BAHAN EPISTEL MINGGU 9 SET. TRINITATIS, 28 JULI 2024 “TANGGUNGJAWAB DAN KETAATAN” Ep. 2 Samuel 11:1-15 - Duc In Altum

Klik Ikuti

BAHAN EPISTEL MINGGU 9 SET. TRINITATIS, 28 JULI 2024 “TANGGUNGJAWAB DAN KETAATAN” Ep. 2 Samuel 11:1-15

BAHAN EPISTEL MINGGU 9 SET. TRINITATIS, 28 JULI 2024

“TANGGUNGJAWAB DAN KETAATAN”

Ep. 2 Samuel 11:1-15

PENDAHULUAN

Sebenarnya tema yang ditentukan oleh Almanak GKPI adalah “Yesus Berkuasa Memenuhi Kebutuhan Kita”. Akan tetapi mempertimbangkan teks dan konteks dalam 2 Samuel 11:1-15 kami mencoba menawarkan tema Tanggungjawab dan Ketaatan. Sebagai manusia yang dikaruniai akal budi oleh Allah, tentu saja kita dalam hidup ini memiliki angan-angan, cita-cita, kesadaran akan perlunya kebutuhan, dan berbagai macam keinginan. Ada dua kata kunci yang akan kita gunakan untuk memahami perikop kali ini, yakni “kebutuhan” dan “keinginan”. Pertama-tama, perselingkuhan yang dilakukan oleh Daud bukanlah sebuah kebutuhan melainkan sebuah keinginan. Kebutuhan adalah sesuatu yang memang benar-benar harus kita miliki dalam hidup ini. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi maka keberlangsungan hidup kita akan terganggu. Untuk itu pertama-tama sekali hendak ditegaskan bahwa perselingkuhan bukanlah wujud pemenuhan Tuhan atas kebutuhan manusia. Berbicara tentang “keinginan”, di dalam Alkitab memang pemaknaan keinginan ini bisa saja bersifat netral sebagaimana kita menginginkan sesuatu yang olehnya jika terpenuhi maka membawa kebahagiaan bagi hidup. Akan tetapi Alkitab sering sekali menggunakan istilah “keinginan” dalam pengertian yang negatif. Keinginan (Yun. Epithymia; Pathos) dapat diterjemahkan dengan isitilah “menginginkan dengan tidak tepat” atau nafsu yang mengakibatkan berbagai macam keinginan jahat, keserakahan, khususnya ketidakberesan dalam hal seksual. Inilah yang terjadi pada Daud ketika melihat Batsyeba. Kata melihat (Ibr. Ra’ah) juga dapat berarti memperhatikan, menikmati, atau bersenang-senang atas apa yang dilihat. Sebagai seorang Raja, seorang Yahudi, dan bahkan umat Tuhan, Daud seharusnya memahami bahwa adalah tanggungjawab setiap umat Tuhan untuk hidup taat kepada perintah dan kehendak Allah. Daud juga seharusnya sadar akan tanggungjawabnya untuk menaati Taurat Tuhan. Akan tetapi, Daud mengalami kegagalan sebab di sini kita akan melihat bagaimana keinginan yang dituntun oleh nafsu dan keserakahan membuat dia pada akhirnya jatuh.

PENJELASAN NAS

Mengapa sebagai orang yang telah ditebus dan diselamatkan kita tetap memerlukan sikap tanggung jawab dan ketaatan? Ada 3 hal yang akan kita pelajari secara khusus dari Daud dan Uria:

Pertama: Berbuah dari Kesadaran (Ay.11). Uria adalah seorang prajurit sejati yang benar-benar menyadari arti tanggung jawab dan kesetiaan. Daud memanggil Uria ke istana dan memberikan penawaran yang begitu membahagiakan sebenarnya bagi seorang prajurit perang. Uria dipersilahkan oleh Daud untuk pulang ke rumahnya agar dapat bersama-sama dengan isterinya dan bahkan diberikan hadiah dari raja (ay.8). Sebenarnya ini hanya akal bulus dari Daud saja untuk menutupi aib dan kejahatannya sebab dikatakan bahwa Batsyeba telah mengandung hasil hubungan gelap mereka (ay.5). Uria menyadari betul posisinya sebagai tentara perang. Kesadarannya ini yang membuatnya merasa bertanggung jawab dan perlu menaati tugasnya. Yoab dan pasukannya masih berada di padang berkemah yang menandakan perang sebenarnya belum usai. Inilah alasan Uria menolak tawaran Daud itu. Pelajaran yang begitu berharga dapat kita petik dari integritas seorang Uria. Kesadaran diri kita sebagai orang Kristen yang adalah umat tebusan, seharusnya membuahkan rasa tanggung jawab dan ketaatan dalam diri kita untuk senantiasa hidup di dalam kebenaran firman Kristus. Kesadaran bahwa hanya oleh anugerah Allah kita diselamatkan seharusnya membuat kita menundukkan diri terhadap Dia Sang Juruselamat. Meski dunia menawarkan kenikmatan untuk menjauhkan kita dari Kristus, tetapi kita tetap teguh di dalam ketaatan kepada Dia.

Kedua: Menumbuhkan Penguasaan Diri (Ay.1-4). Kali ini kita akan belajar dari Daud, tetapi secara khusus kesalahannya. Pertama, Daud telah menyelewengkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang raja. Dia yang seharusnya ikut berperang justru dengan santainya tinggal di Yerusalem (Ay.1). Kedua, Daud meniadakan ketaatannya terhadap hukum Tuhan dan membiarkan nafsunya terhadap Batsyeba berkuasa atasnya. Tindakannya ini pada akhirnya membuat dia jatuh ke dalam dosa dan dampak lebih jauhnya keluarga Daud menjadi kacau balau, penuh dengan pertumpahan darah, dan kekerasan. Yesus Kristus mengingatkan dalam Matius 26:41 demikian roh memang penurut, tetapi daging lemah. Kesadaran akan kelemahan kita terhadap kedagingan ini lah yang harus kita batasi di dalam ketaatan dan tanggung jawab penuh. Inilah yang disebut dengan penguasaan diri. Daud memberikan pelajaran yang begitu berharga dari kesalahannya. Ingatlah orang yang bertanggung jawab dan taat tidak akan hidup asal-asalan. Di sinilah esensi dari penguasaan diri yaitu ketika kesadaran yang dibarengi dengan rasa tanggung jawab dan ketaatan hidup di dalam hati dan pikiran setiap orang percaya. 

Ketiga: Menumbuhkan Rasa Takut akan Tuhan (Ay. 14-15). Ungkapan yang tepat dari kesalahan kedua yang dilakukan oleh Daud ini adalah “dosa seperti bola salju yang menggelinding kian lama kian besar”. Ungkapan ini agaknya cocok menggambarkan rencana busuk Daud. Pertama dia menyuruh Uria untuk menghampiri Batsyeba untuk menutup aibnya. Begitu Uria menolak, Daud memerintahkan Yoab menempatkan Uria di garis terdepan peperangan lalu meninggalkan dia supaya terbunuh. Setelah itu lebih lanjut Daud kemudian mengambil Batsyeba sebagai janda Uria untuk mengambil simpati publik dengan anggapan sebagai bentuk penghormatan terhadap Uria. Kebohongan harus ditutupi dengan kebohongan yang lebih besar. Matinya nurani yang menuntun kita untuk hidup taat dan bertanggung jawab justru akan membuat kita tidak takut kepada Tuhan. Ketidaktaatan Daud membuat dia harus melanggar titah ke 6-10. Dia “mencuri” Batsyeba, dia berzinah dengannya, membunuh Uria, bersaksi dusta, demi memenuhi keinginannya terhadap milik sesamanya. Iman yang takut dan tunduk akan Tuhan selalu dibarengi dengan hidup di dalam ketaatan dan tanggung jawab penuh. Inilah maksud Iman yang berbuah.

REFLEKSI/KESIMPULAN

Cerita Daud dengan Batsyeba ini memberikan perefleksian bagi kita bahwa biarlah keinginan itu tetap menjadi keinginan yang baik tanpa harus dikuasai oleh keserakahan dan nafsu menggebu. Baik keinginan ataupun kebutuhan sebenarnya adalah baik di mata Tuhan. Kejahatan terhadap kedua hal ini terletak pada hasrat berlebihan kita untuk pemenuhannya. Oleh karena ketamakan kita justru menghalalkan segala cara agar mendapatkan apa yang kita inginkan. Untuk itu dapat kita simpulkan melalui cerita Daud-Batsyeba-Uria ini: kesadaran+ketaatan dan tanggung jawab = penguasaan diri dan sikap takut akan Tuhan.

Add your comment