BAHAN KHOTBAH EVANGELIUM MINGGU 29 JANUARI 2023 “ALLAH SUMBER HIKMAT DAN KEKUATAN” AYUB 12:13-25
Pendahuluan
Secara garis besar, ada tiga lakon yang
diperankan oleh setiap karakter dalam kitab Ayub ini. Pemeran-pemeran yang
dapat kita lihat adalah Ayub, istrinya dan ketiga sahabatnya (Elifas, Bildad,
Zofar). Sebab dalam kitab Ayub, kita akan melihat sebagian besar kitab ini
berisi percakapan sesama manusia dalam merespon penderitaan dalam realita
kehidupan. Dalam menghadapi penderitaan, lakon pertama yang diperankan oleh
istri Ayub adalah mempersalahkan dan mengutuk Tuhan (Ayb. 2:9). Lakon kedua
adalah ketiga sahabat Ayub, yang sebenarnya hendak memberikan penghiburan,
tetapi dalam perkembangannya jatuh ke dalam penghakiman. Dan yang ketiga adalah
Ayub yang mencoba dan berusaha untuk setia dan memahami apa yang Allah kehendaki
dalam penderitaannya sebab ia adalah orang yang saleh dan takut akan Tuhan
(Ayb. 1:1). Tujuan dari kitab ini secara garis besarnya adalah seperti tema
kita, yakni Allah Sumber Hikmat dan Kekuatan, sekaligus memperbaharui pemahaman
tradisional, yang mengatakan bahwa segala penderitaan adalah karena dosa.
Ternyata, orang yang beriman, yang taat dan yang saleh sekalipun akan mengalami
kesulitan dan kesusahannya ketika hidup di tengah-tengah dunia ini.
Penjelasan Nats
Perikop yang kita baca adalah pengakuan
iman Ayub terhadap kekuasaan dan hikmat Allah dalam rangkaian percakapan antara
Ayub dan ketiga sahabatnya. Bagaimana kita harus memahami kekuatan dan hikmat
Allah di tengah-tengah kesulitan yang kita hadapi? Melalui perikop ini ada
beberapa hal yang harus kita perhatikan:
Pertama, Hikmat
Tuhan melampaui segala hikmat dunia (13, 17, 19-21). Di tengah kebingungan Ayub mencari
jawaban terhadap maksud Tuhan atas penderitaannya, dan juga Ayub berada dalam
posisi ketiga sahabatnya datang bermaksud untuk menghibur tetapi malah justru
menghakimi Ayub. Di sini lah kita melihat sebenarnya penderitaan Ayub itu sangat
lengkap. Selain ia kehilangan anak-anaknya, hartanya bahkan istrinya, ia juga
harus menanggung penghakiman dan pengkucilan. Ketika Ayub mengakui hikmat Allah
jauh melebihi para imam, para tua-tua, para pemuka, para hakim, dan orang-orang
yang dipandang berhikmat di dunia ini (12:13, 17, 19-21), Ayub hendak
mengatakan bahwa para sahabatnya adalah manusia yang tidak berhikmat (12:2)
sehingga mereka tidak mengerti yang Ayub rasakan. Belajar dari percakapan Ayub
ini, poin perenungan kita adalah, tidak salah sebenarnya memberikan
penghiburan, tidak salah menasehati orang lain sebab Ibr. 10:24-25 pun
dikatakan agar kita saling mengasihi dan saling menasihati. Tetapi jangan
sampai kita jatuh kepada sikap menghakimi yang langsung menyatakan bahwa sesama
kita berdosa dan bersalah. Kehadiran kita adalah kehadiran yang membawa
sukacita, bukan menambah penderitaan sebab penghakiman.
Kedua, Kuasa
Allah nyata pada segala sesuatu (14, 15-16, 23). Selain mengakui hikmat Allah yang tak
terselami oleh manusia, Ayub juga mengakui bahwa kuasa Allah tidak dapat
dibendung oleh apapun sebab Allah berkuasa atas alam (ay. 15), Allah berkuasa
atas orang berdosa maupun tidak berdosa, dan berkuasa atas penguasa dan pemuka
(ay. 16), Allah berkuasa atas kehidupan dan kematian baik manusia bahkan bangsa
sekalipun (Ay.23). Nyatalah bahwa kehendak Allah itu tidak dapat dibatalkan
(Ay. 14). Jika Allah berkehendak, maka jadilah demikian. Berkaitan dengan
hikmat yang dianut para sahabat Ayub yang mengatakan bahwa penderitaan
diakibatkan oleh murka Allah, Ayub memberikan bantahan sebab jikalau demikian, mengapa
Ayub yang taat dan benar harus menderita? Ayub tidak ingin mengatakan bahwa ia
tidak berdosa. Sebab Ayub sebagai orang benar bukan berarti tidak berdosa. Tetapi
ia dikatakan benar sebab ia mau belajar dan sadar akan kesalahan serta
memperbaikinya. Yang hendak dikatakan Ayub adalah mengapa para sahabat nya
begitu membatasi kuasa Allah dan kehendak Allah terhadap ciptaan-Nya?
Refleksi
Melalui penjelasan nats ini, belajar
dari Ayub bahwa untuk memahami bagiamana hikmat dan kuasa Tuhan bekerja di atas
pergumulan kita adalah menggantungkan diri langsung kepada Tuhan, senantiasa
mencari jawaban kepada Tuhan, tanpa mempersalahkan Tuhan. Dalam Ayub 1:21,
ketika Ayub mendengarkan ia telah kehilangan segalanya, Ayub tetap mengatakan “Tuhan
yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah Tuhan”. Tidak menyalahkan Tuhan,
tetapi Ayub memuji Tuhan dalam penderitaannya sembari kemudian mencari tahu dan
bergumul kepada Tuhan untuk mencari jawaban atas apa yang Allah kehendaki dalam
hidupnya.
Seorang wanita bertanya kepada seorang pengkhotbah, jika memang Allah adalah kasih, mengapa Allah mengizinkan pergumulan ada dalam hidup manusia yang membuat ia menderita? Lalu sang pengkhotbah menjawab, “Saya meminta kekuatan, maka Allah mengizinkan kesulitan untuk membuatku kuat. Saya meminta hikmat, maka Allah mengizinkan permasalahan ada untuk diselesaikan. Aku meminta cinta kasih, dan Allah memberikan orang yang memiliki masalah hidup untuk ditolong. Maka doaku sudah dijawab Allah”. Kebanyakan manusia menyatakan Allah baik hanya saat hidupnya penuh berkat melimpah. Tetapi dari kisah Ayub kita belajar bahwa Allah memiliki rencana dan kehendak bahkan dalam pergumulan yang kita alami sekalipun. Amin.