BAHAN SERMON MINGGU 4 SET. TRINITATIS, 23 JUNI 2024 “BERSERU KEPADA TUHAN DALAM KESESAKAN” Ep. Markus 4:35-41 - Duc In Altum

Klik Ikuti

BAHAN SERMON MINGGU 4 SET. TRINITATIS, 23 JUNI 2024 “BERSERU KEPADA TUHAN DALAM KESESAKAN” Ep. Markus 4:35-41

 

BAHAN SERMON MINGGU 4 SET. TRINITATIS, 23 JUNI 2024

“BERSERU KEPADA TUHAN DALAM KESESAKAN”

Ep. Markus 4:35-41

PENDAHULUAN

Kita akan menaruh perhatian terhadap perikop yang kaya dan sarat akan makna ini. Teks ini menyajikan gambaran tentang bagaimana Yesus dan murid-murid-Nya dalam rangkaian perjalanan pelayanan menghadapi badai hebat di Danau Galilea. Danau ini memang dikenal karena perubahan cuaca yang cepat dan badai yang berbahaya. Selain anomali cuaca danau yang sedang diceritakan, ini juga dapat menjadi gambaran metafora tentang hubungan kita dengan Allah yang memiliki berbagai kesulitan dan tantangan hidup yang silih berganti kita hadapi. Melalui kisah ini, kita akan belajar tentang kepercayaan kepada Tuhan di tengah-tengah ‘badai hidup’. Jikalau kita mencoba melihat dari sudut pandang para murid, ketika mereka menghadapi bahaya yang mengancam jiwa, mereka segera membangunkan Yesus dengan seruan “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?”. Pertanyaan ini merupakan cerminan dari momen-momen dalam hidup kita ketika merasa terancam oleh keadaan di sekitar ketika keputusasaan menghampiri hati dan pikiran. Kita sering merasa bahwa Tuhan ‘mungkin’ tidak peduli. Namun, reaksi Yesus yang tenang dengan kuasa-Nya untuk menghentikan badai dengan satu perkataan menunjukkan kepada kita bahwa Dia adalah Tuhan yang memiliki segala sesuatu di bawah kendali-Nya. Melalui kisah ini, kita akan belajar bagaimana kita dapat berseru kepada Tuhan dalam setiap kesesakan dan tantangan hidup yang kita hadapi. Mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, melepaskan ketakutan dan kekuatiran, karena Dia adalah Tuhan yang setia dan kuasa.

PENJELASAN NAS

Dalam terang tema “Berseru kepada Tuhan dalam kesesakan” kita akan melihat beberapa poin melalui perikop ini:

Pertama, Menjadi Kristen berarti memikul Salib. Para murid begitu dekat dengan Yesus. Mereka menghabiskan waktu setiap hari selama kurang lebih 3,5 tahun bersama Yesus secara langsung dalam pelayanan-Nya. Tetapi, apa yang terjadi? Perjalanan mereka bersama Yesus pun ternyata tidak mulus-mulus saja. Perikop ini menjadi salah satu buktinya. Ini menjadi penting untuk disadari setiap orang percaya. Sebab dewasa ini, kita mengenal istilah Teologi Sukses. Pandangannya cukup sederhana, ketika kita mengalami kegagalan, keterpurukan, sakit-penyakit, kesedihan, dan beragam bentuk penderitaan lainnya itu semata-mata karena kita kurang iman bahkan kurang berdoa. Sebab bagi penganut teologi ini, orang yang hidup dalam Tuhan tidak akan pernah gagal, selalu menjadi kepala, hidup dipenuhi dengan sukacita. Nas ini akhirnya menjawab dengan terang, hidup di dalam Tuhan harus memikul salib (Mat.10:16; Mrk. 8:34; 13:13). Namun, Tuhan tahu kadang kala kita akan merasakan letih, lesu, dan beban itu terlalu berat. Tuhan meminta kita datang dan berseru kepada-Nya untuk meringankan beban itu (Mat.11:28-30). Ada pula pandangan Yudaisme (paham agama Yahudi; dan paham lazim orang Israel di Perjanjian Lama) yang menyatakan bahwa Kita menderita semuanya disebabkan oleh dosa. Itulah mengapa murid Yesus bertanya tentang siapa yang berdosa sehingga menyebabkan seseorang terlahir dengan keadaan buta (Yoh.9:2). Tentu saja ada penderitaan yang disebabkan oleh dosa, tetapi tidak semua penderitaan disebabkan oleh dosa. Melalui kisah ini, kita hendak diingatkan bahwa: hidup di dalam Tuhan berarti memikul salib, untuk itulah kita penting berseru kepada Tuhan untuk mendapatkan kelegaan, ketenangan.

Kedua, Angin Ribut Reda: Yesus sumber jawaban dan kelepasan. Kendatipun para murid segera berseru kepada Yesus di tengah badai, tetapi Yesus justru menegur mereka. Yesus menegur para murid bukan karena mereka mengganggu istirahat-Nya. Tetapi dalam seruan mereka terdapat nilai keraguan dan ketakutan (Ay.38,40). Barangkali teguran Yesus ini cukup berdasar sebab sebelum kejadian angin ribut ini, para murid telah mendengar pengajaran Yesus yang penuh kuasa dan juga Mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Hal ini mengingatkan kita kepada bangsa Israel yang telah melihat segala tanda-tanda dan kuasa Allah secara langsung tetapi tetap mengatakan “lebih baik bagi kami diperbudak di Mesir daripada mati di padang gurun” (Kel.14:11-12). Rasa takut sering sekali membuat kita “lupa” akan lawatan dan tuntunan Tuhan dalam kehidupan kita. Tetapi, melalui perikop ini nyata dan teranglah bagi kita bahwa berseru kepada Tuhan adalah jawaban terbaik. Yesus menghardik angin ribut mengisyaratkan bahwa Yesus mampu memberikan kelegaan dan kelepasan terhadap rasa takut dan kuatir kita. Tampaknya memang baik ketika para murid langsung berseru kepada Yesus. Tetapi harus kita lihat, mereka berseru di dalam ketakutan dan ketidakpercayaan. Untuk itu melalui perikop ini, kita diajak untuk berseru senantiasa kepada Tuhan sebab kita percaya, berdasarkan pengalaman hidup yang kita alami, Dia senantiasa menolong kita dan menjadi sumber kekuatan dan pengharapan bagi kita.

Ketiga, Kuasa Tuhan selalu Mengagumkan. Hanya dengan satu perkataan, Yesus menghardik angin ribut dan memberikan ketenangan di situasi yang sangat mencekam itu. Melihat kejadian spektakuler itu, seisi kapal menjadi “sangat takut”. Menarik sekali kata yang satu ini. Dalam bahasa Yunani, kata ini adalah terjemahan dari φόβον (phobon) yang berarti ketakutan, terror, rasa hormat, kekaguman. Ini benar-benar menggambarkan perasaan pada saat itu. Di satu sisi, seisi kapal merasakan ketakutan yang begitu luar biasa karena merasa kematian sedang meneror mereka karena dahsyatnya ombak. Tetapi di sisi lain, mereka juga merasakan ketakutan, kekaguman, dan rasa hormat yang begitu besar kepada Yesus atas kejadian yang mereka lihat saat itu. Bukankah ini sering terjadi dalam kehidupan kita? Akan ada titik tertentu di mana kita benar-benar merasakan kekuatiran yang begitu luar biasa hingga rasanya kita diteror selalu oleh permasalahan hidup ini. Akan tetapi, ketika kita datang berseru kepada Tuhan dan Dia menjawab, rasa takut kita terhadap masalah itu berubah kepada titik di mana kita merasakan ketakjuban dan rasa hormat kepada Dia yang memberikan jawaban. Dari sini kita belajar bahwa Allah selalu memberikan jawaban yang menggugah rasa kagum dan hormat dan syukur kita. Allah selalu memberikan lebih dari yang kita pikirkan dan dengan cara yang sering tidak pernah diduga-duga. Untuk itulah kita dipanggil: berserulah kepada Tuhan.

REFLEKSI

Ada satu ungkapan yang kira-kira mengatakan demikian: “ketika kita naik pesawat, kita barangkali tidak mengenal pilotnya. Kendati demikian kita percaya kepadanya dan terbang dengan nyaman. Ketika naik kapal, barangkali kita juga tak mengenal nahkodanya. Namun kita juga percaya kepadanya dan berlayar juga dengan rasa aman. Namun, mengapa kita yang sudah percaya bahwa Tuhan akan selalu menyertai hidup kita tidak mau mempercayakan hidup ini kepada-Nya dan selalu gelisah?”. Ungkapan ini menjadi penggugah hati kita untuk mendorong kita selalu berseru kepada Tuhan di dalam kesesakan. Tidak ada yang lain. Jangan terjatuh dalam perangkap “Allah tidak peduli” ketika sedang dalam pergumulan. Dia adalah Allah yang selalu menyertai kita. Untuk itu berserulah kepada-Nya.

Add your comment