Evangelium Minggu Sexagesima, 23 Februari 2025
Ev : Matius 5:38-48
MENGASIHI MUSUH
PENDAHULUAN
Ada yang mengatakan bahwa “mengasihi” adalah sebuah kata yang sederhana namun begitu sukar melakukannya. Ungkapan ini benar adanya. Apalagi kalau kita mencoba pemaknaan mengasihi ini dalam terang pengajaran Yesus Kristus. Di suatu ketika, Yesus mengajar orang banyak dan Dia naik ke atas bukit. Pada kesempatan “khotbah di bukit” ini, Yesus mengajarkan berbagai-bagai perihal kebenaran kepada orang-orang Yahudi. Mereka telah banyak mengadopsi kesalahan berpikir dalam memaknai firman Tuhan yang selama ini telah diberikan kepada mereka melalui para nabi. Itulah mengapa dalam khotbah dan pengajaran-Nya pada pasal 5-7, Yesus banyak sekali mempertentangkan “cara Israel memahami Taurat” dengan yang sebenarnya. Hal ini dapat kita lihat dalam Matius 5:17 ketika Yesus menyatakan bahwa diri-Nya datang bukan untuk meniadakan hukum taurat, melainkan menggenapinya. Pernyataan Yesus ini dapat diartikan bahwa Yesus datang bukan untuk menghapuskan hukum Taurat, melainkan menunjukkan arti yang sesungguhnya. Poin dari penjelasan ini adalah supaya kita melihat perikop Matius 5:38-48 ini dalam terang Yesus hendak menghilangkan kesalahan konsep berpikir orang Yahudi pada zaman itu, yang ternyata di zaman ini juga masih ada memiliki pola pikir yang sama.
PENJELASAN NAS
Dalam terang tema “Mengasihi Musuh” dengan perikop Matius 5:38-48, mari kita telisik lebih dalam kebenaran firman Tuhan ini.
Ayat 38-39. Ada beberapa hal konsepsi pemikiran yang coba diperbaiki Yesus ketika berbicara tentang Hukum Taurat. Di antaranya, larangan membunuh (ay. 21), larangan berzinah (ay. 27), tentang perceraian (ay. 31), perihal sumpah (ay. 33), dan perihal ganti rugi (ay. 38). “Mata ganti mata dan gigi ganti gigi” sebenarnya adalah sebuah frasa dalam Perjanjian Lama tentang ganti rugi yang sering disalah artikan sebagai klaim hak bagi orang-orang Yahudi untuk melakukan balas dendam. Padahal frasa ini (lih. Kel. 21:24, Im. 21:19-20, Ul. 19:21) pertama-tama difirmankan Allah bukan untuk memberi orang Israel hak balas dendam. Firman Tuhan melalui Musa pada saat itu memberikan hukum, tatanan moral, standar keadilan bagi bangsa Israel sebagai pedoman mereka untuk hidup di tanah Kanaan. Sebab sebagai sebuah bangsa, Israel memang membutuhkan hukum dan sistem yang mengaturkannya. Sistem itu berasal dari Allah yang disebut dengan istilah Theokrasi. Kalau kita mau memperhatikan rujukan kitab dan pasal “mata ganti mata”, kita akan menemukan bahwa: (1) Satu-satunya yang berhak menentukan hukum balasan yang setimpal adalah orang-orang yang ditunjuk sebagai hakim. Hukum tersebut memberikan petunjuk bagi para hakim bangsa Yahudi mengenai hukuman apa yang harus diberikan pada tindakan yang mengakibatkan cacat fisik, bahkan kematian. (2) Frasa ini sebagai standar keadilan mutlak mengingat bangsa Israel memiliki latarbelakang perbudakan yang panjang dan ini sangat berpengaruh pada mental dan pola pikir mereka. Apa yang hendak disampaikan adalah:
- Prinsip keadilan dan pembalasan yang setimpal memang perlu, tetapi tidak memberi kita ruang dan hak sedikitpun untuk melakukan balas dendam dan main hakim sendiri.
- Mengasihi adalah konsep memaafkan dan tanpa pembalasan. “... Menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” sebenarnya mengingatkan dua hal, pertama tidak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan (Rm. 12:21). Kedua bahwa balas dendam hanya akan mendatangkan kebencian lainnya.
Ayat 40. Ayat ini dapat diterjemahkan “jika ada seseorang menuntut bajumu di pengadilan, berikanlah juga mantel mu”. Yesus hendak mengatakan kasih akan membuat kita bertahan meski di tengah situasi yang tidak adil sekalipun. Prinsip kasih yang Yesus ajarkan ini adalah mengalah demi perdamaian. Akan ada situasi di mana kita akan difitnah, orang lain bersumpah palsu demi merugikan kita, dan masih banyak lagi. Yesus inginkan agar jauh lebih baik bagi kita mengalah demi kedamaian daripada ikut arus yang menghasilkan perpecahan dan keributan.
Ayat 41. Yesus hendak mengajarkan bahwa konsep kasih yang benar adalah kerelaan untuk melayani. Ini menjadi penting, mengingat ada istilah “kebaikan yang disalahgunakan”. Istilah ini berlaku bagi seseorang yang mencoba memanfaatkan kebaikan kita dalam berbagai-bagai hal. Memang cukup sial rasanya jikalau kita tahu bahwa diri kita selama ini hanya dimanfaatkan. Lebih parahnya, karena sering melakukan kebaikan, seolah-olah kita dipaksa untuk bertanggungjawab melakukan itu semua sendiri. Inilah yang dimaksud Yesus dengan “memaksa engkau berjalan sejauh satu mil”. Ada kebiasaan pada saat itu bahwa para pejabat dapat memaksa orang-orang untuk melakukan perjalanan bersamanya sebagai bentuk pelayanan umum terhadap pejabat itu. Kemudian Yesus menuntut para murid untuk tunduk dan bahkan melakukan lebih. Di sinilah tampak bahwa kasih membawa kita pada sikap kerelaan hati untuk melayani.
Ayat 42. Yesus hendak mengajarkan bahwa konsep kasih adalah kerelaan untuk memberi. Namun perlu digarisbawahi dengan tegas: pertama, meskipun di sini dikatakan kita jangan menolak orang yang hendak meminjam, tetapi pinjaman yang dimaksud di sini adalah untuk bertahan hidup dan melakukan usaha. Artinya, tidak dibenarkan juga bagi seorang Kristen meminjam hanya karena gaya hidup dan pesta poranya. Yesus hendak mengatakan bahwa dengan kemampuan yang ada, sebisa mungkin mari mengulurkan tangan untuk menolong sesama (Mzm. 112:5), tidak persoalan berapa besar kecilnya.
Ayat 43-48. “Kasihilah sesamamu manusia” memang adalah pengajaran yang tepat yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Namun kalimat ini disalah artikan oleh para pengajar Yahudi. Bagi mereka sesama manusia hanyalah sebangsa, seagama saja. Sehingga mereka cepat-cepat mengambil kesimpulan dan mengajarkan “kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu”. Yesus kemudian memberikan suatu standar yang begitu sulit untuk dilakukan oleh siapapun manusia di dunia ini. “kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Yesus mengkehendaki kita harus mampu tetap berbuat baik terhadap orang yang jahat kepada kita dan mendoakan mereka yang juga menghina kita agar mereka mendapatkan pengampunan dan diubahkan dari kejahatannya. Inilah yang membedakan kita dengan standar mengasihi dunia.
REFLEKSI
Firman Tuhan hari ini dapat kita bawakan terhadap hubungan kita dengan sesama dan diri sendiri. Ingatlah, kasih menuntut kita harus memaafkan dan tidak melakukan pembalasan sebab orang lain mungkin melakukan kesalahan, dan musuh dalam diri kita adalah kebencian dan dendam. Ingatlah, kasih menuntut kita harus selalu mengalah untuk perdamaian karena orang lain mungkin akan memaksakan kehendaknya, dan musuh dalam diri kita adalah egoisme. Ingatlah kasih menuntut kita rela melayani sebab ada orang di luar sana yang merasa berhak bertindak sesuka hati kepada orang lain, dan musuh dalam diri kita adalah kekuasaan yang membutakan. Ingatlah, kasih menuntut kita untuk dermawan memberi, sebab ada orang di luar sana yang hanya memikirkan diri sendiri, dan musuh terbesar kita adalah perhitungan dan keraguan. (DKHL)