Duc In Altum

Klik Ikuti

Evangelium Minggu Sexagesima, 23 Februari 2025 (Matius 5:38-48)

Evangelium Minggu Sexagesima, 23 Februari 2025 (Matius 5:38-48)


Evangelium Minggu Sexagesima, 23 Februari 2025
Ev : Matius 5:38-48

MENGASIHI MUSUH

PENDAHULUAN
Ada yang mengatakan bahwa “mengasihi” adalah sebuah kata yang sederhana namun begitu sukar melakukannya. Ungkapan ini benar adanya. Apalagi kalau kita mencoba pemaknaan mengasihi ini dalam terang pengajaran Yesus Kristus. Di suatu ketika, Yesus mengajar orang banyak dan Dia naik ke atas bukit. Pada kesempatan “khotbah di bukit” ini, Yesus mengajarkan berbagai-bagai perihal kebenaran kepada orang-orang Yahudi. Mereka telah banyak mengadopsi kesalahan berpikir dalam memaknai firman Tuhan yang selama ini telah diberikan kepada mereka melalui para nabi. Itulah mengapa dalam khotbah dan pengajaran-Nya pada pasal 5-7, Yesus banyak sekali mempertentangkan “cara Israel memahami Taurat” dengan yang sebenarnya. Hal ini dapat kita lihat dalam Matius 5:17 ketika Yesus menyatakan bahwa diri-Nya datang bukan untuk meniadakan hukum taurat, melainkan menggenapinya. Pernyataan Yesus ini dapat diartikan bahwa Yesus datang bukan untuk menghapuskan hukum Taurat, melainkan menunjukkan arti yang sesungguhnya. Poin dari penjelasan ini adalah supaya kita melihat perikop Matius 5:38-48 ini dalam terang Yesus hendak menghilangkan kesalahan konsep berpikir orang Yahudi pada zaman itu, yang ternyata di zaman ini juga masih ada memiliki pola pikir yang sama.

PENJELASAN NAS
Dalam terang tema “Mengasihi Musuh” dengan perikop Matius 5:38-48, mari kita telisik lebih dalam kebenaran firman Tuhan ini.
Ayat 38-39. Ada beberapa hal konsepsi pemikiran yang coba diperbaiki Yesus ketika berbicara tentang Hukum Taurat. Di antaranya, larangan membunuh (ay. 21), larangan berzinah (ay. 27), tentang perceraian (ay. 31), perihal sumpah (ay. 33), dan perihal ganti rugi (ay. 38). “Mata ganti mata dan gigi ganti gigi” sebenarnya adalah sebuah frasa dalam Perjanjian Lama tentang ganti rugi yang sering disalah artikan sebagai klaim hak bagi orang-orang Yahudi untuk melakukan balas dendam. Padahal frasa ini (lih. Kel. 21:24, Im. 21:19-20, Ul. 19:21) pertama-tama difirmankan Allah bukan untuk memberi orang Israel hak balas dendam. Firman Tuhan melalui Musa pada saat itu memberikan hukum, tatanan moral, standar keadilan bagi bangsa Israel sebagai pedoman mereka untuk hidup di tanah Kanaan. Sebab sebagai sebuah bangsa, Israel memang membutuhkan hukum dan sistem yang mengaturkannya. Sistem itu berasal dari Allah yang disebut dengan istilah Theokrasi. Kalau kita mau memperhatikan rujukan kitab dan pasal “mata ganti mata”, kita akan menemukan bahwa: (1) Satu-satunya yang berhak menentukan hukum balasan yang setimpal adalah orang-orang yang ditunjuk sebagai hakim. Hukum tersebut memberikan petunjuk bagi para hakim bangsa Yahudi mengenai hukuman apa yang harus diberikan pada tindakan yang mengakibatkan cacat fisik, bahkan kematian. (2) Frasa ini sebagai standar keadilan mutlak mengingat bangsa Israel memiliki latarbelakang perbudakan yang panjang dan ini sangat berpengaruh pada mental dan pola pikir mereka. Apa yang hendak disampaikan adalah:
  1. Prinsip keadilan dan pembalasan yang setimpal memang perlu, tetapi tidak memberi kita ruang dan hak sedikitpun untuk melakukan balas dendam dan main hakim sendiri.
  2. Mengasihi adalah konsep memaafkan dan tanpa pembalasan. “... Menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” sebenarnya mengingatkan dua hal, pertama tidak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan (Rm. 12:21). Kedua bahwa balas dendam hanya akan mendatangkan kebencian lainnya.
Ayat 40. Ayat ini dapat diterjemahkan “jika ada seseorang menuntut bajumu di pengadilan, berikanlah juga mantel mu”. Yesus hendak mengatakan kasih akan membuat kita bertahan meski di tengah situasi yang tidak adil sekalipun. Prinsip kasih yang Yesus ajarkan ini adalah mengalah demi perdamaian. Akan ada situasi di mana kita akan difitnah, orang lain bersumpah palsu demi merugikan kita, dan masih banyak lagi. Yesus inginkan agar jauh lebih baik bagi kita mengalah demi kedamaian daripada ikut arus yang menghasilkan perpecahan dan keributan.

Ayat 41. Yesus hendak mengajarkan bahwa konsep kasih yang benar adalah kerelaan untuk melayani. Ini menjadi penting, mengingat ada istilah “kebaikan yang disalahgunakan”. Istilah ini berlaku bagi seseorang yang mencoba memanfaatkan kebaikan kita dalam berbagai-bagai hal. Memang cukup sial rasanya jikalau kita tahu bahwa diri kita selama ini hanya dimanfaatkan. Lebih parahnya, karena sering melakukan kebaikan, seolah-olah kita dipaksa untuk bertanggungjawab melakukan itu semua sendiri. Inilah yang dimaksud Yesus dengan “memaksa engkau berjalan sejauh satu mil”. Ada kebiasaan pada saat itu bahwa para pejabat dapat memaksa orang-orang untuk melakukan perjalanan bersamanya sebagai bentuk pelayanan umum terhadap pejabat itu. Kemudian Yesus menuntut para murid untuk tunduk dan bahkan melakukan lebih. Di sinilah tampak bahwa kasih membawa kita pada sikap kerelaan hati untuk melayani.

Ayat 42. Yesus hendak mengajarkan bahwa konsep kasih adalah kerelaan untuk memberi. Namun perlu digarisbawahi dengan tegas: pertama, meskipun di sini dikatakan kita jangan menolak orang yang hendak meminjam, tetapi pinjaman yang dimaksud di sini adalah untuk bertahan hidup dan melakukan usaha. Artinya, tidak dibenarkan juga bagi seorang Kristen meminjam hanya karena gaya hidup dan pesta poranya. Yesus hendak mengatakan bahwa dengan kemampuan yang ada, sebisa mungkin mari mengulurkan tangan untuk menolong sesama (Mzm. 112:5), tidak persoalan berapa besar kecilnya.

Ayat 43-48. “Kasihilah sesamamu manusia” memang adalah pengajaran yang tepat yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Namun kalimat ini disalah artikan oleh para pengajar Yahudi. Bagi mereka sesama manusia hanyalah sebangsa, seagama saja. Sehingga mereka cepat-cepat mengambil kesimpulan dan mengajarkan “kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu”. Yesus kemudian memberikan suatu standar yang begitu sulit untuk dilakukan oleh siapapun manusia di dunia ini. “kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Yesus mengkehendaki kita harus mampu tetap berbuat baik terhadap orang yang jahat kepada kita dan mendoakan mereka yang juga menghina kita agar mereka mendapatkan pengampunan dan diubahkan dari kejahatannya. Inilah yang membedakan kita dengan standar mengasihi dunia.

REFLEKSI
Firman Tuhan hari ini dapat kita bawakan terhadap hubungan kita dengan sesama dan diri sendiri. Ingatlah, kasih menuntut kita harus memaafkan dan tidak melakukan pembalasan sebab orang lain mungkin melakukan kesalahan, dan musuh dalam diri kita adalah kebencian dan dendam. Ingatlah, kasih menuntut kita harus selalu mengalah untuk perdamaian karena orang lain mungkin akan memaksakan kehendaknya, dan musuh dalam diri kita adalah egoisme. Ingatlah kasih menuntut kita rela melayani sebab ada orang di luar sana yang merasa berhak bertindak sesuka hati kepada orang lain, dan musuh dalam diri kita adalah kekuasaan yang membutakan. Ingatlah, kasih menuntut kita untuk dermawan memberi, sebab ada orang di luar sana yang hanya memikirkan diri sendiri, dan musuh terbesar kita adalah perhitungan dan keraguan. (DKHL)

Epistel Minggu Septuagesima, 16 Februari 2025 (Kolose 1:24-29).

Epistel Minggu Septuagesima, 16 Februari 2025 (Kolose 1:24-29).

Epistel Minggu Septuagesima, 16 Februari 2025
Ev : Kolose 1:24-29

TUHAN PENGHARAPAN KITA

PENDAHULUAN
Surat Kolose adalah surat yang ditulis oleh Paulus dari penjara. Menariknya, Paulus sendiri tidak pernah mengunjungi jemaat Kolose secara langsung. Akan tetapi, Paulus tetap memiliki hubungan dekat dengan jemaat ini melalui Epafras. Paulus menuliskan surat ini dengan tujuan untuk menguatkan iman jemaat di tengah tantangan yang mereka hadapi. Tantangannya adalah banyaknya ajaran-ajaran palsu yang beredar di tengah-tengah mereka. Tema kita adalah “Tuhan Pengharapan Kita”. Tema ini sesuai dengan seruan Paulus kepada jemaat itu. Bahwa Yesus Kristus adalah pengharapan bagi setiap orang yang beriman. Itulah mengapa Paulus mengingatkan jemaat itu bahwa mereka sudah memiliki segalanya yang mereka butuhkan, yaitu di dalam Kristus. Untuk itu, tidak perlu lagi bagi mereka mencari kebenaran atau keselamatan di luar Kristus.

PENJELASAN NAS
Dalam terang tema “Tuhan Pengarapan Kita”, mari kita renungkan beberapa poin dari penjelasan Paulus dalam nas Kolose 1:24-29 ini.
Ayat 24-26.
Setelah menegaskan tentang kuasa, supremasi Kristus kepada jemaat Kolose, Paulus melanjutkan penjelasannya tentang pelayanannya. Ia memulai dengan mengatakan “sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu...” (ay. 24). Seperti yang sudah dijelaskan, surat ini barangkali ditulis di Roma ketika Paulus berada di penjara menantikan masa-masa akhir hidupnya. Menariknya, Paulus merasakan sukacita kendatipun pelayanannya membawa penderitaan baginya. Ia merasakan sukacita karena telah menderita demi jemaat, dipenjara demi memberitakan firman-Nya, dan tetap setia menjadi pelayan jemaat hingga menjelang akhir hidupnya. Sukacita Paulus juga semakin lengkap sebab pemberitaan firman yang ia lakkukan adalah tentang rahasia tersembunyi, yakni keselamatan yang di dalam Yesus Kristus, yaitu Tuhan dan Juruselamat. Dari ayat 24-26 ini setidaknya kita belajar:
  1. Ketika kita menjadikan Tuhan sebagai pengharapan, maka di dalam pengharapan itu akan mengalir sukacita yang berpangkal dari hati. Ada keiklasan, ketenangan, kendatipun kesulitan sedang mengancam di depan mata sebagaimana yang Paulus rasakan. Pengharapan di dalam Tuhan selalu membuahkan sukacita.
  2. Pekerjaan untuk menjadi saksi Kristus dengan cara memberitakan Injil kebenaran adalah tugas yang sulit. Paulus sendiri sampai dipenjara dan dianiaya karena itu. Akan tetapi, betapapun sulitnya, jangan pernah tinggalkan imanmu dan tugasmu sebagai orang percaya. Tetaplah setia berpengharapan kepada Allah.
Ayat 27-28.
Paulus menjelaskan mengapa Kristus adalah pengharapan akan kemuliaan. Dikatakan bahwa di dalam Kristus terdapat seluruh rahasia hikmat yang dapat memimpin orang-orang kepada kesempurnaan di dalam Kristus. Kita perhatikan, Paulus melayani tidak hanya secara komunal, tetapi juga dengan door to door dan orang per orangan. Paulus benar-benar melaksanakan tugasnya untuk dapat berkunjung dan mengajar. Dari penjelasan ini kita belajar, bahwa:
  1. Pengharapan akan Tuhan selalu membuahkan perubahan. Kita perhatikan, jikalau ada di antara saudara kita sedang menyimpang dan salah perbuatannya, di sinilah peranan pengajaran, yakni untuk menuntun dia kembali kepada kebenaran (2 Tim. 3:16). Inilah pengharapan kita, bahwa firman Tuhan itu selalu menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik kita dalam kebenaran.
Ayat 29
Paulus menegaskan di sini, bahwa untuk dapat tetap setia di dalam tugas pelayanannya yang begitu berat dan penuh tantangan itu, Paulus melakukannya dengan mengusahakan dan menggumulinya sekuat tenaga. Dan kita perhatikan pengakuan Paulus, ia tidak akan pernah mampu bertahan jikalau bukan karena kuasa Tuhan yang bekerja secara luar biasa dan terus menerus di dalam dirinya. Dari pengakuan Paulus ini kita belajar:
  1. Tetaplah jadikan Allah sebagai pengharapan dalam kehidupan kita. Sebab di dalam pengharapan tidak hanya melahirkan sukacita dan ketenangan, tetapi juga kekuatan sebab di dalam Tuhan kita yakin akan dimampukan menghadapi setiap persoalan.
  2. Tuhan pantas dijadikan sebagai pengharapan dalam kehidupan kita, sebab Dia Allah yang senantiasa bekerja di dalam kehidupan kita. Dia tidak pernah meninggalkan umat-Nya sendirian. Sebaliknya, Allah turut bekerja dalam segala situasi untuk mendatangkan kebaikan (Rm. 8:28), untuk menguatkan, memperlengkapi, meneguhkan (1 Ptr. 5:10). (DKHL)

Evangelium Minggu 4 Set. Epiphanias, 2 Februari 2025 (Mazmur 71:1-6)

Evangelium Minggu 4 Set. Epiphanias, 2 Februari 2025 (Mazmur 71:1-6)


Evangelium Minggu 4 Set. Epiphanias, 2 Februari 2025

Ev         :             Mazmur/Psalmen 71:1-6


TUHAN ADALAH BUKIT BATU DAN PERTAHANAN KITA

JAHOWA DO PARTANOBATOAN JALA HAPORUSANTA


Pendahuluan

Perikop kali ini adalah doa permohonan Daud yang digubahnya ketika sudah berusia senja. Daud adalah salah satu tokoh Alkitab yang hidupnya sarat akan pergumulan dan pengkhianatan. Tidak tanggung-tanggung bagaimana Daud sering sekali mengalami pergumulan yang begitu tragis dan itu dicatatkan dalam Alkitab. Akan tetapi, di sisi lain, Daud merupakan salah satu tokoh Alkitab yang dikasihi oleh Allah. Tuhan begitu banyak memberikan pertolongan dalam kehidupan Daud di setiap situasi dan keadaan. Itulah mengapa banyak orang yang akhirnya merasakan iri hati, kecemburuan, terhadap apa yang Daud peroleh dalam kehidupannya. Sekarang, di masa tuanya, Daud menyadari bahwa dirinya semakin rentan dan melemah. Sangat wajar bagi Daud merasa gelisah dan ketakutan mengingat setiap pengkhianatan, permusuhan, peperangan yang telah ia lalui. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Daud yang merasakan kegelisahan itu akhirnya mendapatkan ketenangan? Mazmur ini menjadi jawabannya. Daud menyadari bahwa hidupnya tidak akan pernah lepas dari pergumulan dan kesesakan. Di dalam kesadaran inilah Daud mengambil satu langkah yang penting: Yaitu menentukan bersama siapakah ia harus melewati pergumulan dan kesesakan itu? Inilah inti khotbah minggu ini. Sebagaimana Daud yang telah mengambil komitmen, kita diajak untuk turut juga mengambil komitmen yang sama. Hidup penuh dengan pergumulan itu sudah pasti. Pertanyaannya; “Siapakah temanmu menghadapi pergumulan itu?” Firman Tuhan memberikan satu jawaban pasti melalui tema kita, Tuhan yang adalah bukit batu dan pertahanan bagi kita. Bersama Dia-lah kita harus selalu berjalan menapaki tiap-tiap perjalanan hidup yang penuh kesesakan.

Penjelasan Nas

Tuhan adalah gunung batu dan pertahanan kita. Ini menggambarkan bagaimana Allah mampu memberikan rasa aman, kepastian, dan keselamatan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Lalu bagaimanakah ciri hidup seseorang yang telah menjadikan Tuhan sebagai gunung batu dan pertahanan baginya? Dari Daud kita pelajari 3 hal:

Pertama: Mengakui kelemahan diri. Permohonan Daud dalam ayat 1-6 sangat jelas, agar dirinya tidak mendapat malu, dilepaskan dari musuh-musuhnya, dan dijauhkan dari orang fasik. Mazmur 71 secara keseluruhan memberikan alasan mengapa Daud meminta hal ini kepada Tuhan. Daud secara jujur mengakui kelemahan dirinya di masa tuanya, bahwa kekuatannya telah jauh berkurang dan menjadi terbatas jikalau Allah tidak bersamanya. Jikalau kita juga boleh jujur, tidak satupun di antara orang percaya yang mampu melewati setiap persoalan jikalau hanya mengandalkan kekuatan, kepintaran, kekayaan, kekuasaan diri sendiri. Itulah mengapa orang yang benar-benar mengimani bahwa Tuhan adalah gunung batu dan pertahanan baginya, pertama-tama akan dengan rendah hati mengakui keterbatasannya.

Kedua: Berpasrah diri. Mindset/pola pikir akan menentukan keputusan atau tindakan yang kita ambil. Itulah yang perlu kita perhatikan dari doa Daud ini. Alih-alih berfokus terhadap permasalahan dan musuhnya, Daud jauh lebih kuatir dan ketakutan jikalau Allah meninggalkannya. Pengakuannya atas kelemahan dirinya (mindset) akhirnya mendorongnya untuk berserah dan berpasrah diri kepada Tuhan (tindakan). Mari kita perhatikan, dengan mengetahui dan mengakui kelemahan serta keterbatasan diri, kita akan terdorong agar dengan rendah hati meminta tolong.

Ketiga: Senantiasa memuji Tuhan. Pujian yang tulus kepada Tuhan selalu berasal dari pikiran yang jujur dan sikap rendah hati. Itulah mengapa ciri/tanda ketiga yang dapat kita lihat dalam diri Daud adalah dirinya yang senantiasa memuji Tuhan. Kita perhatikan, dalam pujian ini Daud mengingat kembali bagaimana Allah menyertainya. Sedari kandungan dan kemudian dia lahir (ay. 6), saat masa mudanya (ay. 5), hingga masa tuanya, bagi Daud Tuhan tetaplah setia. Tuhan tidak pernah berubah dan meninggalkan dirinya. Inilah yang membuat Daud akhirnya berkomitmen teguh untuk senantiasa memuji dan memuliakan Tuhan. Firman Tuhan ini juga akhirnya mengajak kita agar kembali mengingat bagaimana Allah senantiasa turut bekerja dalam perjalanan hidup kita masing-masing. 

Refleksi:

Tidak ada manusia yang menginginkan agar dirinya hidup dalam kesusahan. Itulah mengapa selagi masih hidup dan memiliki kekuatan, kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk mengejar apa yang kita impikan. Dalam proses perjuangan itu, Firman Tuhan mengajak kita merenungkan kembali agar membawa harapan itu kepada Tuhan yang adalah gunung batu dan pertahanan kita. Untuk itu, sebagai orang percaya, Firman Tuhan mengajarkan kepada kita, mari kita akui keterbatasan kita dalam mengusahakan apa yang perlu di tengah-tengah keluarga, pekerjaan, hubungan, persekutuan. Setelah kita mau dengan rendah hati mengakuinya, mari Datang kepada-Nya memohon hikmat dan kekuatan agar dalam prosesnya kita dimampukan. (DKHL)

Epistel Minggu 25. Set Trinitatis (17 November 2024) : Ep. 1 Samuel 2:1-10; Tema: ORANG YANG BERTAHAN SAMPAI AKHIR AKAN SELAMAT

Epistel Minggu 25. Set Trinitatis (17 November 2024) : Ep. 1 Samuel 2:1-10; Tema: ORANG YANG BERTAHAN SAMPAI AKHIR AKAN SELAMAT

 


Epistel Minggu 25. Set Trinitatis (17 November 2024)

Ep       :           1 Samuel 2:1-10

ORANG YANG BERTAHAN SAMPAI AKHIR AKAN SELAMAT 

PENDAHULUAN

Tidaklah salah jika dikatakan bahwa hidup ini adalah perjuangan sebab memang kita hidup di tengah dunia yang penuh dengan tantangan dan kesulitan. Ada kalanya kita merasa tertekan, lelah, atau bahkan kehilangan harapan. Kesesakan dan himpitan memang dapat datang dari mana saja. Kesulitan dalam relasi, tekanan pekerjaan, beratnya situasi ekonomi, beban pikiran akan kebutuhan hidup dan masa depan, dan masih banyak lagi hal yang kita kuatirkan. Akan tetapi, firman Tuhan hendak meneguhkan kembali pengharapan kita, bahwa orang yang bertahan sampai akhir akan selamat. Ia yang mau tetap setia berpengharapan kepada Tuhan, tetap teguh dalam iman dan pengharapan, pasti akan dimenangkan. Untuk itu, kita diajak belajar dari satu sosok bernama Hana. Perikop ini adalah nyanyian syukurnya terhadap jawaban atas penantian besarnya. Pada akhirnya, Allah melihat, mendengar, dan menjawab permohonan Hana. Penyerahan diri, penantian, doa, ratap tangis, dan air matanya berakhir dengan kebahagiaan sebab Tuhan menyatakan pertolongan-Nya bagi kehidupan Hana.

Latarbelakang dari nyanyian kemenangan Hana ini adalah penantian akan berkat keturunan. Situasinya cukup sulit. Elkana memiliki dua isteri yaitu Hana dan Penina. Berbanding terbalik dengan Hana, Penina dikaruniai anak. Hal ini membuat Penina sering sekali menyakiti hati Hana. Meskipun Elkana juga mengasihi Hana, tetap saja perlakuannya cukup berbeda terhadapnya dibandingkan Penina. Selain itu, di dalam pemahaman pada masa itu, kemandulan adalah sesuatu yang sangat tabu dan dianggap sebagai suatu kutukan murka Tuhan. Dalam situasi inilah Hana bergelut dalam doa dan harapannya.

PENJELASAN NAS

Dalam terang tema “Orang yang Bertahan sampai Akhir akan Selamat”, kita diajak untuk merenungkan beberapa poin dalam perikop ini:

1.        Hana yang Bertahan dalam Doa dan Kesabaran

Perikop dimulai dengan doa syukur Hana setelah Tuhan menjawab doanya untuk memberikan seorang anak laki-laki, yaitu Samuel. Sebelumnya, Hana menghadapi penantian yang panjang, bahkan cemoohan dari istri Elkana yang lain, yaitu Penina. Meskipun Hana sangat ingin memiliki anak, ia tidak pernah menyerah pada situasi atau kemarahan hati. Ia tetap berdoa dengan tekun, dan Tuhan mendengarkan doa-Nya. Hana menggambarkan seorang yang bertahan dalam iman, meskipun tantangan datang begitu berat. Kadang-kadang kita pun berada dalam situasi yang terasa sangat sulit, seolah doa kita tidak dijawab, atau impian kita tidak terwujud. Namun, Hana mengajarkan kita bahwa bertahan dalam doa dan kesabaran adalah kunci untuk melihat pertolongan Tuhan. Firman Tuhan dalam Yakobus 5:7-8 mengingatkan kita, "Bersabarlah sampai kedatangan Tuhan… Hendaklah hati kamu teguh, karena kedatangan Tuhan sudah dekat." Kita dipanggil untuk bertahan dalam harapan, karena Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.

2.        Puji Syukur Hana kepada Tuhan

Ketika Hana akhirnya menerima jawaban dari Tuhan, ia menyatakan pujian dan syukur kepada Tuhan. Dalam doanya, ia mengatakan, "Hatiku bersukaria karena TUHAN, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh TUHAN; mulutku mencemoohkan musuhku, sebab aku bersukacita karena pertolongan-Mu" (1 Sam. 2:1). Pujian Hana adalah ungkapan dari hati yang penuh dengan pengakuan akan kebaikan Tuhan. Ia menyadari bahwa segala sesuatu yang ia terima adalah anugerah dari Tuhan yang setia. Sama seperti Hana, kita juga dipanggil untuk memuji Tuhan dalam segala keadaan, baik ketika kita dalam suka maupun dalam duka. Rasul Paulus dalam Filipi 4:4 menasihatkan kita, "Bersukacitalah selalu dalam Tuhan; sekali lagi kukatakan: bersukacitalah!" Pujian dan syukur adalah bentuk ketahanan iman kita, yang menunjukkan bahwa kita tetap percaya pada kuasa dan kebesaran Tuhan, meskipun kita sedang menghadapi kesulitan. 

3.        Kebenaran tentang Tuhan yang Menjaga Orang-Orang yang Bertahan

Di dalam doa syukur Hana, ia juga mengungkapkan keyakinannya bahwa Tuhan adalah Hakim yang adil dan Tuhan yang menjaga orang-orang yang setia. Dalam 1 Samuel 2:6-8, Hana menyatakan, "Tuhan membunuh dan memberi hidup, Tuhan menurunkan ke dunia orang mati dan membangkitkan orang hidup, Tuhan yang memberi kemiskinan dan kekayaan, Tuhan yang menanggalkan dan mengenakan kekuatan." Ini adalah pengakuan akan kuasa Tuhan yang mutlak, yang memegang kendali atas segala sesuatu. Tuhan tidak hanya memberi berkat, tetapi juga menyertai umat-Nya melalui proses yang terkadang berat. Di saat kita merasa gagal atau jatuh, kita harus ingat bahwa Tuhan membentuk kita melalui setiap pengalaman. Orang yang bertahan dalam iman akan melihat Tuhan bekerja di tengah-tengah penderitaan dan berkat-Nya akan nyata pada waktu yang tepat. Hana mengajarkan kita bahwa Tuhan adalah sumber pengharapan yang tak pernah mengecewakan. 

4.        Perjuangan yang Membawa Keselamatan

Di bagian akhir doa Hana, ia mengingatkan kita bahwa Tuhan akan membela orang-orang yang lemah dan mengangkat mereka yang tertekan. 1 Samuel 2:9 mengatakan, "Orang-orang yang hidup benar akan diberikan kekuatan dan kesetiaan oleh Tuhan." Mereka yang bertahan dalam iman dan terus mempercayai Tuhan adalah orang-orang yang akhirnya akan diselamatkan. Keselamatan yang Tuhan janjikan bukan hanya untuk kehidupan setelah mati, tetapi juga untuk kehidupan sehari-hari. Setiap hari, kita diperkuat dan dijaga oleh Tuhan, meskipun tantangan hidup tak selalu mudah. Setiap orang yang bertahan dalam iman, yang tidak menyerah pada dunia dan pencobaan, akan mengalami kemenangan dan keselamatan yang dari Tuhan.

REFLEKSI/KESIMPULAN

Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk meneladani Hana yang bertahan dalam doa, puji syukur, dan keyakinan kepada Tuhan. Sama seperti Hana, kita juga dihadapkan pada berbagai tantangan dalam hidup, namun Tuhan memanggil kita untuk bertahan dalam iman. Mungkin kita tidak selalu melihat hasil yang kita harapkan, tetapi kita dapat yakin bahwa Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita. Dia yang setia akan menyertai kita sampai akhir. Marilah kita terus bertahan, bersabar, dan tetap berharap pada Tuhan. Ingatlah bahwa orang yang bertahan sampai akhir akan diselamatkan. Jangan biarkan apapun menggoyahkan iman kita, karena Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang setia dan akan membawa kita pada keselamatan-Nya.

 


Epistel Minggu 23. Set Trinitatis (03 November 2024) Ep : Ulangan 6:1-9  MENGASIHI TUHAN ALLAH DAN SESAMA MANUSIA

Epistel Minggu 23. Set Trinitatis (03 November 2024) Ep : Ulangan 6:1-9 MENGASIHI TUHAN ALLAH DAN SESAMA MANUSIA


 Epistel Minggu 23. Set Trinitatis (03 November 2024)

Ep       :           Ulangan 6:1-9

MENGASIHI TUHAN ALLAH DAN SESAMA MANUSIA

PENDAHULUAN

Bagi orang Israel kuno, fungsi utama dari kitab Ulangan adalah sebagai pendidikan agama. Selama beberapa generasi, kitab ini berada di tangan para Lewi yang menyanyikannya dengan tujuan mengajarkan kepada umat apa yang Tuhan inginkan kepada mereka.  Musa sebagai pengajar utama menuliskan ini semua. Tujuannya jelas yaitu untuk menanamkan “Takut akan TUHAN, Allahmu”. Ayat 1-3 dalam pasal ini merupakan sebuah jembatan penghubung untuk menyimpulkan bagian besar dari pengajaran kesepuluh hukum Taurat (4:44-6:3) dan memperkenalkan bagian penting lainnya (6:4-7:11), yang disebut Yesus sebagai “Hukum yang utama dan terutama” (bnd. Mat. 22:37-38). Pertama, Musa memberikan penjelasan pembuka bahwa ini merupakan perinah Allah yang harus dilakukan. Tujuannya agar kebenaran ini dapat diturunkan kepada anak cucu sehingga sepanjang generasi bangsa Israel tetap takut akan TUHAN dan berpegang teguh pada perintah-Nya dengan setia. Allah menyatakan berkat-Nya jika bangsa itu mau hidup dalam perintah dan ketetapan Tuhan. Bangsa itu akan dalam keadaan yang baik dan menjadi sangat banyak.

Mengapa bangsa itu akan dalam keadaan baik? Kendatipun negeri Kanaan adalah negeri yang berlimpah susu dan madunya, tetap saja penghuni negeri itu adalah orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Orang Het, Girgasi, Amori, Kanaan, Feris, Hewi, dan Yebus, adalah bangsa yang kuat dan besar (7:1). Inilah yang harus dihadapi oleh orang Israel. Di sinilah Allah berjanji akan menyerahkan bangsa ini kepada Israel jika mereka mau taat kepada Tuhan. Kedua, ketujuh bangsa itu sudah memiliki kepercayaan dan dewa tersendiri. Kalaupun bangsa Israel menang melawan mereka, tantangan terberat berikutnya adalah godaan untuk menyembah allah lain dan meninggalkan Allah yang benar. Untuk itu, Allah memerintahkan “Hukum Kasih/Hukum terutama dan yang utama” ini sebagai pembatas bagi bangsa Israel ketika tiba saatnya mereka menduduki tanah perjanjian itu.

PENJELASAN NAS

Di dalam terang tema “Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia”, kita akan merenungkan beberapa pokok penting:

1.       Mengasihi dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan.

Shema Israel (6:4), “dengarlah hai Israel”, berisikan satu pengajaran yang fundamental, dan wajib diketahui seluruh orang Israel. Isinya menjadi kebenaran dasar agama Israel, yakni “keesaan” Tuhan dan “kewajiban” yang disusun berdasarkan Allah yang esa ini. Hal mendasar yang diajarkan itu adalah kasihilah TUHAN Allahmu dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatanmu (6:5). Apa maksudnya ini? Hati (Ibr. Lebab) dapat diartikan sebagai pusat tindakan pribadi, pikiran, kecerdasan, kesadaran, pemahaman. Dalam pemahaman timur tengah kuno, hati melambangkan individu dan keberadaannya. Hati digunakan sebagai istilah untuk semua aspek vital, afektif, noetic (pengetahuan, kognisi), dan volitif (kemampuan/kehendak untuk mengambil keputusan). Melalui terminology ini sudah sangat jelas, mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati menuntut seluruh aspek kehidupan kita. Mengasihi Tuhan Allah haruslah dibarengi dengan pengetahuan yang benar, berasal dari kehendak dan keputusan pribadi, dan memengaruhi aspek emosi manusia. Jiwa (Ibr. Nephes) dapat diartikan sebagai keinginan terbesar, niat, orientasi, dan penilaian terdalam dari diri manusia. Artinya mengasihi Allah ternyata bukan hanya tentang mengetahui dan memutuskan, tetapi juga menjadikannya sebagai niat, keinginan terbesar, dan orientasi hidup. Melalui penelusuran terminologis ini, pesan Musa terlihat begitu jelas. Ia mengajak bangsa Israel agar mereka mengambil keputusan berdasarkan kesadaran dan pengetahuannya untuk dengan sungguh beriman kepada Allah dan mengasihi-Nya. Iman dan kasih ini akan mempengaruhi moral dan perasaan mereka sehingga bangsa itu akhirnya menjadikan perintah Allah sebagai “gaya hidup orang beriman”.

2.       Mengasihi itu adalah pelajaran berulang setiap hari.

Karena mengasihi Allah pada akhirnya harus menjadi gaya hidup dan orientasi hidup bangsa Israel, itulah alasan Musa memberikan perintah selanjutnya yakni konsistensi. Musa meminta agar bangsa itu mengajarkan kebenaran ini secara berulang kepada anak-anak mereka. Ketika mengajarkan, kita tidak hanya memberitahu tetapi juga sekaligus mengingat kembali kebenaran itu. Tindakan mengasihi harus senantiasa dibangun melalui perefleksian atas kebenaran. Artinya, kendatipun kita sudah menganggap “Mengasihi Allah dan sesama” adalah topik yang umum bukan berarti kita dapat abai. Musa sendiri memerintahkan agar firman Tuhan selalu dipercakapkan ketika duduk di rumah, dalam perjalanan, berbaring, ataupun bangun, bahkan menuliskan firman itu pada tiang pintu dan pintu gerbang. Firman Tuhan kali ini mengajak kita untuk tidak hanya sekedar tahu, melainkan menjadikan ini sebagai kebiasaan dan gaya hidup yang berkelanjutan. Inilah tandanya kita mengasihi Allah dengan segenap hati dan jiwa kita.

3.       Kasih mengatur setiap gerak hidup.

Firman Tuhan ini menjadi landasan dan persiapan utama bagi bangsa Israel untuk hidup di tanah Kanaan. Kita perhatikan, hukum kasih ini pada akhirnya akan mengatur relasi kita terhadap Tuhan dan sesama. Kasih kepada Tuhan akan membawa kita kepada penghormatan dan penyembahan yang benar, pembaktian diri hanya kepada-Nya. Artinya, kasih itu mengikat kita. Sebagai contoh, implementasi kasih kepada Allah dan sesama akan terlihat pada pasal berikutnya. Allah melarang bangsa Israel menikah dengan bangsa lainnya agar tidak menyimpang dari-Nya (7:3-4), Allah menyuruh orang Israel untuk melawan kesalahan dan memperbaikinya (7:5-6). Kasih yang benar akan selalu mengarahkan kita pada kebenaran. Kasih bukan berarti bertoleransi terhadap kesalahan. Sebaliknya, kasih harus mengubahkan kita agar hidup menuju kebenaran yang sejati.

REFLEKSI/KESIMPULAN

Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan. Kita juga diajak untuk mengimplementasikan itu kepada sesama dengan mengasihi mereka seperti diri sendiri. Melalui firman Tuhan ini, relasi kasih yang benar digambarkan demikian: kebenaran (iman kepada Allah) tanpa kasih (kepada sesama) adalah kekeringan jiwa; ia bisa menyakiti dan memisahkan, tanpa memberi ruang untuk pengertian dan empati. Tetapi kasih tanpa kebenaran adalah ilusi; ia bisa menjadi pengabaian terhadap realitas yang ada. Tanpa kebenaran, kasih bisa mengarah pada penipuan atau ketidakadilan, menghalangi pertumbuhan dan pemahaman yang sejati.
Epistel Minggu 22. Set Trinitatis (27 Oktober 2024) Ep : Markus 10:46-52  TUHAN SANGGUP MELAKUKAN SEGALA SESUATU

Epistel Minggu 22. Set Trinitatis (27 Oktober 2024) Ep : Markus 10:46-52 TUHAN SANGGUP MELAKUKAN SEGALA SESUATU

 

Epistel Minggu 22. Set Trinitatis (27 Oktober 2024)

Ep       :           Markus 10:46-52 

TUHAN SANGGUP MELAKUKAN SEGALA SESUATU

PENDAHULUAN

Dalam cerita ini kita akan diperkenalkan dengan satu tokoh yaitu Bartimeus. Seorang yang buta, miskin, dan hidup dari belas kasihan orang lain. Agak sulit rasanya bagi kita untuk mengakui bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu jika dalam kondisi seperti Bartimeus ini. Akan tetapi, kita akan melihat sosok Bartimeus sebagai seorang pria yang memiliki keyakinan yang sangat teguh bahwa suatu hari ia akan terbebas dari penderitaannya. Melihat kondisinya, secara kasat mata sebenarnya mustahil bagi Bartimeus untuk terpenuhi harapannya. Namun, kondisi itu tidak membuatnya patah semangat dan putus pengharapan. Itulah mengapa begitu ia mendengar bahwa Yesus melintasi kota Yeriko, Bartimeus sesegera mungkin berteriak memohon tanpa memikirkan posisi dan jarak antara dirinya dengan Yesus. Teriakan Bartimeus menggambarkan bahwa pengharapannya akan segera terlaksana meskipun ia tidak pernah melihat Yesus secara langsung karena keterbatasannya. Sudah waktunya bagi Bartimeus untuk bangkit dari ketidakberdayaannya. Pada akhirnya, imannya yang teguh itu memberikan keselamatan baginya. Bartimeus mengalami kesembuhan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara rohani. Kisah Bartimeus ini benar-benar menggambarkan tema kita. Kendatipun di situasi sulit yang secara kasat mata itu mustahil untuk diubah, tetapi bagi Allah, Dia sanggup melakukan segala sesuatu. Akan tetapi, perlu kita garis bawahi bahwa segala sesuatu yang dimaksud bertujuan untuk kebaikan dan kemuliaan nama Tuhan.

PENJELASAN NAS

Dalam terang tema Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu, mari kita renungkan: perikop ini mengajarkan ada 4 respon yang harus kita lakukan sebagai orang percaya:

1.       Senantiasa Berseru kepada-Nya (ay.47-48).

Melihat situasi pada saat itu, kedatangan Yesus dibarengi dengan kerumunan orang yang mengelilingi Dia. Ternyata, nama Yesus cukup tersohor sehingga Dia menjadi buah bibir di kota itu. Mendengar cerita orang banyak itu bahwa Yesus tiba di Yeriko, Bartimeus bertindak dengan berseru kepada-Nya “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!”. Ia memanggil Yesus dengan sebutan “Anak Daud”. Panggilan ini mengisyaratkan pengharapannya akan Mesias yang mampu menyelamatkan dirinya. Seruan Bartimeus penuh dengan keyakinan menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias yang berkuasa. Kita perhatikan, seruannya yang pertama harus dibungkam oleh orang banyak. Kerumunan itu melarangnya dan meminta untuk diam. Alih-alih tunduk pada bungkaman itu, Bartimeus justru berteriak semakin keras memohon belas kasihan Yesus. Pada akhirnya, Yesus mendengarkan teriakan itu. Inilah gambaran kehidupan orang percaya. Seruan yang kita sampaikan melalui doa kepada Tuhan sering sekali “dibungkam” oleh keadaan. Penantian yang panjang atas jawaban doa, desakan orang untuk meninggalkan Tuhan, situasi yang membuat kita ragu untuk berdoa adalah tantangan tersendiri bagi kita. Berkaca dari Bartimeus, kita akan melihat bahwa “Iman menuntun pada kesetiaan untuk memohon kepada Tuhan”. Kisah ini menegaskan bahwa jawaban doa memang penting, namun yang lebih utama adalah bagaimana iman membentuk kita untuk tetap berharap dan berdoa kepada Tuhan, meskipun kita harus melewati masa penantian.

2.       Tenang dan teguhkan hatimu (ay. 49).

Kita perhatikan, Yesus yang menjawab seruan Bartimeus memberikan sebuah perubahan baru. Orang banyak yang semula melarangnya untuk berteriak berubah menjadi pendukung Bartimeus untuk datang kepada Yesus. Orang banyak meyakinkan Bartimeus dengan mengatakan “Kuatkan hatimu”. Dalam bahasa aslinya (Yun. Tharseo) dapat diartikan sebagai bersukacitalah, bersemangatlah, jadilah berani, terhiburlah. Orang banyak paham betul ketika Yesus memanggil berarti Bartimeus akan mengalami kesembuhan. Kita perhatikan, panggilan Tuhan atas seruan Bartimeus merupakan suatu dorongan yang luar biasa dalam membangkitkan pengaharapan. Inilah menjadi satu pegangan kuat bagi iman kita terhadap Allah yang sanggup melakukan segala sesuatu. Kendati di tengah permasalahan sekalipun, kita mengimani bahwa jawaban Tuhan selalu membawa penghiburan, sukacita, dan semangat baru.

3.       Datanglah kepada-Nya (ay. 50-52).

Cerita Bartimeus memberikan satu kepastian kepada kita, bahwa Allah mendengarkan seruan kita. Panggilan Yesus membuatnya bergegas untuk pergi mendapatkan Dia. Akan tetapi, sebelum pergi Bartimeus terlebih dahulu menanggalkan jubahnya. Jubah adalah satu-satunya yang dimiliki oleh seorang pengemis. Biasanya itu digunakan untuk duduk atau mengumpulkan sedekah. Di tengah kondisinya, Bartimeus memang harus meninggalkan jubahnya sebab itu dapat menjadi penghambat dirinya bertemu dengan Tuhan. Jubah itu dapat memperlambat gerakannya, atau bahkan bisa membuatnya terjatuh karena tersandung. Setelah mendapat kesempatan berjumpa langsung dengan Yesus, Bartimeus memanggilnya dengan sebutan “Rabuni (rabi: guru)” sebagai ungkapan kerendahatiannya berjumpa dengan Sang Mesias. Sikap Bartimeus ini mencerminkan respon terbaik untuk datang kepada Tuhan. Hal-hal seperti keraguan, kesombongan, harus kita buang saat datang kepada Yesus. Sebaliknya kita datang dengan sikap rendah hati dan berserah diri penuh di dalam doa dan permohonan kita. Allah yang sanggup melakukan segala sesuatu itu sedang mengundang kita datang memohon. Untuk itu, datanglah kepada-Nya (bnd. Mat. 11:28-30).

4.       Percaya dengan sungguh kepada-Nya (Ay. 52).

Bartimeus mendapatkan kesembuhan dari Yesus. Seruannya membuahkan hasil yang manis. Apa yang ia harapkan diberikan Yesus kepada dirinya. Matanya dipulihkan dan dapat melihat kembali. Yesus mengatakan “imanmu telah menyelamatkan engkau!”. Kebaikan yang Bartimeus peroleh adalah karena imannya yang direspon dengan kuasa dan belas kasihan Tuhan. Kita perhatikan, pertolongan yang paling menghibur adalah yang berasal dari iman kita. Secara jasmani Bartimeus kembali dapat melihat dan tidak lagi membutuhkan orang lain untuk membantunya. Ia sekarang dapat berjalan sendiri dengan penglihatannya sendiri. Kesembuhan jasmani itu diikuti dengan kesembuhan rohani melalui keputusan Bartimeus untuk mengikut Yesus. Inilah respon yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya. Tidak cukup bagi kita hanya sekedar memohon untuk mendapat kesembuhan kepada Tuhan. Akan tetapi, penting sekali kita mengambil komitmen untuk mengikuti Dia agar kita dapat memuliakan Tuhan.

 

REFLEKSI/KESIMPULAN

Firman Tuhan hari ini mengajak kita agar sungguh-sungguh mengimani Allah sanggup melakukan segala sesuatu. Meskipun situasi terasa seperti di luar kendali dan kekuatan kita, firman Tuhan mengajak agar kita datang kepada-Nya di dalam iman yang sungguh-sungguh. Kita juga diajak untuk selalu berseru kepada Tuhan sebab penantian akan jawaban Tuhan selalu membuahkan penghiburan, sukacita, dan semangat baru bagi kita.