menjadi isu yang begitu mendesak di tengah-tengah bangsa itu. Secara khusus pada perikop ini ketika bangsa Israel bersungut-sungut oleh karena rasa kelaparan. Bahkan di dalam sungut-sungutnya, mereka justru menyesali kebebasan mereka sebagai orang merdeka dan seolah memilih kembali diperbudak asalkan cukuplah makan dan minum tersedia senantiasa. Sekali lagi, di tengah-tengah komplain bangsa yang menggerutu itu, Allah tampil sebagai Maha mendengar dan Maha menyediakan. Setiap malam burung puyuh datang ke kemah untuk memberi mereka daging. Setiap pagi akan ada sesuatu yang tergeletak untuk dimakan, yang kita kenal dengan “Manna”. Di kala siang Allah memberi tiang awan agar bangsa itu tidak kepanasan, saat malam Allah memberi tiang api agar bangsa itu tidak kedinginan. Selama 40 tahun pun, baju yang mereka kenakan tidak rusak.

Kita diajak merenungkan hal ini: Tuhan yang menurunkan roti kehidupan bagi bangsa Israel juga adalah Tuhan yang sama yang akan memelihara dan memenuhi kebutuhan hidup kita. Tuhan yang memenuhi kebutuhan bangsa Israel 40 tahun lamanya dengan cara tak terduga dan begitu luar biasa, juga adalah Tuhan yang kita sembah yang akan melakukan hal yang serupa kepada kita.

Dalam terang tema “Allah menurunkan Roti Kehidupan bagi umat-Nya” kita akan merenungkan beberapa hal yang menarik:

Pertama, Bangsa yang bersungut-sungut. Tindakan orang Israel ini adalah sesuatu yang cukup menarik. Ini adalah kali ketiga mereka bersungut-sungut kepada Musa (Lih. Kel.14:10-12; 15:24). Tidak tanggung memang sungut-sungut bangsa Israel ini. Pertama mereka mengatakan “ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang” (ay.3). Secara sederhana ini dapat diterjemahkan: lebih baik kami dibunuh Tuhan di tanah Mesir setidaknya dalam keadaan kenyang daripada mati di padang gurun karena kelaparan. Alih-alih berdoa memohon belas kasihan, pertolongan, dan lawatan Allah dalam hidupnya, bangsa ini justru menyesali kebebasannya dan mendamba perbudakannya. Agaknya bangsa ini lupa bagaimana mereka merengek berteriak memohon dibebaskan (Kel.3:7). Tidak cukup sampai di situ saja, sungut-sungut mereka justru menyalahkan Musa yang telah mengeluarkan mereka. “sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh Jemaah dengan kelaparan” (ay.3). Bangsa itu memohon kepada Tuhan untuk dibebaskan, tetapi begitu Tuhan menjawab doa tersebut, mereka tidak terima dengan cara dan jalan Tuhan karena tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Kita akan belajar hal penting dari bangsa yang bersungut-sungut ini. Sering sekali ketika kita menghadapi kesulitan, kita memohon kepada Tuhan agar bekerja dan menolong kita, tetapi justru kita tidak sabar akan prosesnya. Kita selalu mencari kambing hitam atas setiap kesulitan yang kerap terjadi. Entah itu menyalahkan Tuhan, orang lain, bahkan keadaan. Untuk itu Firman Tuhan ini hendak mengajak kita, kendati pun permasalahan sedang menghimpit dan menekan, berbahagialah dan jangan bersungut-sungut, sebab Tuhan setia memberikan kekuatan dan penyertaan di dalam kemuliaan-Nya yang selalu memberikan pemenuhan atas yang kita butuhkan.

Kedua, Berkat dan Keteraturan. Sekali lagi di dalam sungut-sungut bangsa Israel yang kesekian kalinya, Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang Maha mendengar, Maha kuasa dan berlimpah kasih setia-Nya. “Menurunkan hujan roti” menjadi jawaban atas kelaparan yang dikomplain orang Israel. Akan tetapi ada kesan yang menarik dari firman Allah kepada Musa ini. “hujan roti sebanyak yang perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut hukum-Ku atau tidak” (ay.4). Tuhan memiliki maksud dengan membiarkan bangsa itu mengalami kelaparan, lalu memberikan kelimpahan. Tujuan ini semakin dipertegas di dalam Ulangan 8:2-6, “merendahkan hatimu, menguji ketaatan atas perintah Tuhan (ay.2); mengerti firman Tuhan menghidupkan (ay.3); Sadar dan insaf (ay.5); agar hidup menurut jalan Tuhan dan takut akan Tuhan (ay.6)”. Hujan Roti atau manna itu tidak akan berhenti sampai seluruh kebutuhan orang Israel terpenuhi. Tetap saja bangsa itu tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan (ay.20, 28). Saudara/i, penting sekali kita selalu menjaga hati kita agar hidup di dalam ketaatan baik dikala berkelimpahan maupun berkekurangan. Ujian Tuhan dalam cerita ini tampak dalam kedua sisi tersebut, dan bangsa Israel gagal. Mereka gagal taat dikala berkekurangan dengan menyesali pembebasannya, juga gagal dikala berkelimpahan karena keserakahan dan kebebalan. Rancangan dan kehendak Tuhan selalu mengarahkan kita pada tujuan hidup yang jelas sebagaimana yang dijabarkan dalam Ulangan 8:2-6.

Ketiga, Puyuh dan Manna: Kesetiaan Tuhan. …Tuhan yang memberi kamu makan daging pada waktu petang dan makan roti sampai kenyang pada waktu pagi karena Tuhan mendengar ….” (ay.8). Musa kembali menegaskan kepada bangsa itu bahwa Allah telah mendengarkan sungut-sungut yang disampaikan bangsa itu. Penegasan ini disampaikan setelah Musa menjelaskan aturan dan tata tertib “manna” itu. Kita perhatikan “Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu; … bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari …….. memasak ….” (ay.4-5). Pertama, tiap-tiap hari menegaskan kesetiaan Allah yang tidak pernah putus-putusnya. Selama 40 tahun sampai mereka tiba di negeri yang berlimpah susu dan madunya, Allah setia memberkati dan mencukupkan kebutuhuhan bangsa itu setiap hari. Bangsa itu keluar dan memungut, berkat Tuhan memang senantiasa diberikan setiap hari. Tetapi penting sekali kita memahami berkat itu harus disambut dengan tindakan kita. Sebagaimana bangsa itu harus keluar dan memungut manna, demikian juga kita harus “menjemput” berkat Tuhan itu dengan keluar dan bekerja. Berkat Tuhan tidak mengajak kita untuk menjadi pemalas yang manja, melainkan mengajak kita untuk bekerja dan bertindak. Berkat itu sudah ada, dan senantiasa Tuhan berikan setiap hari. Pertanyaannya, maukah kita dengan giat, tulus, dan taat menyambutnya dengan keluar dan bekerja?
BAHAN EVANGELIUM MINGGU 5 SET. TRINITATIS, 30 JUNI 2024  “IMAN YANG MENYEMBUHKAN” Ep. Markus 5:21-43

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 5 SET. TRINITATIS, 30 JUNI 2024 “IMAN YANG MENYEMBUHKAN” Ep. Markus 5:21-43

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 5 SET. TRINITATIS, 30 JUNI 2024

“IMAN YANG MENYEMBUHKAN”

Ev. Markus 5:21-43

PENDAHULUAN

Dalam nas khotbah yang menjadi perenungan di minggu 5 setelah Trinitatis ini, kita akan melihat ada dua kejadian dalam satu runtutan waktu. Ketika Yesus hendak pergi ke rumah Yairus, seorang perempuan yang mengalami penyakit pendarahan mengalami kesembuhan tepat setelah dia mengimani dengan teguh bahwa ketika dirinya cukup menyentuh jubah Yesus, maka dia akan sembuh (ay.28). Benarlah terjadi seperti yang dia imani itu. Lalu apa kata Yesus? Iman perempuan itu lah yang menyelamatkan dan memberikan kesembuhan baginya (ay.34). Setelah itu dilanjutkan kembali dengan peristiwa Yairus yang memohon pertolongan. Jikalau ada di posisi Yairus barangkali kita bisa merasakan betapa besar kekuatiran, ketakutan, kegelisahan yang dialami oleh kepala rumah ibadat ini. Dia mengetahui bahwa anak perempuannya sakit dan hampir mati (ay.23). Melihat situasi saat itu yang digambarkan berdesak-desakan, boleh jadi kita bayangkan bahwa jalan mereka sangat lambat. Ditambah lagi ketika mereka harus berhenti karena Yesus menyadari ada kekuatan yang keluar dari tubuh-Nya. Benar saja, tepat ketika sampai orang-orang memberikan kabar dukacita yang begitu menyakitkan. Anak perempuannya sudah mati. Bahkan, orang-orang sudah berkumpul di sana meratap dengan suara nyaring. Secara manusiawi tidak bisa digambarkan bagaimana peliknya duka mendalam yang harus dirasakan hati Yairus. Tetapi ketika Yesus mengatakan “jangan takut, percaya saja”, Yairus digambarkan tidak memberikan respon apa-apa terhadap berita itu. Berarti hatinya benar-benar yakin terhadap perkataan Yesus dan memilih tetap menjaga harapan dan imannya kepada Kristus yang ajaib itu.

PENJELASAN NAS

Dalam terang tema kuasa iman yang menyembuhkan, ada beberapa hal penting menjadi perefleksian kita:

Pertama, Kuasa Tuhan oleh iman tidak memandang status. Dalam dua rangkaian kejadian yang boleh digambarkan perikop ini, kita akan melihat dua orang yang benar-benar berbeda secara status sosial. Di satu sisi, ada seorang laki-laki, kepala rumah ibadat pula. Memiliki status sosial yang cukup tinggi di dalam relasi sosial orang-orang Yahudi. Di satu sisi, seorang perempuan yang mengalami penyakit pendarahan. Dalam status sosial jika dibandingkan dengan Yairus tadi cukup timpang keberadaan mereka dalam kemasyarakatan pada saat itu. Peristiwa ini hendak memperlihatkan bahwa pengalaman rohani dalam merasakan dan mengalami Tuhan dalam hidup keberimanan itu tidak pernah ditentukan oleh status dan kekayaan. Semua itu hanya oleh iman. Iman lah yang menyelamatkan, iman juga yang menyembuhkan dan iman jugalah yang memberikan keselamatan/kehidupan.

Kedua, Iman yang menyembuhkan perlu proses. Setidaknya dari dua kejadian yang terjadi, Yairus harus melewati kerumunan yang berdesak-desakan. Sang Perempuan lebih sulit lagi. Menanti 12 tahun, harta sudah banyak habis, penyakit semakin parah. Tetapi pada akhirnya kehadiran Yesus memberikan solusi dan keajaiban bagi mereka. Apa yang menarik? Baik cepat atau lambat, sebentar atau lama, semua itu adalah proses. Dibutuhkan kesabaran sebab memang hidup di dalam Kristus menjamin hidup tanpa masalah dan selalu berjalan mulus. Antara Yairus dan Perempuan yang sakit, mereka mengalami tantangan dan proses masing-masing. Tetapi respon keduanya tetap sabar dan teguh dalam keberimanannya. Yang paling menarik, tak tergambar lagi seharusnya bagaimana keputusasaan perempuan yang sakit pendarahan itu. Tetapi dalam prosesnya, di sini yang terpenting. Perjumpaan dengan Yesus selalu membawa sukacita dan damai sejahtera.

            Lalu, yang menjadi pertanyaannya adalah: apa yang harus kita lakukan untuk bisa merasakan kuasa iman yang menyembuhkan?

Pertama: Tanggalkan semuanya dan rendah hatilah. Dari Yairus kita belajar bahwa popularitas, kuasa, dan jabatan tidak menjamin kita bisa lepas dari keputusasaan. Dia yang dihormati, datang dan bersungkur di depan kaki Yesus. Perempuan yang sakit pendarahan pun demikian. Sadar akan keterbatasan dan penyakitnya, di dalam iman dia berseru asal menyentuh jubah saja, aku sembuh. Saudara/i, inilah adalah wujud dari sikap rendah hati. Mengapa ini penting? Sebab sikap ini menjadi langkah pertama kita mengakui bahwa kita tidak sanggup tanpa Yesus. Pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan kita sebagai manusia itulah yang meneguhkan iman kita datang kepada Tuhan, berseru memohon iman yang memulihkan itu. Kita perhatikan, iman yang menyembuhkan, tidak hanya berbicara tentang kesembuhan sakit-penyakit, tetapi juga kesembuhan hubungan dengan diri sendiri dan kepada Tuhan. Tidak hanya berbicara tentang kebangkitan dari kematian, tetapi juga berbicara tentang hidupnya kembali harapan di tengah-tengah pergumulan.

Kedua: Percayalah, Jangan Takut. Imanmu menyelamatkan. Hidup memang selalu memberikan dinamika, kejutan, yang kadang kala membuat kita begitu bahagia, tapi di satu sisi membuat kita begitu bersusah hati. Tetapi melalui cerita ini, seberapa lamapun penantian kita akan harapan, doa, cita-cita, kita diajak mari senantiasa mencari Tuhan. Tetap dan teguhlah dalam kesabaran untuk menanti Dia sang sumber kelegaan. Jangan takut. Percaya saja sebab imanmu menyelamatkanmu. Hari-hari memang berat, pekerjaan juga kadang memberikan tekanan hebat. Belum lagi dalam hubungan, keluarga, keuangan, dan hal lainnya memberikan rasa kecewa yang dahsyat. Tetapi, bertahanlah di pergumulan yang sesaat lamanya ini. Buah iman selalu manis. Untuk itu, bertahanlah sesaat lamanya. Allah akan meneguhkan, memperlengkapi, dan menguatkan kita menghadapi semuanya.

REFLEKSI

Iman bukan sekadar keyakinan intelektual, tetapi sebuah sikap hati yang mengakui keterbatasan diri dan bergantung sepenuhnya kepada kuasa Allah. Iman juga bukanlah proses instan, tetapi sering kali melibatkan perjalanan dan proses yang penuh tantangan. Melalui ini, kita diingatkan untuk senantiasa bertekun dan bersabar menanti jawaban dan penyataan dari rencana Tuhan. Bahan ini hendak mengajak kita yang percaya untuk hidup dalam ketergantungan dan ketaatan kepada Kristus dalam segala situasi. Ketika kita mengalami pergumulan, ketakutan, atau keputusasaan, kita dipanggil untuk tidak menyerah kepada keadaan, tetapi untuk tetap percaya bahwa iman yang teguh akan membawa penyembuhan, penghiburan, dan pengharapan yang baru dalam hidup kita.

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 10 SET. TRINITATIS MENJADI BERKAT DI DALAM TUHAN KEJADIAN 39:1-5

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 10 SET. TRINITATIS MENJADI BERKAT DI DALAM TUHAN KEJADIAN 39:1-5

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 10 SET. TRINITATIS

MENJADI BERKAT DI DALAM TUHAN

KEJADIAN 39:1-5

PENDAHULUAN

Ada banyak sekali bentuk-bentuk berkat yang dapat kita jumpai di tengah-tengah kehidupan ini. Berkat-berkat tersebut tidak hanya berbentuk materi, tetapi juga bisa melalui pekerjaan, kesehatan, keluarga, dan setiap hal yang membuat kita mampu melihat kasih Tuhan sehingga kita mampu untuk senantiasa mengucap syukur kepada Tuhan. Pada kesempatan kali ini kita hendak belajar dari tokoh Yusuf. Seseorang yang diberkati oleh Tuhan, yang memiliki perjalanan hidup yang sangat rumit. Ia dijual kepada saudagar Mesir oleh saudara-saudaranya, kematiannya dipalsukan, dan ia pada akhirnya menjadi budak di tanah Mesir. Tidak cukup sampai di sana, ketika dia menjadi budak, ia dituduh oleh isteri Potifar dengan mengatakan Yusuf ingin memperkosanya, pada akhirnya ia dipenjara karena tuduhan yang dilontarkan kepadanya. Begitu pahitnya kisah Yusuf ini, di mana semua kejadian-kejadian itu dia alami dalam runtutan cerita yang berurutan. Akan tetapi pada akhirnya, dalam perjalanan panjang kehidupan Yusuf yang penuh tantangan, pergumulan, penderitaan dan kesesakan itu, ia dipakai oleh Tuhan menjadi berkat bagi bangsa Mesir. Ia diangkat menjadi penguasa di sana. Lalu saat bencana kelaparan panjang menimpa seluruh negeri, Yusuf dipakai oleh Tuhan untuk menyelamatkan krisis pangan dan kelaparan di Mesir, bahkan menyelamatkan keluarganya (ayahnya dan saudara-saudaranya yang telah menjual dia).

Dua pelajaran penting yang kita dapatkan dari cerita Yusuf ini adalah: Pertama, Allah sanggup menggunakan segala situasi manusia, baik suka maupun duka untuk menyatakan kasih dan berkat Allah. Kedua, jangan terlalu cepat menyerah dengan situasi apapun. Tuhan mampu mengubahkan hidup kita.

PENJELASAN NATS

Yusuf telah dipakai Tuhan menjadi berkat meski di situasi paling terpuruk sekalipun. Pertanyaannya, mengapa Yusuf dapat menjadi berkat di tanah Mesir?

Pertama, Sebab ia Disertai oleh Tuhan. Pada ayat 2 jelas dikatakan bahwa Tuhan Allah menyertai Yusuf dan membuat berhasil segala pekerjaan tangan yang ia kerjakan. Inilah yang menjadi alasan pertama mengapa Yusuf begitu berhasil dan berjaya di tanah Mesir, meski itu bukanlah tempat dia berasal. Meski konteks keseluruhan Mesir sangat berbeda dengan kampung halamannya, dan statusnya sebagai budak di negeri orang sebenarnya membuat situasi Yusuf sangat sulit. Akan tetapi ia tetap mampu menjadi berkat sebab Allah senantiasa menyertai dia dan berjalan bersama-sama dengan dia. Kita lihat tidak hanya Yusuf dan pekerjaannya yang diberkati oleh Tuhan, tetapi juga di ayat 5 dikatakan bahwa rumah, segala yang dimiliki oleh Potifar juga diberkati oleh Tuhan, sehingga Potifar menyadari bahwa Yusuf benar-benar disertai oleh Tuhan (ay. 3). Poin penting yang harus kita pegang dan imani adalah: Jikalau Tuhan sudah menyertai, pasti Tuhan akan memberkati. Libatkan dan Andalkan Tuhan, dan bergantunglah kepada Tuhan, maka kita akan menjadi berkat juga bagi sesama.

Kedua, Sebab Yusuf Rajin dan Tekun. Situasi Yusuf sudah berada di titik terendah sebenarnya. Ia menjadi budak, yang pada zaman itu ketika menjadi budak, ia telah kehilangan hak nya sebagai manusia seutuhnya. Tetapi tetap saja, Yusuf di tengah-tengah situasi itu bekerja dengan sangat baik sehingga Potifar memberikan dia kuasa atas segala rumah nya dan atas segala yang dimilikinya kepada Yusuf, termasuk ladang-ladangnya. Ini merupakan suatu pekerjaan yang sangat terhormat sebenarnya bagi seorang budak. Memang saat di rumah ayahnya pun, meski ia memiliki banyak saudara yang jauh lebih tua, dia sudah biasa menggembalakan kambing domba (Kej. 37:2). Jadi mental kerajinan dan juga ketekunan Yusuf sudah terbentuk sedari kecil di dalam rumah nya. Poin penting yang kita lihat dari sosok Yusuf ini adalah konsep oraet la bora. Berdoa sambil bekerja. Tidak akan ada berkat yang dirasakan oleh orang-orang yang hanya tidur, menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak berguna dan hidup dalam kemalasan.

Ketiga, Sebab ia memiliki moral yang baik dan teruji. Selain Yusuf disertai oleh Tuhan dan juga dia adalah pribadi yang rajin, Yusuf juga adalah pribadi yang memiliki moral yang sangat baik. Dari ayat 5-6 kita bisa melihat bahwa Yusuf menjadi tangan kanan Potifar, orang yang paling dipercayai oleh Potifar. Tetapi di tengah-tengah kekuasaan yang diberikan kepadanya di rumah itu, ia tetap rendah hati dan tidak menyelewengkan kekuasaannya. Yusuf juga adalah pribadi yang taat. Hidup dalam penyertaan Tuhan, adalah hidup yang taat. Yusuf taat dan benar-benar takut akan Tuhan dalam situasi apapun. Bahkan ketika isteri Potifar menggodanya, ia tetap teguh dalam kebenaran. Yusuf luar biasa dalam rohani nya, luar biasa dalam attitude nya, dan luar biasa dalam mengerjakan pekerjaannya. Inilah kunci untuk merasakan berkat Tuhan.

Kempat, Sebab Yusuf dapat dipercaya. Ayat 5-6 menegaskan bahwa Yusuf adalah pribadi yang dapat dipercaya sehingga Potifar dengan senang hati mempercayakan segala hartanya kepada Yusuf. Inilah menjadi poin penting terakhir mengapa Yusuf dapat menjadi berkat di dalam Tuhan. Bahkan di dalam dunia pekerjaan sekarang, sikap ini menjadi poin paling utama yang harus dimiliki oleh calon pekerja. Di rumah tangga sekalipun, inilah salah satu pondasi kuat perumahtanggaan. Pertanyaannya, apakah suami masih dapat dipercaya oleh isteri dan anak? Apakah isteri masih dapat dipercaya oleh suami dan anak? Apakah anak masih dapat dipercaya oleh orang tuanya? Berkaca dari Yusuf, orang yang takut akan Tuhan, orang yang sadar hidupnya adalah di dalam penyertaan Tuhan, maka ia akan menjadi orang yang bisa dipercaya.

REFLEKSI

Yusuf, seorang budak belian, kelak menjadi pemimipin bangsa Mesir, dan akan menjadi penyelamat bangsa itu beserta keluarganya dari bencana kelaparan. Yusuf menjadi berkat di dalam Tuhan, sebab ia benar-benar mau hidup di dalam Tuhan. Jadi, kita sudah mendapatkan kunci untuk menjadi berkat di dalam Tuhan, yaitu: Pertama, Hidup taat dan takut akan Tuhan. Kedua, memiliki attitude yang baik sebagai buah ketaatan itu. Ketiga, bekerja dengan rajin dan tekun, dapat dipercaya, selalu rendah hati, selalu melakukan pekerjaan dengan setulus hati dan sebaik-baiknya. Iman yang teguh+takut akan Tuhan+rajin bekerja = BERKAT TUHAN DAN PENYERTAAN TUHAN.
BAHAN EVANGELIUM MINGGU 9 SET. TRINITATIS MAKANAN DAN MINUMAN ADALAH PEMBERIAN ALLAH MATIUS 14:13-21

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 9 SET. TRINITATIS MAKANAN DAN MINUMAN ADALAH PEMBERIAN ALLAH MATIUS 14:13-21

BAHAN EVANGELIUM MINGGU 9 SET. TRINITATIS

MAKANAN DAN MINUMAN ADALAH PEMBERIAN ALLAH

MATIUS 14:13-21

PENDAHULUAN

Dalam rangkaian cerita perikop ini, kita akan melihat bagaimana perjalanan Yesus dengan para Murid dan kita juga akan menemukan satu karya dan mujizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus kepada orang-orang yang mencari Dia. Mujizat itu menjadi satu peristiwa yang sering diajarkan kepada kita di saat Sekolah Minggu, yaitu Yesus memberi makan lima ribu orang. Bahkan cerita tentang Yesus yang satu ini sampai dijadikan lagu anak-anak Sekolah Minggu untuk menceritakan betapa luar biasanya Kuasa Yesus. Hanya dengan lima roti dan dua ikan yang dimiliki oleh mereka, itu kemudian dibawa ke hadapan Yesus untuk diberkati dan didoakan, lalu kemudian makanan dibagikan kepada lima ribu orang laki-laki – perempuan dan anak-anak tidak termasuk ke dalam hitungan – agar mereka makan, dan makanan itu bersisa 12 bakul. Tema kali ini adalah “Makanan dan Minuman adalah Pemberian Allah”. Melalui cerita Yesus ini, kita akan melihat bagaimana Allah adalah Allah yang memelihara dan mengerti apa yang dibutuhkan oleh manusia. Allah adalah Allah yang maha menyediakan dan memberkati manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari, terutama kebutuhan pokok kita untuk menjalani kehidupan kita.

PENJELASAN NATS

Penekanan dalam perikop kita kali ini di minggu 9 set. Trinitatis ini adalah bahwa Tuhan adalah sumber segala berkat dan kasih karunia, dan Tuhan adalah sumber dari pemenuhan kebutuhan hidup yang kita terima hingga saat ini. Kita perhatikan:

Ayat 13-14. Yesus sebenarnya berniat untuk mengambil waktu untuk menyendiri ke suatu tempat yang sunyi dan jauh dari keramaian dan menyingkir setelah mengetahui tentang pikiran Herodes yang mengira Yesus adalah Yohanes Pembaptis yang telah bangkit dari kematian. Namun orang banyak mengetahui tujuan Yesus dan mengikuti dia mengambil jalan darat. Maka ketika Yesus melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan sehingga Yesus menyembuhkan mereka yang sakit dan mengajar mereka tentang kerajaan Allah (Mat. 14:14; bnd. Mrk. 6:34; Luk. 9:11). Kita perhatikan, belas kasihan Yesus melihat orang banyak yang menemui dia seperti domba yang tidak memiliki gembala (Mrk. 6:34) merupakan bentuk kasih Allah untuk memelihara dan memedulikan umat-Nya. Belas kasihan Allah menjadi dasar atas berkat dan anugerah yang diterima oleh manusia, meski manusia sering mendukakan hati Allah. Karena begitu besar kasih Allah (Yoh. 3:16), maka Allah menganugerahkan kehidupan dan keselamatan kepada Manusia. Belas kasihan Yesus sebagai Gembala yang Baik mendorong Yesus untuk memberikan pemenuhan kebutuhan bagi domba-dombanya. Kasih Allah yang dilakonkan oleh Yesus menegaskan bahwa Allah adalah sumber segala berkat dan kasih karunia, termasuk kebutuhan pokok yang telah kita terima disepanjang kehidupan kita.

Ayat 15-18. Oleh belas kasihan Kristus kepada orang banyak, maka Yesus memberikan pelayanan kesembuhan bagi yang sakit, memberikan pengajaran yang benar tentang Kerajaan Allah, Yesus juga memberikan orang banyak itu makan karena hari sudah mulai malam. Ada dua hal yang harus kita perhatikan, pertama, respon para murid. Ketika Yesus mengatakan agar mereka memberi orang banyak itu makan, para murid merasa tidak sanggup sebab melihat jumlah orang yang sangat banyak itu sehingga mengatakan kepada Yesus untuk menyuruh mereka pergi mencari makanan dan penginapan bagi mereka. Respon para murid (ay. 15+17) menggambarkan bagaimana rasa kuatir manusia dalam menghadapi pergumulan yang kita rasa sangat besar. Ada rasa kuatir dan takut dalam menghadapi pergumulan. Maka, hal kedua yang kita lihat dalam dialog ayat 15-18 adalah jawaban Yesus atas perkataan para Murid. Jawaban Yesus di ayat 18 “bawalah kepada-Ku” menegaskan agar setiap permasalahan yang kita hadapi di tengah-tengah kehidupan ini kita bawa kepada Tuhan, menyerahkannya kepada Tuhan dan mengizinkan Tuhan turut bekerja. “marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat” (Mat. 11:28).

Ayat 19-21. Pada saat Yesus mengucap berkat dan memecahkan roti, Yesus memberikannya kepada para murid, lalu merekalah yang membagi-bagikan roti itu kepada orang banyak. Kita perhatikan, Allah adalah sumber berkat, tetapi manusia menjadi alat penyalur berkat. Cara Yesus yang melibatkan para murid setelah Yesus memberkati makanan itu merupakan suatu panggilan bagi kita bahwa yang Allah kehendaki adalah, sebagai orang yang telah diselamatkan ktia harus terlibat dalam pekerjaan kasih Allah. Kita dipanggil untuk menyatakan kasih Allah di tengah-tengah dunia ini kepada sesama kita. Yesus ingin mengajarkan kepada para murid dan kepada kita juga tentang bagaimana seharusnya kita hidup dalam pimpinan kasih Tuhan. Memiliki rasa simpati dan empati dan mendorong sikap yang mau menolong. Untuk itu kita sebagai orang percaya diingatkan kembali, bahwa Allah adalah sumber berkat, tetapi kita adalah alat penyalur berkat.

APLIKASI

Makanan dan minuman adalah pemberian Allah. Kehidupan dan keselamatan adalah pemberian (anugerah) Allah. Melalui nats ini kita diingatkan, segala sesuatu yang kita terima adalah wujud kasih dan pemeliharaan Allah. Bahwa Dia lah sumber segala berkat dan rahmat. Bahwa oleh kasih-Nya kita dibawa kepada pengenalan akan Allah yang benar, pemulihan dari permasalahan dan pergumulan, pemeliharaan Allah atas kehidupan kita. Untuk itu datanglah kepada Allah Sang Sumber segala sesuatu. Serahkanlah segala kuatirmu, dan biarkan Allah turut bekerja. Untuk itu, sebagai orang-orang yang telah mengecap, menerima dan melihat kasih Allah, marilah menjadi penyalur berkat bagi sesama, hiduplah dalam kasih yang saling menolong, membantu, menopang baik dalam keluarga, pekerjaan, lingkungan sosial dan persekutuan Gereja. Kasih Kristus menyertai kita.

BAHAN EVANGELIUM 8. SET TRINITATIS ALLAH YANG MENYERTAI DAN MELINDUNGI EV. KEJADIAN 28:10-22

BAHAN EVANGELIUM 8. SET TRINITATIS ALLAH YANG MENYERTAI DAN MELINDUNGI EV. KEJADIAN 28:10-22

BAHAN EVANGELIUM 8. SET TRINITATIS

ALLAH YANG MENYERTAI DAN MELINDUNGI

EV. KEJADIAN 28:10-22

PENDAHULUAN

Perikop yang kita baca ini merupakan cerita tentang perjalanan Yakub menuju rumah Laban saudara ibu Yakub dan di tengah-tengah perjalanan ini, Yakub bertemu dengan Allah melalui mimpinya di Betel. Dalam Perjanjian Lama, Allah memang sering berkomunikasi secara langsung kepada umat-Nya, baik melalui theopani di mana Allah menunjukkan diri-Nya melalui beragam cara seperti tanda-tanda alam, dapat juga melalui mimpi seperti yang Allah lakukan kepada Yakub ini, dan berbicara melalui para nabi dan orang-orang pilihan-Nya untuk menyampaikan pesannya. Dalam Perjanjian Baru hingga saat ini, kita pun tetap dapat berkomunikasi dengan Allah melalui doa-doa kita. Di dalam doa dan peribadahanlah kita dapat berjumpa dengan Allah dalam persekutuan iman dan Roh. Allah yang mau mendengar, Allah yang mau dijangkau di dalam doa, menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang menyertai dan melindungi. Oleh karena itu, bersama dengan Allah yang menyertai dan melindungi, kita sebagai orang percaya seharusnya dikuatkan, diyakinkan dan dimampukan untuk menjalani kehidupan ini meski penuh tantangan dan pergumulan.

PENJELASAN NATS

Untuk memahami tema ini, kita akan membagi cerita Yakub ini menjadi tiga bagian yang perlu kita renungkan bagaimana Allah menyertai dan melindungi Yakub.

Pertama, ayat 10-12. Pada ayat 10-12 kita akan melihat bagaimana perjalanan Yakub yang ia lakukan untuk mencari isteri baginya, sesuai dengan yang dimintakan oleh Ishak. Ia pergi untuk menjumpai Laban, saudara ibunya ke Padan-Aram dan menjadikan anak Laban sebagai isterinya (28:1-2). Sebagaimana perjalanan Yakub memiliki tujuan dan harapan, demikian sebenarnya perjalanan hidup kita setiap hari. Kita pasti memiliki tujuan dan harapan hidup dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari. Tidak ada manusia yang tidak memiliki tujuan dan harapan hidup. Pasti ada cita-cita, harapan, impian, target yang telah direncanakan untuk dicapai. Untuk itu, dalam menjalani hidup ini, kita sebagai orang percaya dipanggil untuk tetap hidup dalam penuh pengharapan sebab Allah yang kita sembah akan menyertai dan melindungi serta turut campur tangan disetiap detik perjalanan kehidupan kita.

Kedua, ayat 13-15. Pada ayat ini kita akan melihat Allah menyatakan janji-Nya kepada Yakub melalui mimpi Yakub saat ia beristirahat. Janji Allah itu meliputi tiga hal; pertama, tanah tempat ia berbaring akan diberikan Allah (ay. 13). Kedua, Allah berjanji akan memberikannya keturunan yang banyak, dan dari keturunannya semua kaum mendapat berkat (ay. 14). Ketiga, Allah akan menyertai, melindungi dan tidak akan meninggalkan Yakub dan akan melakukan apa yang telah Allah janjikan (Ay.15). Allah yang memberkati Yakub itu, itulah juga Allah yang kita sembah yang juga akan menyertai, melindungi dan tidak akan pernah meninggalkan kita. Benar bahwa di dunia ini ada banyak pergumulan, persoalan dan permasalahan. Tetapi Allah telah berjanji dan ayat 15 juga mengatakan Allah tidak akan pernah lalai dalam menepati janji-Nya. Pertanyaannya, sudahkah kita mau hidup memercayai janji Tuhan itu dengan sungguh-sungguh? Sudah kah kita berserah penuh kepada Allah yang menyertai dan menjaga itu?

Ketiga, Ayat 16-22. Dalam ayat ini kita akan melihat bagaimana Yakub merespon janji Tuhan yang dinyatakan padanya melalui mimpinya. Kita akan melihat ada 3 respon yang diberikan oleh Yakub. Pertama, ia mengakui keberadaan dan kehadiran Tuhan itu nyata (ay. 16). Kedua, ia bersikap tunduk, hormat dan takut akan Tuhan serta memuji kebesaran Tuhan (ay. 17). Ketiga, Yakub bernazar akan mendirikan Rumah Tuhan, dan ia akan selalu memberi persembahan sepersepuluh dari apa yang ia terima kepada Tuhan. Kita perhatikan, Yakub memberi respon ungkapan syukur atas janji dan berkat Tuhan dalam dirinya. Respon inilah yang sering lalai dilakukan oleh manusia di dalam perjalanan hidupnya, apalagi ketika menghadapi permasalahan. Kita sering sekali mempertanyakan keberadaan dan kuasa Tuhan dalam hidup kita. Kita sangat sulit untuk memuji kebesaran Tuhan di dalam kehidupan kita. Dan, kita sering sekali perhitungan dalam memberikan persembahan syukur kita kepada Tuhan atas berkat yang telah kita terima. Kita kali ini belajar dari Yakub, bahwa Yakub jelas mengakui Tuhan dalam hidupnya bahwa Ia menyertai dan menjaga, Yakub juga takjub, takut, tunduk dan hormat kepada Allah pemelihara itu, dan Yakub juga memuji Tuhan serta mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas berkat yang ia rasakan. Inilah yang seharusnya kita lakukan sebagai orang-orang yang mengaku percaya kepada Tuhan.

REFLEKSI

Hidup ini adalah hidup yang penuh perjuangan. Hidup ini adalah hidup yang selalu berjalan, bukan stagnan. Respon Yakub di ayat 20 dijawab oleh Tuhan pada Kejadian pasal 35. Dari sini kita melihat, bahwa Allah benar-benar memberkati perjalanan Yakub. Allah benar-benar mencukupkan kebutuhan hidup Yakub. Allah benar-benar menjaga dan menyertai perjalanan Yakub hingga sampai ke rumah Laban, dan ia juga mendapatkan isteri dari anak-anak Laban sesuai yang diminta oleh Ishak kepadanya. Semua harapan yang disampaikan Yakub kepada Tuhan, pada waktunya Tuhan berikan dan Tuhan jawab. Jadi nyatalah bahwa Allah itu adalah Allah yang memelihara, menyertai dan menjaga kehidupan setiap umat-Nya yang percaya dengan sungguh-sungguh, dan berserah diri penuh. Apa lagi yang membuat kita ragu untuk benar-benar mengandalkan Tuhan dalam kehidupan kita? Buanglah segala keraguan itu, serahkan lah segala hidupmu kepada Tuhan sang pemelihara dan yang menyertai serta menjaga kita selalu. Terpujilah Tuhan.

Minggu, 23 JULI 2023 "BERIMAN DAN BERTUMBUH DI DALAM TUHAN" Ev. MATIUS 13:31-35

Minggu, 23 JULI 2023 "BERIMAN DAN BERTUMBUH DI DALAM TUHAN" Ev. MATIUS 13:31-35


 Minggu, 23 JULI 2023

BERIMAN DAN BERTUMBUH DI DALAM TUHAN

MATIUS 13:31-35

PENDAHULUAN

Sudah menjadi hal yang lumrah tampaknya bagi setiap manusia tidak terlalu memperhatikan sesuatu hal yang kecil. Sering kita takjub tentang hal-hal yang sangat besar. Anggap saja seperti kita kagum dengan aristektur bangunan yang menjulang tinggi, patung yang megah, dan contoh lainnya. Sebab memang pada kenyataannya, kata “kecil” sering sekali diidentikkan dengan ketidakberdayaan, bukan sesuatu yang penting, sering pula disamakan dengan sesuatu yang lemah. Perikop kali ini adalah satu dari sekian banyak perumpamaan yang diberikan oleh Yesus ketika mengajarkan tentang kebenaran kepada orang-orang yang Yesus layani. Perumpamaan yang dipakai oleh Yesus ini bertujuan agar orang-orang dapat memahami ajaran Yesus sebab Yesus mengambil sesuatu yang sangat dekat dengan kehidupan mereka. Biji sesawi dan ragi adalah dua benda yang sangat kecil, yang sering digunakan oleh orang-orang, tetapi tidak terlalu diperhatikan bahkan tidak terlalu dipikirkan. Tetapi melalui perikop ini, sesuatu yang sangat kecil yang sering kita abaikan, justru itu yang dipakai oleh Yesus untuk menjelaskan tentang Kerajaan Sorga.

PENJELASAN NATS

Tema yang diberikan atas perikop evangelium kali ini adalah “Beriman dan Bertumbuh di dalam Tuhan”. Apa yang dapat kita pelajari dari biji sesawi dan juga ragi yang digunakan Yesus sebagai perumpamaan-Nya?

Pertama, Menggambarkan Hubungan dengan Tuhan. Jikalau kita renungkan lebih dalam, ketika Yesus menggunakan perumpamaan tentang biji sesaawi dan ragi, Yesus menjelaskan biji itu ditaburkan di ladang (ay. 31) dan ragi yang diadukkan dalam adonan tepung (ay. 33). Mengapa demikian? Sebab pada kenyataannya, biji sesawi tidak akan ada artinya tanpa ditanami ke tanah, dan ragi tidak akan ada artinya jikalau tidak dimasukkan ke dalam adonan. Kaitan dengan tema kali ini “beriman dan bertumbuh” berarti seperti biji sawi yang harus ditanami, dan ragi yang harus dimasukkan ke adonan, demikian juga sebenarnya kehidupan orang percaya. Adalah mustahil seseorang hanya mengetahui firman Tuhan tetapi tidak hidup dalam Tuhan. Ia tidak akan beriman dan bertumbuh dengan sungguh di dalam Tuhan. Perumpamaan biji sesawi dan ragi roti ini menggambarkan betapa pentingnya dan perlunya membangun hubungan yang erat dan intim di dalam Tuhan. Sebab jikalau tidak hidup di dalam Tuhan, maka mustahil iman kita akan bertumbuh.

Kedua, Menggambarkan pentingnya hidup kita. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa manusia sering sekali mengabaikan hal-hal yang kecil, tidak demikian hal nya dengan Tuhan. Tuhan benar-benar memperhatikan dan mengetahui setiap detail terkecil dalam hidup kita. Bahkan Allah tahu helai rambut di kepala kita (Luk. 12:6-7). Sering sekali dalam kehidupan ini kita merasa kecil sekali. Kita menganggap diri tidak berguna, kita menganggap kita tidak memiliki kemampuan dan tidak percaya kepada diri sendiri sehingga membuat kita sangat sulit besyukur. Melalui perikop ini kita diingatkan, bahwa manusia memiliki potensi yang Tuhan berikan kepada setiap orang. Biji sawi yang kecil dapat menjadi sayuran yang besar. Ragi yang kecil dapat membuat seluruh adonan tepung mengembang dan menjadi roti. Demikian juga manusia. Ada potensi yang diberikan oleh Allah yang harus kita kembangkan, kita latih dan kita syukuri agar kita pergunakan. Yesus ingin mengingatkan bahwa hidup setiap manusia itu sangat penting dan berharga.

Ketiga, Menggambarkan Hidup dan bertumbuh dalam Tuhan adalah Proses. Biji Sesawi agar dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan sayuran yang baik, memerlukan proses dan tahapan. Biji tidak hanya sekedar ditanam begitu saja. Sebelum di tanam, tanah harus dipastikan agar gembur, lalu kemudian setelah ditanam harus dijaga dan dirawat dengan menyiram air, membersihkan ilalang dan rumput liar, memberikan pupuk, memberikan pembasmi hama, dan butuh waktu agar berproses menjadi sayur yang dapat di makan. Begitu juga dengan ragi, setelah adonan dimasukkan ragi, harus dipastikan adonan dibuat menjadi kalis dengan cara ditekan, ditumbuk, diaduk, bahkan dibanting, lalu kemudian didiamkan sejenak untuk menghasilkan roti yang enak. Demikianlah hidup di dalam Tuhan. Kita senantiasa diproses dan dibentuk agar semakin dewasa secara iman melalui perjalanan hidup kita, baik dalam suka maupun dalam pergumulan. Dengan mengetahui hidup ini adalah hidup yang berproses, kita diajak untuk mensyukuri setiap proses kehidupan kita, menjalani proses itu di dalam dan dengan pertolongan Tuhan, sehingga seperti biji sesawi dan ragi yang kecil itu, kita akan memiliki hidup yang bertumbuh, berkembang dan mampu memberikan pengaruh yang positif kepada setiap orang sebab hidup dalam Tuhan.

REFLEKSI

Ternyata, begitulah berharganya dan pentingnya kehidupan manusia itu bagi Tuhan sang pencipta dan pemberi kehidupan. Meski manusia sendiri sering menganggap hidupnya tidak berharga sebab berbagai pergumulan dan permasalahan sehingga membuat kita mau melupakan Tuhan dan tidak bersyukur, kita diingatkan betapa Tuhan mengasihi dan mencintai kita. Hidup beriman dan bertumbuh di dalam Tuhan mengajak kita untuk merenungkan kembali, betapa Tuhan memiliki suatu rencana di dalam hidup kita yang akan kita temukan di dalam proses dan perjalanan hidup kita. Untuk dapat berhasil dalam proses itu agar kita menghasilkan buah yang baik, kita diingatkan penting sekali menjaga hubungan dengan Tuhan. Jika biji sesawi dan ragi yang kecil saja memiliki manfaat dan kegunaan, pastilah kita juga akan dipakai oleh Tuhan dalam rencana indah-Nya, sebab Allah mengasihi kita. Selamat beriman dan bertumbuh di dalam Tuhan.

Minggu 25 Juni 2023 MENGIKUT YESUS DAN MEMIKUL SALIB Ev. Matius 10:32-39

Minggu 25 Juni 2023 MENGIKUT YESUS DAN MEMIKUL SALIB Ev. Matius 10:32-39

 Minggu 25 Juni 2023

MENGIKUT YESUS DAN MEMIKUL SALIB

Ev. Matius 10:32-39

PENDAHULUAN

Dalam Roma 10:9, dua hal ini dinyatakan sebagai sesuatu yang harus kita lakukan sebagai orang Kristen di tengah-tengah dunia ini, yaitu mengaku dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dengan hati bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Yesus menegaskan dan menekankan bahwa barangsiapa yang mengakui Dia di depan manusia, maka Yesus akan mengakuinya di depan Bapa, dan begitu juga sebaliknya. Pasal 10 perikop kita ini merupakan cerita yang berisi Yesus memanggil keduabelas rasul serta Yesus mengutus mereka. Pengutusan itu disertai dengan penjelasan tentang pergumulan, tantangan, permasalahan dan hambatan apa yang akan dialami oleh para murid kelak (10:1-33). Jadi, Poin yang paling utama yang hendak ditekankan oleh Yesus di sini adalah tentang sebuah komitmen iman. Apa komitmen iman yang dimaksud? Komitmen nya adalah tema kita pada hari ini, yakni “Mengikut Yesus dan Memikul Salib”. Komitmen kita adalah bagaimana kita sebagai orang percaya mampu tetap setia dalam iman dan pengakuan kita sebagai orang Kristen di tengah-tengah kehidupan yang sulit, penuh dengan pergumulan dan kejadian-kejadian yang sering membuat kita tidak mengerti dan tak jarang lemah.

PENJELASAN NATS

Firman Tuhan kali ini mengajak kita untuk Mengikut Yesus dan memikul salib. Pertanyaannya adalah, bagaimana seharusnya mengikut Yesus dan memikul salib?

Ayat 34. Pada ayat ini, Yesus terlihat seperti seseorang yang sangat kejam dengan sebuah kalimat kekerasan dan perseteruan. Tetapi mengapa Yesus berkata demikian? Yesus ingin mengubah konsep orang Yahudi. Dalam konsep orang Yahudi, mereka memahami bahwa Mesias akan datang memberikan kelepasan, pembebasan di dunia ini. Kita perhatikan, Yesus mengatakan bahwa Ia datang bukan untuk memberikan kedamaian di bumi, tetapi pedang. Yesus hendak menegaskan bahwa Ia datang dengan kebenaran sejati dari Allah (pedang), yang oleh kebenaran itu Yesus datang untuk memberikan kedamaian yang sejati, yakni perdamaian terhadap perseteruan Allah dengan manusia. Kedatangan Yesus ke dunia ini bukanlah untuk menghapuskan penderitaan, kesusahan, pergumulan dunia, tetapi Yesus datang untuk membawa Kebenaran Firman Allah, pendamaian hubungan kita dengan Allah.

Ayat 35-37. Yesus bukan hendak menghancurkan setiap hubungan rumah tangga, bukan pula menyetujui perceraian, dan bukan juga membuat anak-anak kehilangan orang tuanya. Poin terpenting dalam ayat 35-37 ini adalah “Mengasihi Kristus dengan sungguh” dan “menjadikan Kristus yang utama dan terutama”. Yesus hendak mengatakan kepada para murid-murid-Nya yang telah meninggalkan orangtuanya yang membuat mereka terpisah dengan keluarganya agar benar-benar mengutamakan kasih kepada Kristus. Matius 22:37-39 menjelaskan kita harus mengasihi Allah, lalu kemudian kita juga harus mengasihi sesama kita. Di sinilah prioritas kasih kita diperbaharui. Untuk mampu mengasihi suami dan istri, orang tua dan anak, maka kasih yang berlaku adalah kasih dari Allah (agape). Mengikut Kristus dan memikul salib tak lepas dari hubungan Kasih dan mengasihi. Maka bagi konteks kita saat ini, kasihilah keluargamu sebagaimana Allah mengasihi kita dan kita mengasihi Allah.

Ayat 38-39. Pada ayat 38, Yesus menekankan bahwa ketika kita mau setia untuk memikul salib (pergumulan) nya dalam mengikuti Yesus, maka kita dilayakkan bagi-Nya. Apakah kelayakan itu? Bahwa kita dibenarkan, dikuduskan, ditebus untuk memperoleh keselamatan dan hidup yang kekal. Dalam ayat 39, kita seolah-olah disuruh untuk tidak peduli dengan nyawa kita. Tentu saja secara jujur manusia sangat takut dengan kematian dan pasti berusa sebaik mungkin untuk menjaga kesehatan dan kehidupannya. Tetapi yang Yesus maksud di sini bukan supaya kita tidak perlu menyayangi atau bahkan menganggap nyawa kita tidak penting. Tetapi yang hendak Yesus ingatkan pada ayat ini adalah berhubungan dengan “penyangkalan iman”. Ingat, jalan salib itu bukanlah jalan yang mudah. Penuh dengan pergumulan dan penderitaan di tengah-tengah dunia ini. Tetapi jikalau oleh ujian dan pergumulan itu kita pada akhirnya meninggalkan Yesus dalam hidup kita, maka kita akan kehilangan nyawa kita (kematian yang kekal).

APLIKASI

Penjelasan nats di atas membawa kita pada pengaplikasian sikap yang harus kita bangun dalam mengikut Kristus dan memikul salib:

1.      Percayalah kepada kebenaran sejati (dilambangkan sebagai pedang), yakni Yesus Kristus yang telah memperdamaikan kita dengan Allah sehingga kita tidak lagi menjadi seteru Allah.

2.   Jadikanlah kasih Kristus menjadi yang utama dan terutama di dalam hidup kita sebagai dasar kita untuk mengasihi setiap orang.

3.    Dalam perjalanan hidup kita memikul salib dan mengikut Kristus, setialah dan jangan tinggalkan dan sangkal iman.

Mengikut Kristus dan memikul salib adalah tugas orang Kristen yang tidak mudah. Tetapi, Tuhan akan menguatkan kita. Matius 10:30-31, Allah pasti akan memelihara dan menjaga kita, dan pada akhirnya upah yang menanti kita adalah hidup di dalam anugerah kasih Allah di dalam Yesus Kristus dan persekutuan Roh Kudus yang menyelematkan dan memberi kehidupan.


Minggu, 18 Juni 2023 "SETIA MELAKUKAN FIRMAN TUHAN" Keluaran 19:1-8

Minggu, 18 Juni 2023 "SETIA MELAKUKAN FIRMAN TUHAN" Keluaran 19:1-8

SETIA MELAKUKAN FIRMAN TUHAN

Ev. Keluaran 19:1-8

PENDAHULUAN

Kitab Keluaran 19 ini merupakan suatu rangakaian cerita utuh tentang bagaimana bangsa Israel pada akhirnya mendapatkan hukum yang langsung diberikan Tuhan kepada mereka melalui Musa, pemimpin mereka yang dapat kita baca mulai dari pasal 19 samapi pasal 32. Selain daripada pemberian hukum Taurat Allah kepada bangsa Israel, pasal 19 ini juga mencatatkan tentang bagaimana penetapan perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh Allah dan bangsa Israel yakni bangsa Israel akan menjadi umat Allah dan Allah akan menjadi satu-satunya Allah bagi bangsa Israel (Ay. 6-7). Panggilan tema kita kali ini adalah “Setia Melakukan Firman Tuhan”. Dalam Evangelim dan Epistel kita minggu ini, yang paling ditekankan di sini adalah tentang “perbuatan” yakni melakukan Firman Tuhan. Sebagaimana yang tertulis dalam Yakobus 2:14-17 yang diberi perikop Iman tanpa Perbuatan pada hakekatnya adalah mati, inilah yang menjadi penekanan khusus Yakobus bahwa ada kaitan antara iman dan perbuatan. Tetapi agar jangan salah paham, mari kita renungkan sejenak. Tema pada minggu pertama setelah Trinitatis adalah Diselamatkan karena Iman, dan pada minggu kedua setelah Trinitatis ini Tema kita adalah Setia Melakukan Firman Tuhan. Dari tema minggu lalu dan minggu ini jelaslah bahwa sebenarnya:

  1. Iman tanpa perbuatan yang dimaksud Epistel kita adalah orang yang telah diselamatkan haruslah menunjukkan buah keselamatannya dan satu-satunya cara menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang telah diselamatkan adalah dengan meneladani Kristus dalam setiap perilaku dan perbuatan kita (Sebab pohon yang baik diketahui dari buahnya-bnd. Luk. 6:44-45).
  2. Kita berbuat baik bukan untuk diselamatkan, tetapi kita berbuat baik sebab kita telah diselamatkan. Kita saling mengasihi, sebab Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita (1 Yoh. 4:19).
  3. Mengikut Tuhan dan setia dengan iman kepada Kristus adalah sebuah komitmen dan keputusan (Kel. 19:8). Adalah keputusan bangsa Israel untuk mau taat dan setia kepada Allah dan segala perintah-Nya.

 PENJELASAN NATS

Tugas dan panggilan kita sebagai orang percaya pada minggu ini melalui firman Tuhan ini adalah menjadi pelaku-pelaku firman Tuhan yang setia di dalam kehidupan kita. Tugas panggilan ini adalah tugas panggilan yang penuh sukacita, sebab Yesus mengatakan orang yang berbahagia adalah orang yang mendengarkan firman Allah dan yang melakukannya (Luk. 11:28).

Pertanyaan bagi kita sebagai perenungan akan nats yang baru kita baca adalah: Mengapa kita harus setia melakukan firman Tuhan? Berdasarkan Keluaran 19:1-8 ini, ada beberapa jawaban:

Pertama, Sebagai tanda kesungguh-sungguhan (Ay. 5). Pada perikop ini dijelaskan tentang bagaimana Allah menampakkan diri di gunung Sinai, di mana pada ayat ketiga dijelaskan Musa naik ke gunung Sinai untuk menghadap Allah dan kemudian Allah meyampaikan suatu pesan agar Musa meneruskan pesan ini kepada bangsa Israel yang mengatakan suatu janji yang sangat luarbiasa, yakni bangsa itu akan menjadi harta kesayangan Allah dengan satu syarat, yaitu jika bangsa itu mau bersungguh-sungguh mendengarkan firman Tuhan dan berpegang teguh dengan perjanjian Allah. Sebelum Allah meminta kesungguhan hati bangsa Israel, di ayat 4 Allah terlebih dahulu menegaskan betapa besar, hebat dan dahsyatnya perbuatan Allah kepada bangsa itu ketika mereka keluar dari Tanah Mesir. Melalui penegasan ini, Allah ingin menunjukkan bahwa adalah sebuah keputusan yang benar untuk kita bersungguh-sungguh mendengarkan firman Tuhan dan berpegang teguh pada perjanjian Tuhan sebab Allah lah yang empunya seluruh bumi. Jadi kesetiaan kita untuk mau melakukan firman Tuhan ini, adalah wujud kesungguh-sungguhan kita menyerahkan seluruh hidup kita kepada Allah, sang Khalik langit dan bumi.

Kedua, Sebab kita telah dikuduskan bagi Allah (Ay. 6). Alasan kedua mengapa kita harus setia melakukan firman Allah di dalam kehidupan kita adalah karena Allah dengan bangsa Israel telah mengikat suatu perjanjian yang kekal, bahwa Allah akan menjadi Allah mereka, dan bangsa Israel akan menjadi umat yang dikuduskan oleh Allah. Pertanyaannya, apakah perjanjian Allah ini berlaku bagi kita pada saat ini? Jawabannya adalah tentu saja berlaku. Mengapa? Sebab kita juga telah dimateraikan di dalam perjanjian dengan Allah di dalam diri Yesus Kristus sebagai juru damai antara Allah dan manusia dan sebagai juruselamat manusia. Jadi kita ini adalah bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah (1 Petrus 2:9). Untuk itu kita dipanggil agar tidak menjadi serupa dengan dunia ini (Rm. 12:2), dan menjadi garam dan terang dunia (Mat. 5:13-14).

Ketiga, Sebagai Keputusan dan Respon Iman kepada Allah (Ay. 8). Ini adalah alasan ketiga mengapa kita harus setia melakukan firman Tuhan di dalam kehidupan kita, sebab segala perbuatan baik, segala persembahan, adalah respon iman terhadap anugerah dan berkat Allah yang senantiasa kita rasakan di dalam kehidupan kita, terlebih oleh keselamatan yang kita terima. Oleh karenanya kita senantiasa dipanggil untuk selalu merespon anugerah Tuhan itu dengan ucapan syukur (Rm. 12:1), mempersempahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan sebagai ibadah kita yang sejati. Untuk itu, di sini juga kita diajak agar senantiasa diperbaharui di dalam iman untuk menundukkan kehendak kita sebagai manusia di bawah kehendak Allah sang pencipta. Sebagaimana yang dikatakan orang Israel merespon panggilan dan perjanjian Allah, mereka memutuskan dan memberi respon di ayat 8 dengan mengatakan “segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan”.

REFLEKSI

Sebagai seorang Kristen, panggilan untuk setia untuk melakukan firman Tuhan adalah suatu panggilan yang memang wajib untuk kita lakukan di dalam kehidupan kita. Sebab kita yang dahulu seharusnya mati oleh karena dosa dan kejahatan kita (Rm. 3:23) kini memperoleh anugerah penebusan dan keselamatan yang dari Yesus Kristus. Kita yang dahulu hidup oleh diri kita sendiri, kini kita menjadi hidup di dalam Yesus Kristus (Yoh. 15:10) dan sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus dalam Galatia 2:20 dikatakan bahwa “hidupku bukannya aku lagi, tetapi Kristus dalam ku”. Kristuslah yang hidup di dalam kita, dan hidup kita haruslah mencerminkan Kristus.