Titik Tolak Pandangan Tentang Misi yang Bersifat Universalisme dalam Perjanjian Lama
I.
Pendahuluan
Berbicara
mengenai keuniversalan misi Allah sangatlah luas kaitanya. Di mana Allah selalu
punya cara menyatakan segala kehendak-Nya di dunia agar manusia memahami bahwa
Allah saja yang patut disembah dan dimuliakan. Keuniversalan misi Allah tidak
terlepas dari karya-Nya di
mana
Ia memilih bangsa Israel untuk menjadi alat Allah melakukan rencana-Nya di
dunia ini. Allah memilih bangsa Israel supaya menjadi berkat bagi bangsa-bangsa
lain di dunia dan memberitakan kabar baik tentang keselamatan bagi semua
bangsa.
II.
Pembahasan
2.1.
Arti dari Keuniversalan
Di
dalam pembukaan kitab suci terlihat segala perbuatan-perbuatan Allah terhadap
seluruh dunia. Ia bertindak secara universil. Kisah penciptaan langit dan bumi
dan penempatan manusia di dalamnya merupakan pra-sejarah bagi Israel, dan
serentak pula pra-sejarah bagi sejarah keselamatan untuk dunia. Kejadian 1-11
adalah pendahuluan dan latarbelakang dari sejarah Israel selanjutnya. Sifatnya
sangat universil.[1] Keuniversalan menurut pengertian Alkitab berkonotasi
bahwa tujuan Allah bersifat komperehensif dan bukan mengutamakan kelompok
tertentu (partikularsi), mencakup seluruh umat manusia dan bukan hanya tertuju
pada bangsa tertentu atau hanya perorangan. Keuniversalan menganggap janji dan
ketetapan Allah tentang keselamatan, mencakup semua manusia dan bukan hanya untuk
“kaum pilihan”. Keuniversalan pemberian keselamatan dari Allah di dalam Yesus
bagi semua orang. Itulah sebabnya Allah berkehendak agar Injil diberitakan
secara universal, agar setiap individu mendengar kabar baik tentang
keselamatan/penebusan.[2]
2.2.
Penciptaan
Allah
sejak semula memiliki rencana-rencana bagi manusia pertama-tama dalam
penciptaan manusia, supaya menjadikan manusia secara umum sebagai penatalayan
Allah untuk memerintah dan mengatur bumi dengan segala makhluk isinya.
Asal-usul manusia diawali dengan penciptaan yang dinyatakan dalam Kej. 1:26.[3] Di
dalam Kej 1 dan 2 mencatat penciptaan Adam dan Hawa, jadi penciptaan manusia.
penciptaan Adam dimaksudkan sebagai benih yang nanti akan beranak-cucu. Adam
adalah benih awal dari seluruh umat manusia.[4]
kitab suci selalu menekankan Allah sebagai pencipta langit dan bumi. Seluruh
bumi dan segala isinya termasuk segenap umat manusia dijadikan oleh Allah (Kej.
1; Maz 24:1). Setiap manusia dari bangsa manapun memperoleh hidupnya dari
Tuhan. Apakah ia orang Israel, Kanaan, Mesir, Tuhan adalah penciptanya.
Penciptaan Allah dan posisi-Nya sebagai pencipta adalah asas utama untuk PI.
Setiap bangsa tidak boleh meninggikan dirinya masing-masing karena mereka
berasal dari ciptaan Tuhan. Semua ras dan bangsa sama asalnya; diciptakan oleh
Allah menurut gambar-Nya (Kej. 1:27). Tuhan tidak menciptakan orang Israel saja, melainkan semua umat manusia. Kejadian pasal satu melukiskan
bukan awal umat Israel, melainkan awal manusia, bukan awal negeri Kanaan, melainkan
awal dunia. “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” untuk tempat tinggal manusia (Kej 1:1).[5] Bapa
mempunyai rencana indah dan mulia untuk kebaikan manusia. Ia menciptakan manusia
menurut gambar dan citra-Nya (Kej 1:27) sehingga manusia memiliki anugerah yang mulia dari
Bapa, bagian dari keluarga Allah untuk menjadi anak-anak-Nya. Rencana Bapa bagi
manusia adalah hidup kudus, berbakti dan taat, bahagia selamanya, dianugrahi
kehendak bebas, memiliki hidup kekal selamanya. Semuannya telah dipersiapkan
oleh Bapa secara mengagumkan. Semua rencana-Nya beraturan dipersiapkan sebelum
manusia diciptakan seperti bumi
yang belum berbentuk dan kosong diubah-Nya
menjadi bumi yang berbentuk dan berisi untuk didiami manusia. memisahkan air
dengan daratan agar manusia memiliki tempat, menumbuhkan pohon-pohon yang
menghasilkan buah dan biji-bijian, ikan-ikan di laut, burung-burung di udara,
menyingkapkan benda-benda penerang. Semua lingkungan hidup di rencanakan untuk
manusia (Kej 1-2).[6]
2.3.
Kejatuhan
Manusia ke Dalam Dosa
Ketika
Allah menciptakan manusia, Ia telah menyingkapkan sebuah peringatan untuk
ciptaan-Nya, yaitu bahwa mereka harus hidup sesuai dengan Firman-Nya dan
menikmati alam semesta sesuai dengan rencana-Nya. Allah memberi izin kepada manusia untuk
memakan semua buah pohon yang ada di taman Eden (Kej 2:16), namun buah pohon
yang di tengah-tengah taman itu tidak boleh dimakan sebab apabila dimakan akan
mati (Kej 12:17). Allah membuat batasan demikian untuk menguji kesetiaan
manusia. Ketidaktaatan dan
pemberontakan manusia melawan Allah mendatangkan bencana (Kej. 3-11).[7]
Manusia dikutuk oleh Allah mengalami kesengsaraan di hidupnya. Secara jasmani
manusia mengalami kematian, secara rohani manusia terasing dari Allah. itulah
sebabnya misi Allah merupakan penghancuran akhir atas segala kejahatan dari
seluruh ciptaan-Nya.[8]
2.4.
Penebusan
Allah memilih untuk tak meninggalkan atau menghancurkan ciptaan-Nya,
tetapi menebusnya. Dan Ia memilih untuk melakukan itu di dalam sejarah melalui
berbagai orang dan peristiwa yang berlangsung dari panggilan Abraham hingga
kepada kembalinya Kristus.[9] keselamatan
akan diadakan oleh Allah sendiri yang merupakan satu-satunya harapan manusia,
Allah menghancurkan iblis, keselamatan-Nya mempengaruhi seluruh umat manusia,
keselamatan datang melalui perantara yaitu Yesus Kristus.[10]
2.5.
Perutusan yang Berpola Teosentris
2.5.1.
Pengutusan Abraham
Karena
kejatuhan manusia ke dalam dosa, Allah menyatakan kepedulian-Nya atas
ciptaan-Nya yang telah jatuh melalui umat Israel yang dipilih sebagai alat-Nya.
Mereka adalah pewaris janji yang telah lama dinyatakan-Nya kepada leluhurnya
(Abraham, Ishak dan Yakub). Allah berkata kepada Abraham “Aku akan membuat
engkau menjadi bangsa yang besar” (Kej. 12:2) sebanyak bintang-bintang di
dangit (Kej. 15:5; 17:6). Bangsa ini akan menjadi berkat bagi bangsa seluruh
dunia. Karena itulah Abraham disebut sebagai “bapa sejumlah besar bangsa” (Kej.
17:5). Hubungan dengan Allah yang
terlihat melalui janji-Nya dari zaman bapa leluhur ialah sebuah hubungan khusus
dengan Allah sendiri: “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau
serta keturunanmu turun menurun.... menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu” (Kej
17:7-8). Janji mengenai hubungan dengan Allah ini dinyatakan secara tidak
langsung dalam berkat kepada Abraham dan keturunannya tentunya dimaksudkan juga
bagi semua bangsa (Kej. 12:3). Pemilihan atas bangsa Israel tidak dimaksudkan
hanya untuk bangsa Israel tetapi juga bagi semua bangsa. Bangsa Israel
merupakan penerima sekaligus perantara berkat.[11] Kisah
pemilihan Abraham dan keturunannya merupakan persiapan bagi pemilihan Israel
berwujud keluaran dari Mesir. Pemilihan Israel tidak sekali-kali bertujuan
egoisme-keselamatan melainkan keuniversalan-keselamatan. Dengan memilih umat
Israel, maka Allah mengarahkan pandangan-Nya kepada seluruh dunia.[12]
2.5.2. Pengutusan
Para Nabi
Para nabi juga memiliki tujuan missioner mengenai keselamatan. Musa
diutus menjadi alat Tuhan untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di
Mesir (Kel 3:10), Allah mengingat janji-Nya kepada Abraham, Ishak dan Yakub.[13] Dalam
proses yang serupa dengan proses panggilan dan pengutusan Musa, Allah memanggil
dan mengutus nabi Yeremia (dan para nabi Israel lainnya): Yeremia dipanggil dan
pilih untuk menjadi nabi
sejak
dikandungan ibunya (Yer 1:5)
, nabi diutus untuk memperlihatkan dan menyuarakan kekuasaan dan kehendak “yang mengutus”
(bnd Kel 4:12).
Tugas misioner Yeremia bersifat universal karena ia diutus bukan hanya kepada
bangsa Israel, tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain (Yer 1:10) hal ini menunjukkan
bahwa perhatian Allah menyeluruh.[14] Para nabi pasca pembuangan yaitu: Hagai, Zakaria,
Maleakhi; nabi-nabi pembuangan: Yeremia, Yehezkiel, Daniel; nabi-nabi pra
pembungan: Obaja, Yunus, Nahum yaitu tiga nabi yang menyelamatkan seluruh pesan
mereka kepada bangsa-bangsa bukan Israel, Edom dan Niniwe secara
berturut-turut. Semua nabi ini sekurang-kurangnya mempunyai penekanan
keuniversalan. Zefanya berbicara mengenai keuniversalan, ketika dia berbicara
kepada Yehuda mengenai datangnya hukuman-hukuman Allah (Zef 1:2-3 – atas muka
bumi; Zef 2:11 – setiap bangsa daerah pesisir; Zef 3:8 – seluruh bumi akan dimakan
habis…; Zef 3:20 – di antara segala bangsa di bumi). Hukuman Allah berlaku bagi
semua manusia (Zef 1:2-3; 3:8), demikian juga setiap bangsa akan sujud menyebah
kepada Tuhan (Zef 2:11), dan segala bangsa akan mengenal kuasa-Nya yang
menyelamatkan (Zef 3:19-20). Habakuk
meletakkan tiga prinsip dasar mengenai tiga arti penting keuniversalan:
1.
Prinsip
universal mengenai pembenaran oleh iman (2:4)
2.
Pengetahuan
universal tentang kemuliaan Tuhan (2:14)
3.
Penyembahan
universal kepada Tuhan (2:20)
Yoel
berbicara kepada Yehuda akan hukuman Tuhan yang dasyat pada hari Tuhan akan
menimpa semua bangsa (Yl 2:20; 3:4,6,8-9) dan berbicara mengenai segala bangsa
(Yl 3:8,11-12), demikian juga semua bangsa mengambil bagian dalam karunia Roh
(Yl 2:28 “Semua manusia”).[15]
2.6.
Pernyataan
Universalisme dalam Perjanjian
Lama
Perjanjian
Lama adalah misi Allah untuk menyelamatkan manusia dari kuasa dosa melalui
pengorbanan Yesus Kristus Anak-Nya yng akan datang. Janji keselamatan tersebut
secara khusus diberikan kepada bangsa Israel.[16]
Misi adalah kepeduliaan Allah atas ciptaan-Nya yang telah jatuh. Umat Israel
dipilih sebagai alat-Nya sebab mereka adalah pewaris janji Allah kepada leluhur
(Abraham, Ishak dan Yakub ).[17] Dalam Perjanjian Lama
misi itu dapat dikatakan:
1. Karya/pekerjaan/kepedulian
Allah secara aktif kepada bangsa-bangsa lain yang non-Israel. Dia adalah
pencipta, pemelihara dan penguasa atas seluruh alam semesta (Kej. 1-3). Inilah
yang melatarbelakangi cerita pemilihan dan pengikatan perjanjian diantara Allah
dan Abraham serta bapa-bapa leluhur lainnya (Kej. 2-50).
2. Pemilihan
dan penugasan Abraham (Kej. 12:1-3) agar bergerak (keluar dari kampung
halamannya dan pergi ke tempat yang ditunjukkan-Nya) bukan hanya demi
kepentingannya sendiri melainkan untuk menjadi “berkat Allah”.
3. Pemilihan
bangsa Israel yang keluar dari Mesir dan penugasan mereka yang diangkat-Nya
menjadi umat-Nya (Kel. 19:4-6) juga bukan hanya bagi bangsa ini sendiri tetapi
keselamatan bangsa-bangsa; sebagai kerajaan imam mereka dipilih untuk
melaksanakan pelayanan keimanan, yang selain beribadah kepada Allah, juga
menjadi mediator di antara
bangsa-bangsa dengan Allah lewat bangsa Israel terhadap undang-undang yang
diberikan kepada mereka.
4. Penugasan
pemberitaan keselamatan yang universal tersebut dilengkapi dengan nubuatan
kedatangan/penugasan Mesias yang digenapi oleh kedatangan Yesus Kristus pada
masa Perjanjian Baru. Janji “menjadi berkat bagi segala bangsa” (Kej. 12:3;
18:18; 22:18; 26:4; 28:14).[18]
Keuniversalan
Allah terlihat dari lima cara:
1. Penekanan yang konsisten terhadap monoteisme dalam
Perjanjian Lama menyatakan Allah sebagai satu-satunya pencipta dan penguasa
alam semesta yang penuh kebajikan. Allah adalah satu-satunya Allah.
2. Desakan bahwa Allah adalah Tuhan dari semesta alam,
yang tetap menjadi penguasa dan hakim atas bangsa-bangsa. Allah memakai
bangsa-bangsa sebagai alat-Nya.
3. Sikap yang tegas dan bersifat menghukum terhadap perkembangan
dan praktik-praktik agama di luar lingkup penyataan khusus. Allah tidak
menyetujui agama-agama bukan-pemwahyuan menjadi milik bangsa-bangsa di dunia.
4. Pewartaan-pewartaan yang jelas dan janji-janji
Perjanjian Lama yang mencakup semua, keselamatan Allah di dalam Perjanjian Lama
itu secara universal.
5. Panggilan penting dan unik bagi Israel untuk menjadi
saksi Allah dan imamat Allah sebagaimana dilembagakan oleh Musa dan
dikembangkan oleh nabi-nabi.[19]
III.
Kesimpulam
Misi Allah dalam Perjanjian Lama adalah bersifat
universal. Memang dalam Perjanjian Lama Allah menjadikan Israel sebagai umat
kepunyaan Allah sendiri. Namun bukan berarti bahwa misi Allah hanya berlaku
bagi umat Israel saja. Sebagaimana kasih Allah kepada semua umat manusia,
begitu pula lah misi Allah mencakup segala umat ciptaan-Nya. Pemilihan bangsa
Israel adalah sebagai titik tolak keberangkatan misi Allah yang universal itu
di tengah-tengah dunia ini. Karya misi Allah yang universal di dalam Perjanjian
Lama itu, kini sudah digenapi dalam Perjanjian Baru melalui kematian Yesus
Kristus untuk menebus bukan hanya dosa umat Israel, tetapi dosa semua manusia.
IV.
Daftar
Pustaka
De
Kupier,
Arie, Missiologia.
Jakarta: BPK Gunung
Mulia,
2018.
Dyrness, William A., Agar Bumi Bersukacita. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Naftallino, A., Teologi Misi. Jakarta: Logos,
2007.
Peters, George W., A Biblical Theology of Missions. Malang: Penerbit Gandum Mas, 2006.
Putranto, Bambang Eko, Misi Kristen. Yogyakarta: ANDI, 2007.
Ruck, Jhon, Jemaat Misioner. Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011.
Venema, H., Injil Untuk Semua Orang.
Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2006.
Woga, Edmund, Dasar-Dasar
Misiologi. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Wright, Christhoper J.H., Misi Umat Allah. Jakarta: Perkantas, 2013.
[1] Arie De Kupier, Missiologia (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2018),
18.
[2] George W. Peters, A Biblical Theology of Missions (Malang: Penerbit Gandum Mas,
2006), 20-22.
[3] Jhon Ruck, Jemaat Misioner (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2011), 132-133.
[4] George W. Peters, A Biblical Theology of Missions, 100.
[5] H. Venema, Injil Untuk Semua Orang (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2006), 89-90.
[6] Bambang Eko Putranto, Misi Kristen (Yogyakarta: ANDI, 2007),
42-43.
[7] William
A. Dyrness, Agar Bumi Bersukacita (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2004), 44-45.
[8]
Christhoper J.H. Wright, Misi Umat Allah (Jakarta:
Perkantas, 2013), 46.
[9]
Christhoper J.H. Wright, Misi Umat Allah,
47.
[10] George W. Peters, A Biblical Theology of Missions,
101-102.
[11] William
A. Dyrness, Agar Bumi Bersukacita,
56-57.
[12] Arie De Kupier, Missiologia, 19.
[13] Edmund
Woga, Dasar-Dasar Misiologi (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), 71.
[14] Edmund
Woga, Dasar-Dasar Misiologi, 73.
[15] George W. Peters, A Biblical Theology of Missions, 142-147.
[16] Bambang Eko Putranto, Misi Kristen, 42.
[17] A. Naftallino, Teologi Misi (Jakarta: Logos, 2007),
28-29.
[19] George W. Peters, A Biblical Theology of Missions,
129-132.