RAHASIA KEBERHASILAN PERJUANGAN ESTER DALAM RANGKA MENYELAMATKAN BANGSANYA DI NEGERI ASING - Duc In Altum

Klik Ikuti

RAHASIA KEBERHASILAN PERJUANGAN ESTER DALAM RANGKA MENYELAMATKAN BANGSANYA DI NEGERI ASING

 

RAHASIA KEBERHASILAN PERJUANGAN ESTER DALAM RANGKA MENYELAMATKAN BANGSANYA DI NEGERI ASING[1]

1.1.         Perempuan dalam Perjanjian Lama

1.1.1.  Kedudukan Perempuan dalam Perjanjian Lama

Dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan bangsa Israel, ketika mereka itu menjadi sebuah bangsa yang memiliki hukum dan pemerintah, perempuan, memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada pria. Dari segi penghormatan, kalau perempuan menjadi janda dan tidak memiliki anak, ia wajib menikah untuk memperoleh seorang putra guna meneruskan garis keturunan mendiang suaminya demi keutuhan warisan keluarga (Bil 27:8-11). Dalam peristiwa-peristiwa keagamaan yang penting, istri diperbolehkan mengikuti peribadatan dan turut berperan di dalamnya. Pada zaman Hakim-hakim, banyak juga kaum perempuan yang mengerjakan tugas-tugas pelayanan di rumah Tuhan secara sukarela.[2]

1.1.2.  Peran Perempuan dalam Perjanjian Lama

Waktu bangsa Israel keluar dari Mesir, yang dihitung adalah kaum pria usia wajib militer. Padahal Musa menuntut kepada Firaun supaya mereka diizinkan keluar berbakti kepada Tuhan bersama keluarga mereka, anak dan istri mereka. Hal itu menyatakan bahwa kaum perempuan jarang disebutkan dalam “hitungan”. Kaum perempuan memegang peranan di latar saja. Peran utama mereka adalah di rumah, kecuali beberapa orang perempuan yang disebutkan dalam Perjanjian Lama, yang berkarya sebagai nabiah, Ibu Bangsa, pejuang di medan perang dan bahkan juga memerintah. Peran di dalam agama juga tidak kurang dilakukan kaum perempuan. Beberapa dari antara mereka yang disebut “pemimpin bangsa” seperti Miriam, Debora adalah nabiah selain anak-anak Filipus (putri-putrinya), istri Yesaya. Dalam berbagai peristiwa, peran perempuan sangat penting dan mengubah jalannya sejarah. Dalam hal itu, disebutkan Ester (di negeri asing), Rut (dan negeri asing) menjadi leluhur Mesias dan Daud raja terbesar di Israel, Naomi (ibu teladan yang tahan melewati derita dengan sukses).[3]

1.2.         Konteks Kitab Ester: Politik dan Pemerintahannya

Latar belakang cerita kitab Ester diperkirakan terjadi pada masa setelah terjadinya kepulangan gelombang ketiga, yaitu sekitar tahun 486-465 sM, yakni pada masa pemerintahan Xerxes I atau dalam Kitab Ester dikenal dengan nama Ahashweros. Tempat kejadian di dalam Kitab Suci Ibrani , adalah di antara pasal 6 dan 7 kitab Esra, sehingga kisah Ester ini diperkirakan terjadi sebelum kisah Esra 7-10 dan Nehemia . Dengan membaca Esra 4 akan terlihat, bahwa meskipun bangsa Yahudi telah pulang ke tanah air Palestina, namun mereka masih menghadapi tantangan dan perlawanan dalam membangun kembali Bait Suci. Perlawanan yang harus mereka hadapi, bukan hanya sekadar perlawanan lokal di Palestina, melainkan telah menjadi perlawanan global, yaitu perlawanan dari bangsa-bangsa lain terhadap bangsa Yahudi di tanah air Palestina. Hal ini terjadi oleh karena kecemburuan sosial terhadap bangsa Yahudi di perantauan, yang biasanya menjadi orang-orang yang lebih berhasil di bidang ekonomi maupun politik, jika dibandingkan dengan bangsa lain. Dengan latar belakang utama dan dalam konteks inilah, kisah Ester dibangun.[4]

1.3.         Profil tentang Ester

Ester seorang perempuan muda yang cantik wajahnya maupun perangainya, telah memenangkan hati keluarga istana. Ia bukan orang Persia, melainkan seorang anak Yahudi yang sudah yatim piatu yang dibesarkan oleh saudaranya Moderkhai.[5] Kelebihan Ester selain kelebihan fisik, ia mampu mengatasi undang-undang Persia dan Media. Kecantikan dan kekuasaan tidak membuat Ester menjadi sombong, angkuh terhadap orang yang ada di sekelilingnya. Justru Tuhan menggunakan kecantikan dan keindahannya itu sebagai sarana untuk membawa ia ke istana dan menunjukkan rencana Tuhan baginya dan bangsanya. Anak yatim piatu ini digambarkan Allah, sekalipun sebagai orang yang paling lemah “mungkin untuk saat ini” (4:14), menjadi contoh bahwa kekuatan yang sesungguhnya hanyalah berasal dari Tuhan.[6] Ester yang masih muda, yang selalu memperlihatkan sikap yang lembut, sekarang terbukti memiliki unsur-unsur kepahlawanan. Ia mau menyerahkan hidupnya bagi rencana Allah.

1.4.         Permasalahan dalam Kitab Ester

Dalam kitab ini terjadi perseteruan antara Haman, Ester dan juga Mordekhai paman Ester. Haman merupakan tokoh yang hendak melakukan pembantaian dan ingin menghancurkan orang-orang Yahudi. Garis besarnya adalah dalam lima pasal pertama adalah cerita dalam mempersiapkan situasi perseteruan yang membawa Ester ke dalam istana dan memperlihatkan permusuhan antara Mordekhai dan Haman yang meningkat dengan usaha Haman untuk memusnahkan orang-orang Yahudi. Dalam pasal 6, Ester mengadakan perjamuan makan, dan di sana Ester menyingkapkan rencana-rencana jahat Haman. Sehingga pada akhirnya Haman dijatuhi hukuman mati dan rencananya untuk memusnahkan bangsa Yahudi dibalik menjadi kematian Haman sendiri. Mordekhai dan Ester memperoleh kedudukan tinggi dan berkenan bagi raja, dan orang-orang Yahudi diselamatkan dari musuh-musuh mereka.[7]

1.5.         Peran Ester dalam Menyelamatkan Bangsa Israel di Tanah Asing

Ester bertindak sebagai penyelamat untuk menyelamatkan umat Israel dari ancaman Haman, seorang pemuka bangsa Persia dan Media. Sebagai permaisuri Raja Ahasyweros, Ester tidak memakai kesempatan baik dalam hidupnya untuk kepentingan dan kesenangan dirinya sendiri. Ester turut prihatin atas kehidupan umat Israel yang tengan menghadapi ancaman Haman. Ester bertindak menolong umat Israel dengan jalan memberi tahu suaminya bahwa umat Israel berada dalam ancaman kebinasaan karena perbuatan Haman. Untuk melaksanakan rencana menyelamatakan umat dari ancaman bahaya, Ester bekerja sama dengan Mordekhai. Kepedulian Ester dan rasa solider terhdapa umat Israel telah menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan mulia demi keselamatan orang banyak, yaitu keselamatan bangsanya. Ia mengingatkan suaminya supaya bertindak adil dan memperhatikan keselamatan banyak orang. Ester juga memberi tahu suaminya tentang bahaya yang akan nmenimpa umat Israel, yaitu penganiayaan dan pembunuhan.[8]

Ia tidak hanya sekedar permaisuri raja tidak tinggal diam ketika melihat penderitaan yang sedang dialami umat Israel. Ia juga tidak sekedar melaporkan apa yang diketahuinya kepada suaminya tanpa berbuat sesuatu, tetapi Ester mau bertindak. Ia memakai strategi untuk menyelamatkan umat Israel. Ia dapat menjadi mitra laki-laki dan bekerja sama dengan Moderkhai untuk menyusun dan merencanakan suatu tindakan agar dapat menghadapi segala kemungkinan yang bakal terjadi. Ia telah memakai hidupnya, kedudukan serta talentanya untuk kepentingan dan keselamatan orang lain. Ester sadar bahwa dirinya dipilih menjadi permaisuri Raja Ahasyweros bukan secara kebetulan dan bukan tanpa tujuan. Menjadi permaisuri raja adalah bagian dari rencana Allah atas hidupnya. Allah hendak memakai dirinya untuk menyelamatkan bangsa Israel dari ancaman kehancuran. Hanya dalam bimbingan Allah sajalah semua perkara yang dilakukan Ester dapat berjalan dengan baik.[9]

1.6.         Rahasia Keberhasilan Ester Menyelamatkan Bangsanya

1.6.1.  Ia Mangandalkan Tuhan

Dalam Ester 4:3 memaparkan bahwa bangsa Yahudi melakukan puasa karena mendengar titah dan undang-undang raja berisi perintah agar dupunahkan, dibunuh dan dibinasakan semua orang Yahudi dari yang muda sampai yang tua, bahkan yang anak-anak dan perempuan-perempuan.[10] Ia secara terang-terangan menyatakan asal-usulnya dengan mempersatukan diri dengan bangsanya. Ajakannya untuk berpuasa adalah ajakan untuk berdoa. Ia menginsafi bahwaia seorang perempuan yang tidak berdaya , bahwa ia tidak dapat menawarkan pertolongan apapun. Pertolongan dapat datang hanya dari Tuhan, Allah Israel semata-mata. Oleh karena itu ia bermaksud menghadap takhta Allah di surga dengan doa selama tiga hari tiga malam. Ester menyadari benar akan perlunya pimpinan Allah akan hal itu. Ia ingin mendapat kepastian bahwa tugas yang dituntut darinya itu benar-benar berasal dari Allah. Ia tahu bahwa Allah menyatakan diri-Nya dalam jawaban doa, dan ia memerlukan kebijaksanaan serta keberanian untuk bertindak secara tepat.[11] Bangsa Yahudi adalah bangsa yang melakukan puasa dengan menggunakan identitasnya sebagai umat Allah. Hal ini dikarenakan orang Yahudi memiliki identitas sebagai umat pilihan Allah. Secara otomatis puasa akan ditujukan kepada Allah yang sudah mengikat perjanjian dengan mereka.[12]

1.6.2.  Ia Peduli dengan Bangsanya dan Menghargai Raja

Moderkhai memegang sesuatu jabatan di istana, ia duduk menjaga pintu istana raja. Di sana ia mendengar maksud dua orang penjaga ambang istana hendak membunuh raja. Moderkhai menceritakan hal ini kepada Ester, yang menyampaikan kepada raja. Kedua pegawai itu Bigtan dan Teresy. Ia pergi ke istana dengan maksud untuk memberitahukan nya kepada Ester. Ia bermaksud untuk mempergunakan kedudukan Ester untuk keselamatan bangsa Israel. Ia menyuruh agar Ester menghadap sang raja dan Ester terkejut mendengar apa yang diperintahkan oleh Mordekhai kepadanya. Bahwasannya tidak boleh sembarangan orang menghadap sang raja termasuk sang ratu. Dan siapa yang melanggar perintah ini akan dihukum mati, kecuali raja mengaruniakan dia dengan mengunjuk tongkat kerajaan kepadanya.[13] Lalu ia meminta semua orang Yahudi di Susan termasuk dayang-dayang nya juga akan berpuasa baru setelah itu ia menghadap raja untuk meminta belas kasihan raja bagi orang Yahudi yang tinggal di Persia. Dalam hal ini sudah 30 hari Ester tidak pernah dipanggil oleh raja untuk mengahdap. Ester menyadari bahwa ketika ia pergi menghadap raja tanpa dipanggil, ia membutuhkan Allah. Ia mengharapkan Allah menolong dan memberi kelepasan dengan cara membuat raja mengulurkan tongkat emasnya. Itu sebabnya ia meminta Moderkahi dan umat Yahudi yaitu umat pilihan Allah dalam perantauan khususnya wilayah Persia berpuasa dan berdoa baginya.[14]

Ester menyadari bahwa dia tidak memiliki keberanian menghadapi Ahasyweros. Namun, dia tahu di mana dia harus meminta keberanian kepada Tuhan dalam doa dan puasa. Ester patuh pada aturan istana, dengan kepribadian yang penuh dengan jiwa sosial dan sederhana, memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya dan sangat peduli dengan keluarga. Kepribadian sederhana Ester memiliki integritas yang menampilkan profil yang bertanggung jawab atas berbagai kegiatan di tengah lingkungan kerajaan (Royal Palace). Ester selalu menunjukkan kredibilitas yang baikkepada orang-orang di puri Susan. Status ratu yang menggantikan posisi Wasti, ia selalu memahami kehidupan yang diterima sebagai bagian dari istana raja, Ester menyadari bahwa dia adalah salah satu di antara wanita menjadi pilihan raja.[15]

1.6.3.  Ester Memiliki Hikmat dalam Menghadapi Masalah.

Hikmat Ester terlihat saat ia menghadap raja Ahasyweros baik dalam pemilihan ratu (2:15,17,18), sehingga dengan kecantikan dan hikmatnya, ia terpilih menjadi ratu menggantikan Wasti. Dengan hikmat pula Ester menyusun strategi menghadap raja Ahasyweros dan memberitahukan masalah yang dihadapinya (5:1-8; 7:3-4). Dengan hikmat pula Ester menghadapi musuh orang Yahudi (5:12; 7:4-5). Menurut Baldwin, kemampuan Ester menutupi asal-usulnya merupakan salah satu tanda bahwa Ester punya hikmat. Hal ini termasuk dalam ketaatannya terhadap perintah dan nasehat Mordekhai dan strategi yang digunakannya untuk mengungkapkan masalah kepada raja Ahasyweros. Hikmat ini membuat Ester semakin terlihat bukan hanya cantik wajah, tetapi dengan hikmatnya, meningkatkan kecantikannya dari dalam dan kepandaian yang dimilikinya.[16]

1.6.4.  Peka Terhadap Masalah yang Terjadi

Ia tidak mementingkan diri sendiri dan berani berjuang dengan mempertaruhkan nyawanya (4:4-5,16). Ketika Ester mendapat informasi tentang apa yang dilakukan Mordekhai atas rencana Haman (4:1-3), Ester tidak tinggal diam dan merasa tenang saja di dalam istana, tetapi hatinya menjadi sangat risau dan mencoba menghibur Mordekhai dengan mengirimkan pakaian penggantikain kabung (4:4). Hati yang gelisah ini menandakan kepekaannya terhadap masalah yang terjadi. Hati yang peka ini membuatnyabersungguh-sungguh, karena masalah yang terjadi juga menjadi masalah Ester, meskipun ia berada aman dan nyaman di istana raja. Bagi orang Ibrani, hati mencakup seluruh pribadi manusia, termasuk pikiran, perasaan dan kehendak seseorang.[17] Tindakan yang dilakukan dengan hati, adalah proses keterlibatan seluruh hidup seseorang yang menginginkan terjadinya perubahan yang baik orang lain dan diri sendiri melalui tindakan yang dilakukan. Dan inilah yang dilakukan oleh Ester, sehingga Ester tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi justru semakin tergerak dan berani berjuang menghadapi masalah meskipun harus mempertaruhkan nyawanya.

1.7.         Kesimpulan

Ester adalah seorang permaisuri dalam kerajaan Persia. Ia berasal dari bangsa Yahudi yang dibuang ke tanah Babel. Dari Cerita Ester kita dapat mempelajari bahwa Allah mampu memakai siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, meski kita sebagai orang percaya hidup sebagai pendatang di tengah-tengah negeri asing. Belajar dari Ester, meski ia memiliki kekuasaan, kenikmatan sebab ia diangkat menjadi permaisuri raja, ia tetap memperhatikan kondisi bangsanya. Sebagai penguasa, ia tidak tutup mata dan tidak tutup telingan terhadap persoalan dan penderitaan rakyatnya. Ia tidak melupakan sesamanya dan tidak mengedepankan kepentingan dirinya sendiri. Ia adalah pribadi yang tidak lupa daratan. Selain itu Ester sebagai pemimpin yang menyelamatkan bangsanya memiliiki beberapa rahasia kesuksesan, yaitu: ia mengandalkan Tuhan, ia peduli terhadap bangsanya dan mengerti aturan serta mengargai raja, ia juga memiliki hikmat serta peka terhadap permasalahan.

1.8.         Daftar Pustaka

Nadeak, Wilson, Perempuan-perempuan Pemberani. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2005.

Sindoro, Elizabeth dan Santoso, Agus, Pertolongan di Balik Layar: Tuhan yang Tersembunyi pada Kitab Ester. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020.

Karsen, Gien, Ia Dinamai Perempuan. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1974.

E. Hill, Andrew dan H. Walton, John, Survei Perjanjian Lama Malang: Gandum Mas, 1996.

Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab. Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002.

Baker, F.L. Sejarah Kerajaan Allah 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990.

Santoso, Agus, Akan ada Pertolongan dan Kelepasan: Tafsir Kitab Ester. Bandung: Bina Media Informasi, 2011.

Baldwin, Joyce G. Tyndale Old Testament Commerntaries: Esther. Leicester: Inter-Varsity Press, 1984.

Hendricks, Howard, Teaching to Change Lives. Oregon: Multnomah Press, 1987.

Lerrick, Martha, “Nuansa Teologis dalam Kitab Ester” dalam Jurnal Academia, 2015, 4.

Hartono, Tri, “Membaca Ulang Kisah Ester dalam Bingkai Kepemimpinan Perempuan Kristen di Era Postmodern”, dalam Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol.2, N0.1, 1 Juli 2022, 34.



[1] Makalah disusun oleh: David Lubis dan Ruth Tambunan

[2] Wilson Nadeak, Perempuan-perempuan Pemberani (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2005), 8-9.

[3] Wilson Nadeak, Perempuan-perempuan Pemberani, 9-11.

[4] Elizabeth Sindoro dan Agus Santoso, Pertolongan di Balik Layar: Tuhan yang Tersembunyi pada Kitab Ester (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020), 16-17.

[5] Gien Karsen, Ia Dinamai Perempuan (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1974), 149.

[6] Wilson Nadeak, Perempuan-perempuan Pemberani, 101-102.

[7] Andrew E. Hill dan John H. Walton, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 1996), 392-393.

[8] Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002), 37.

[9] Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab, 37.

[10] Martha Lerrick “Nuansa Teologis dalam Kitab Ester” dalam Jurnal Academia, 2015, 4.

[11] Gien Karsen, Ia Dinamai Perempuan, 152.

[12] Martha Lerrick “Nuansa Teologis dalam Kitab Ester” dalam Jurnal Academia, 2015, 9-10.

[13] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan Allah 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 726.

[14] Agus Santoso, Akan ada Pertolongan dan Kelepasan: Tafsir Kitab Ester (Bandung: Bina Media Informasi, 2011), 103-104.

[15] Tri Hartono “Membaca Ulang Kisah Ester dalam Bingkai Kepemimpinan Perempuan Kristen di Era Postmodern”, dalam Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol.2, N0.1, 1 Juli 2022, 34.

[16] Joyce G. Baldwin, Tyndale Old Testament Commerntaries: Esther (Leicester: Inter-Varsity Press, 1984), 67.

[17] Howard Hendricks, Teaching to Change Lives (Oregon: Multnomah Press, 1987), 81.

Add your comment