Epistel Minggu 20. Set Trinitatis (13 Oktober 2024)
Ep. : Habakuk 2:1-4
ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH PERCAYANYA
PENDAHULUAN
Tema kali
ini menjadi satu informasi bagi kita bahwa orang percaya hidup karena imannya.
Ini merupakan ungkapan popular dari kitab Habakuk yang dikutip 3 kali dalam
Perjanjian Baru, yaitu Roma 1:17, Galatia 3:11, Ibrani 10:38. Setidaknya, kita
dapat membagi tiga alur kitab ini. Pertama, Habakuk mengeluhkan kejahatan di
dalam negerinya serta bertanya mengapa Allah tidak melakukan sesuatu
menghentikan itu. Kedua, Allah menjawab bahwa Dia akan mengutus orang kasdim
(Babel) untuk menghukum Israel atas dosa-dosanya. Ketiga, respon Habakuk yaitu
ia memilih untuk tetap percaya kepada Tuhan. Imannya ini dinyatakan dengan
menulis sebuah nyanyian pujian kepada Tuhan. Dari alur ini, kita dapat melihat
bahwa tampaknya Habakuk berada di tengah-tengah situasi bangsa yang kacau
balau. Ia menjelaskan bahwa hukum telah kehilangan kekuatannya sebab keadilan
telah diputarbalikkan. Kekerasan, pertikaian, perdebatan marak terjadi.
Ternyata, kekuasaan dan keadilan telah disalahgunakan di antara sesama bangsa
sendiri. Kejahatan tidak pernah ditindak dan pelakunya tidak pernah diadili.
Sebaliknya, orang benar akan disalahkan dan yang jahat akan dibenarkan. Kesukaran
ini akhirnya turut menimpa orang-orang yang setia hidup dalam imannya. Hati
Habakuk semakin hancur ketika Allah justru memilih jalan yang tidak sesuai
harapannya. Allah memberi nubuatan kepada Habakuk bahwa Dia akan memilih bangsa
Babel untuk menghukum bangsa Israel. Bertahan dalam suasana dan kondisi yang
menderita memang tidak mudah bagi siapapun. Waktu terasa begitu lambat
berjalan. Akan tetapi melalui seruan Habakuk, firman Tuhan kali ini hendak
mengajak kita agar dengan sungguh-sungguh memusatkan penantian kita hanya
kepada Allah. Habakuk mengajak kita untuk menjalani pergumulan itu bersama-sama
dengan Allah. Caranya adalah dengan membawa semua itu ke dalam doa memohon
pertolongan Allah bagi kita.
PENJELASAN NAS
Habakuk menyatakan orang benar akan hidup oleh percayanya
(2:4) di tengah-tengah situasi yang begitu sulit baginya. Kita akan renungkan
ada 3 alasan mengapa Habakuk menyatakan demikain:
Pertama, iman memberi kehidupan. Habakuk menggambarkan bahwa ada dua respons manusia terhadap
firman Allah. “Membusungkan dada”
berarti respons tinggi hati dan meremehkan firman Tuhan. Mereka tidak mau
mengakui firman Tuhan, tidak mau bergantung kepada-Nya, dan menganggap janji
Allah adalah sesuatu yang tidak berarti. Tetapi “orang benar” merespons firman Tuhan dengan penuh keyakinan akan
kebenarannya. Mereka akan tetap dekat dengan Allah dan menghidupi panggilannya
kendatipun di masa-masa sulit. Dalam konteks Habakuk, iman membuat orang
percaya hidup dalam relasi “kesetiaan” dengan Tuhan. Artinya, manusia harus
setia kepada janji Tuhan sebab Dia setia terhadap janji-Nya yang memberi
kehidupan. Kehidupan yang dimaksud oleh Habakuk di sini memang erat kaitannya
dengan perdamaian, kesejahteraan, dan keamanan bagi umat. Akan tetapi, pada
akhirnya Perjanjian Baru memberikan makna yang jauh lebih luas. Kehidupan yang
dimaksud bukan lagi hanya berbicara tentang jasmaniah tetapi juga spiritual.
Bahwa di dalam Kristus, kita akan memperoleh keselamatan dan kehidupan kekal
(Yoh. 3:16, 18). Sebab, iman yang merespons firman Tuhan dengan benar akan menghasilkan
buah (Gal.5:22-23); membawa kita kepada pengudusan dan pembenaran (Ibr. 10:10; Rm.
3:28; Ef. 2:8); dan membawa kita kepada keselamatan (Mrk.16:16; Rm.1:17; 2 Tim.
3:15).
Kedua, iman membuahkan pengharapan. Ungkapan “Aku mau
berdiri di tempat pengintaian … aku mau meninjau dan menantikan…” (ay. 1)
adalah gambaran kesungguhan Habakuk menanti jawaban Tuhan atas doa dan
permohonannya. Habakuk benar-benar dengan penuh kesabaran dan kesungguhan
menantikan itu bagaikan seorang penjaga keamanan yang penuh fokus dan
keseriusan. Penantiannya akhirnya dijawab oleh Tuhan dengan memberikan sebuah
perintah agar menuliskan penglihatan itu pada loh (ay. 2). Meskipun penglihatan
itu masih belum terjadi dan dinantikan, tetapi Allah menyatakan bahwa itu
sungguh-sungguh akan datang (ay.3). Habakuk merespon dengan menyatakan orang
benar akan hidup oleh percayanya (ay. 4). Menariknya kendatipun jawaban itu
masih membutuhkan penantian, Habakuk meresponnya dengan pujian kepada Allah.
Pujian yang berisi pengharapan yang pasti bahwa Allah akan menyelamatkan
umat-Nya (3:12). Begitulah iman yang sejati. Iman selalu membuahkan pengharapan
sebab iman adalah dasar dari segala
sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr.
11:1). Inilah yang membuat Habakuk tidak menjadi goyah hatinya. Sebab di dalam
iman, ada pengharapan yang meneguhkan bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan
apa yang telah Dia janjikan (bnd. Rm. 4:21).
Ketiga, iman meluruskan hati. Iman yang memberi kehidupan dan pengharapan akan selalu
menuntun kita kepada kebenaran. Mereka yang menolak firman Allah tidak akan
lurus hatinya. Sebaliknya, firman Tuhan akan meluruskan hati orang benar.
Olehnya, mereka mau melakukan kehendak Allah. Artinya, firman Tuhan selalu
membawa kita kepada pertobatan. Sebab firman Tuhan yang dituliskan itu
bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan
mendidik orang dalam kebenaran (bnd. 2 Tim. 3:16). Inilah yang dimaksud dengan
iman meluruskan hati (membawa pertobatan). Kendatipun
situasi sekitarnya tidak sesuai harapan dan pemahamannya, kadang kala rencana
Tuhan terasa tidak adil menurut manusia, Habakuk tetap memiliki harapan bahwa
pada akhirnya Allah menegakkan keadilan dan memulihkan umat-Nya Hati yang lurus
akan selalu mendorong kita untuk senantiasa memuji dan memuliakan Tuhan (3:17-18).
REFLEKSI/KESIMPULAN
Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk meneguhkan dalam hati bahwa orang benar hidup oleh iman. Habakuk, melalui pengalaman dan pujian yang dicatat dalam kitabnya, mengajarkan bahwa iman adalah landasan yang kokoh di tengah-tengah kesulitan dan ketidakpastian. Dalam situasi di mana keadilan tampak terbalik dan kejahatan tidak dihukum, iman memberikan kehidupan dengan menjaga hubungan setia dengan Allah. Iman juga membuahkan pengharapan yang kokoh, bahkan ketika jawaban atas doa tampak jauh atau belum terlihat jelas. Selain itu, iman meluruskan hati, membimbing untuk melakukan kehendak Allah, dan memberikan keyakinan bahwa pada akhirnya Allah akan menegakkan keadilan dan menyelamatkan umat-Nya. Dengan demikian, Habakuk mengajak untuk hidup dalam ketaatan dan pengharapan, sambil tetap memuji dan memuliakan Tuhan dalam segala keadaan.