Minggu 20 Set. Trinitatis, 30 Oktober
2022 (Rm. 6:15-23)
“BERHENTI BERBUAT JAHAT, BELAJAR
BERBUAT BAIK”
PENDAHULUAN
Ketika seorang anak melakukan kejahatan, baik
itu mencuri, melawan, melakukan segala sesuatu yang membuat orang tuanya marah,
sebagai orang tua yang baik, tentu baik ayah maupun ibu akan merasakan
kekecewaan dan bahkan kadang kala mendukakan hati. Bagaimana respon orang tua
jikalau ada anak yang salah? Tentu saja akan mendidik dan memberikan pelajaran.
Memberikan nasihat, menegur segala perilaku yang tidak baik, bahkan terkadang
menghukum anak agar memberikan efek jera. Tetapi, apa sebenarnya tujuan dari hukuman
yang diberikan orang tua ini? Tidak lain dan tidak bukan, targetnya adalah
perubahan sikap si anak, agar ia mengetahui bahwa tindakan itu salah, ia dapat
belajar dari kesalahannya, dan dia dapat berubah dengan tidak lagi melakukan
kesalahan yang sama lagi. Kira-kira demikianlah yang diinginkan oleh firman
Tuhan pada kali ini. Paulus memberikan nasihat, pengajaran dan bahkan menegur
jemaat-jemaat di Roma. Pasal 6 ini merupakan bagian dari pengajaran Paulus tentang
bagaimana Allah, dengan kasih-Nya yang besar dan melimpah menyelamatkan manusia
dan memerdekakan manusia dari dosa. Tujuan Paulus menasihatkan dan mengajarkan
ini pada jemaat mula-mula adalah supaya mereka “Berhenti berbuat, dan Belajar
berbuat baik” atau singkatnya, Paulus hendak mengingatkan bahwa sebagai manusia
yang telah dimerdekakan, “Bertobatlah” sebab kita diselamatkan untuk dipanggil
dari kegelapan kepada terang Allah yang ajaib.
PENJELASAN NATS
Tema minggu ini adalah “Berhenti berbuat
jahat, Belajar berbuat baik”. Melalui tema ini, ada satu pertanyaan yang harus
direfleksikan, yaitu mengapa kita harus berhenti berbuat jahat dan belajar
melakukan perbuatan baik? Ada 3 Jawaban:
Pertama, Sebab Kita Hidup dalam Kasih Karunia
(Ay. 15). Pada ayat 15, Paulus mengingatkan orang Yahudi yang telah menjadi
Kristen yang masih terikat dengan peraturan bahwa “kita selamat karena
perbuatan baik/mengikuti taurat”, bahwa ketika hidup di dalam Kasih Karunia
Allah yang diberikan secara cuma-cuma, tidak berarti kita dapat sesuka hati
melakukan dosa sebab kita telah diselamatkan. Justru karena kita telah hidup di
dalam kasih karunia lah kita harus mempersembahkan diri sebagai persembahan
yang benar, kudus dan berkenan kepada Allah, sebab itulah ibadah kita yang
sejati sebagai orang percaya (Rm. 12:1). Dalam ayat 1 dan 2 Paulus memperingatkan
bahwa dosa tidak bisa menambah kasih karunia, sebab oleh dosa lah kita mati, dan
oleh karena kasih karunia lah kita memperoleh hidup. Sebagai manusia yang hidup
dalam kasih karunia, inilah alasan mendasar bagi manusia untuk melakukan
kebaikan, sebab Allah terlebih dahulu melakukan segala pekerjaan baik yang
menyelamatkan oleh karena kasih-Nya, sehingga kita dipanggil untuk hidup
seturut kehendak-Nya di dalam kebaikan dan kebenaran.
Kedua, Sebab telah menjadi hamba Kebenaran
(Ay. 17-19). Oleh karena kasih karunia, kita telah dimerdekakan dari dosa. Paulus
menjelaskan bahwa kita bukan lagi hamba dosa, tetapi telah menjadi hamba
kebenaran (ay. 18). Apa yang seharusnya dilakukan seorang hamba kebenaran? Ayat
17 dengan jelas mengatakan menaati pengajaran dengan segenap hati. Bagaimana
menaati ajaran itu dengan segenap hati? Dengan menyerahkan anggota-anggota
tubuh menjadi hamba kebenaran sehingga akan membawa kita kepada pengudusan
(6:12-13, 19). Paulus mengingatkan ini sebab pada zaman itu, segala macam dosa
dan kekejian dalam dunia Romawi dan Yunani konteks jemaat mula-mula mudah
ditemui. Seks bebas, pesta pora, mabuk-mabukan, perkelahian, kekerasan,
penindasan, penyembahan berhala, keserakahan dan masih banyak lagi. (Gal.
19-21). Untuk itu, mari belajar berbuat baik, tinggalkan dosa, sebab status
kita begitu berharga, yakni hamba kebenaran, yang kita peroleh dengan harga
mahal, yaitu Darah Kristus yang tercurah menguduskan dan menebus kita.
Ketiga, Agar kita Mengasilkan Buah yang
menghidupkan (Ay. 22-23). Alasan ketiga mengapa kita harus senantiasa belajar
berbuat baik, tujuan akhirnya adalah agar kita menghasilkan buah yang
menghidupkan. Apakah buah itu? Ketika kita hidup dalam Roh, maka buah itu
adalah Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Gal. 5:22-23). Paulus mengingatkan
jemaat dengan metode past (kamu dahulu) dan present (kamu sekarang).
Memperbandingkan antara kita yang dulu dan kita yang sekarang, Paulus hendak berpesan
agar kita berefleksi. Bahwa kita selamat, hanya karena anugerah. Bahwa kita
dimerdekakan, hanya karena kematian Kristus. Jika demikian, sudahkah kita
berubah? Sudahkah kita hidup di dalam panggilan itu? Sudah kan kita keluar dari
kegelapan kepada terang Kristus yang ajaib? Sudah kan hidup kita membuahkan
hasil? Sudahkah hidup kita mencerminkan manusia yang telah diselamatkan?
REFLEKSI
Melalui tema ini, sebagaimana yang dikatakan Paulus pada ayat 19 bahwa sebagai manusia kita masih hidup di dalam kelemahan, kita harus senantiasa “belajar” berbuat baik. Tuntutan yang diberikan kepada kita adalah “belajar”. Ada proses yang harus kita jalani untuk menghasilkan progres, yakni perubahan total menjadi manusia merdeka yang meneladani Kristus. Sudahkah keluarga kita telah hidup dalam kasih, sukacita dan damai sejahtera? Sudahkah kita mampu memaafkan orang yang berbuat salah dan menyakiti hati kita? Atau jangan-jangan justru kita masih menyimpan dendam. Sudahkah kita dapat bersabar di dalam setiap pergumulan yang membentuk pribadi kita agar senantiasa taat kepada Tuhan? Sudahkah kita kita dapat menguasai diri kita terhadap kelemahan-kelemahan manusiawi yang menjauhkan kita dari Tuhan? Hidup ini adalah hidup yang belajar. Belajar di kala suka, belajar di kala duka. Ajakan firman Tuhan kali ini adalah: Marilah menjadi Pelajar Iman, yang senantiasa rindu untuk belajar taat dan tunduk kepada Tuhan, Juru selamat kita.