Epistel Minggu 19. Set
Trinitatis (06 Oktober 2024)
Ep : Keluaran 4:10-17
SIAP SEDIA MEMBERITAKAN FIRMAN TUHAN
PENDAHULUAN
Perikop ini merupakan lanjutan dari pemanggilan dan
pengutusan Allah kepada Musa untuk membawa bangsa Israel keluar dari tanah Mesir.
Bangsa itu sedang berada dalam perbudakan. Orang-orang Israel akhirnya memohon
kepada Allah untuk membebaskan mereka. Rintihan bangsa itu didengarkan oleh
Tuhan. Dengan mengingat janji-Nya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, Allah
memperhatikan dan memedulikan mereka. Itulah mengapa Allah memilih dan mengutus
Musa menghadap Firaun untuk membawa Israel keluar dari Mesir menuju tanah
Kanaan. Kalau kita melihat perjalanan hidup Musa, pemanggilan ini sebenarnya
terasa sangat sulit. Pertama, Musa diangkat menjadi anak oleh putri Firaun dan
dibesarkan dengan pendidikan dan kebiasaan istana kerajaan Mesir hingga ia
dewasa (2:10). Kedua, setelah dewasa, Musa menjadi pelarian karena telah
membunuh orang Mesir. Hatinya menjadi panas karena melihat orang Mesir memukul
seorang dari saudara sebangsanya. Karena kejadian ini, Firaun berupaya membunuh
Musa (2:11-13). Ketiga, saudara sebangsanya menolak keberadaan Musa (2:14).
Itulah mengapa ketika pemanggilannya, Musa memiliki keraguan yang begitu besar,
dan merasa tidak mampu melaksanakan tugas itu. Keraguan diri Musa ini tampak
dari jawaban dan pertanyaan yang diberikannya kepada Allah.
PENJELASAN NAS
Perikop kali ini akan kita gali dan renungkan dalam terang
tema “Siap Sedia Memberitakan Firman Tuhan”.
1.
Berat
mulut dan Berat Lidah.
Musa sangat berat untuk
mengemban tugas panggilan yang diberikan Allah kepadanya. Selain untuk
menyampaikan firman Tuhan kepada bangsa Israel, ia juga harus siap berhadapan
dengan Firaun. Musa diberikan tugas sebagai pemimpin bagi bangsa itu, sekaligus
menjadi lawan bagi Firaun untuk membawa Israel keluar dari tanah Mesir. Dengan
memahami kondisi ini, Musa sebenarnya ingin menolak. Penolakan Musa
pertama-tama tampak dari keraguan dan ketakutan dirinya jikalau bangsa itu
menolak dirinya. Tidak cukup sampai di sana, dalam perikop ini Musa mencoba
menolak dengan memberitahukan kelemahan dirinya. Ia mengatakan “… aku tidak pandai berbicara,… aku berat
mulut dan berat lidah” (ay. 10). Dalam bahasa Ibrani dan bahasa kuno
lainnya, organ tubuh yang cacat sering sekali disebut dengan “berat” (Ibr. Kabed). Dalam bahasa
aslinya, dapat diterjemahkan bahwa Musa sebenarnya kesulitan dan terbata-bata
untuk mengucapkan kata-kata dengan lancar.
Keadaan Musa ini menjadi
gambaran bagi kita dalam memenuhi panggilan untuk memberitakan firman Tuhan.
Situasi sulit, penolakan, keterbatasan dan kelemahan, menjadi tantangan
tersendiri bagi kita. Itulah mengapa tema mengajak kita untuk bersiap sedia.
Alkitab sudah membuktikan, setiap orang yang dipanggil Tuhan pasti memiliki
kekurangannya tersendiri. Musa dengan keterbatasan fisik dan emosinya, Yosua
dengan ketakutan dan kekuatirannya, Paulus dengan duri dalam dagingnya, dan
masih banyak lagi. Menyadari adanya kelemahan dalam diri adalah sesuatu yang
baik. Akan tetapi, jikalau terlalu fokus pada kelemahan itu, potensi dan
kelebihan dalam diri ini bisa saja menjadi kita abaikan. Untuk itu, bersiap
sedialah.
2.
Pergilah,
Aku akan menyertai.
Musa sudah mengungkapkan
kelemahan dirinya. Tetapi jawaban Allah memberikan kelegaan. Pertama-tama, Allah
memberikan penegasan tentang kuasa dan otoritas-Nya kepada Musa. Bahwa Dia
adalah pencipta manusia, sehingga Dia berkuasa penuh atas manusia. Allah hendak
menegaskan bahwa keterbatasan fisik Musa bukanlah hal yang tak dapat Allah
atasi. Secara spesifik Allah mengatakan “Oleh
sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engaku, apa yang
harus kau katakan.” (ay. 12). Kita perhatikan, tugas dan panggilan yang
Allah nyatakan kepada umat-Nya, akan selalu dibarengi dengan penyertaan-Nya.
Jika kelemahan Musa ada pada lidahnya, maka Allah memberikan penyertaan dan
pemulihan terhadapnya.
Poin yang hendak ditegaskan di
sini, kesiapan dan kesediaan tidak akan pernah kita dapatkan jikalau hanya
mengandalkan kemampuan dan kepintaran diri sendiri. Dengan menyadari kelemahan
diri, kita hanya akan mampu bersiap sedia menunaikan tugas panggilan itu dengan
kasih dan penyertaan Tuhan. Pada dasarnya, kita harus benar-benar menyadari
bahwa “Tuhan yang utus, Tuhan yang urus”.
Meminjam istilah “ula-ula na matolpang”,
demikian lah kita sebagai perkakas yang tidak sempurna yang dipakai oleh Allah
untuk menyatakan firman-Nya. Ketika Allah menyatakan kepada Musa “Bukankah di situ Harun, orang Lewi itu
kakakmu? Aku tahu, bahwa ia pandai bicara…” (ay. 14), ini membuktikan bahwa
Allah memahami apa yang kita butuhkan. Penyertaan Allah akan selalu
memperlengkapi kita. Dia akan memberikan apa yang kita perlu, dan tidak akan
pernah meninggalkan kita. Penyertaan Tuhan akan memberikan kekuatan bagi kita
untuk melakukan kehendak-Nya.
REFLEKSI
Allah tidak hanya memanggil, tetapi juga menyertai dan memperlengkapi setiap orang yang dipanggil-Nya. Kita perlu mengakui keterbatasan kita, tetapi tidak boleh terfokus hanya pada kelemahan tersebut. Bersiaplah dengan kesediaan dan kesadaran bahwa Allah akan memberikan apa yang diperlukan untuk melaksanakan panggilan-Nya. Penyertaan-Nya memberi kekuatan bagi setiap langkah yang kita ambil dalam pelayanan-Nya. Dengan demikian, kita diajak untuk mempersiapkan hati dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, percaya bahwa dalam kelemahan kita, kuasa-Nya menjadi sempurna untuk melakukan kehendak-Nya. (DKHL)