Penyakit-penyakit
Jasmani dan Penyakit Mental (Mental
Illness) dan Upaya Penyembuhannya Menurut Perjanjian Lama
I.
Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia memang penuh dengan lika-liku dan
permasalahan. Sebagai manusia yang hidup di tengah dunia ini, tentu saja kita
tidak bisa lari dari segenap permasalahan yang ada. Salah satu permasalahan
yang pasti dihadapi oleh manusia adalah sakit-penyakit. Penyakit tidak mengenal
usia dan jenis kelamin. Penyakit bisa menyerang siapa saja meskipun itu adalah
anak-anak, remaja, dewasa, tua, laki-laki dan perempuan. Penyakit sudah ada
sejak zaman dahulu. Penyakit bukan baru-baru ada pada masa kini, melainkan
hanya mengalami perkembangan dan variasi. Penyakit bisa saja disebabkan oleh
kecelakaan, kondisi lingkungan, pola hidup yang kurang sehat, dan imun tubuh
yang lemah.
Dalam Alkitab dijelaskan bahwa Iblis merupakan
sumber sakit-penyakit. Orang yang terikat dengan berbagai praktik kekuasaan
kegelapan atau okultisme (1 Kor. 10:19-22; 11:27-30; Why. 2:20-24; Pkh. 7:17;
Mat. 15:15-18; Mrk. 9:17-18; 1 Sam. 16:14-16) sangat mungkin mengalami sakit
penyakit. Selain juga sering sekali dalam konsep Perjanjian Lama, penyakit
diidentikkan sebagai hukuman Tuhan karena dosa.[1]
Jika kita perhadapkan dengan situasi sekarang, yakni pandemi COVID-19, maka
kita sedang mengalami tidak hanya penyakit fisik saja, tetapi penyakit psikis juga,
seperti stress, depresi, dan lain sebagainya. Pertanyaannya adalah, apakah
penyakit ini dapat dipandang sebagai upah dosa manusia? Ataukah ini hanya
penyakit sebagai teguran Allah? Selain itu juga kita harus mempertanyakan
sebenarnya bagaimana Allah bertindak sebagai pemelihara umat-Nya di
tengah-tengah sakit penyakit yang ada di tengah-tengah dunia ini? Bagaimana
Perjanjian Lama memberikan jawaban akan ini? Pada kesempatan kali ini akan
dibahas mengenai penyakit fisik dan penyakit mental dalam Perjanjian Lama serta
upaya penyembuhannya.
II.
Pembahasan
2.1.
Penyakit dalam Perjanjian Lama
Dalam runtutan cerita Perjanjian Lama, antara Allah
dan bangsa Israel serta cerita dengan bangsa-bangsa lain, kita akan menemukan
konsep berkat dan hukuman. Baik itu kepada bangsa-bangsa asing, maupun kepada
bangsa Israel yang adalah bangsa pilihan Allah itu sendiri. Salah satu wujud
hukuman itu adalah sakit penyakit karena memang dalam konsep Perjanjian Lama,
jika kita hidup dalam ketaatan, maka kita akan menjadi orang yang diberkati dan
ketika kita hidup di luar kehendak Allah, maka kita akan mendapatkan hukuman.
Namun apakah benar demikian?
2.1.1.
Kajian Etimologi Penyakit
Salah satu akar kata yang jarang dipakai dalam
bahasa Ibrani untuk menjelaskan penyakit adalah חלא
(hl’) yang berarti adalah jatuh sakit. Kata תַּחֲלֻאִים (tahalu’îm) merupakan
terminologi umum yang digunakan untuk menjelaskan penyakit (2 Taw 21:19; Mzm.
103:3; Jer. 14:18; 16:4). Kata hl’
berhubungan dengan kata hlh digunakan
sebagai terminologi untuk jatuh sakit (2 Taw. 16:13) atau dibuat menderita.
Dalam Yesaya 53:10 “hamba yang menderita” berarti mengalami penderitaan secara
bergantian, namun itu adalah atas kehendak TUHAN untuk menghancurkan dan
menyebabkan dia menderita. Kata tahalu’îm
juga sangat langka. Dalam Kidung Agung 2:5 kata ini juga digunakan untuk
menggambarkan penyakit cinta (pingsan karena cinta).[2]
Kata hlh dapat diterjemahkan menjadi
lemah, lelah, sakit, merasakan kesakitan, menyesal, membuat sakit, membuat
lemah. Seperti yang tersirat dalam istilah bahasa Inggris, penyakit (disease) menandakan ketidakseimbangan
kondisi tubuh yang tidak menguntungkan, baik fisik maupun mental, yang dapat
terjadi dalam bentuk sederhana atau berbagai bentuk lainnya.[3] Sebagian
besar "penyakit" tersebar luas yang dicatat dalam narasi pentateukhal
ditafsirkan sebagai penghakiman ilahi, terutama berbagai tulah.[4]
2.1.2.
Sumber dan Penyebab Penyakit dalam Perjanjian Lama
Di zaman kuno, penyakit umumnya dianggap berasal
dari setan, dan banyak ritual yang dirancang oleh pendeta untuk memerangi
aktivitas iblis dan roh jahat yang dianggap membawa penderitaan. Hanya saja,
bagi orang Ibrani kuno, mereka menolak konsep bahwa setan sebagai sumber
penyakit. Mereka menganut ajaran Musa yang menganggap bahwa penyakit dan
kesehatan semata-mata berasal dari Allah yang benar (Ul. 32:39; Lih. Yes 45:7).
Bagaimanapun, penyakit dan kesehatan berhubungan langsung dengan kutukan dan
berkat Tuhan. Pada satu sisi, Allah mengancam penyakit sebagai hukuman atas
pelanggaran perjanjian. Namun di sisi lain, Dia menjanjikan berkat dan
kesehatan bagi orang Israel yang setia.[5]
Setidaknya dalam Alkitab ada empat penyebab
penyakit:
1. Dosa pribadi yang dilakukan oleh si penderita sakit. Hal ini
terlihat dalam kehidupan Saul, Nebukadnezar, dan Herodes yang menjadi sakit
bahkan meninggal karena dosa serta pelanggaran yang mereka lakukan. Dalam hal
ini, dosa tersebut harus diakui dan dibereskan sehingga proses kesembuhan dapat
terjadi baik secara langsung atau bertahap.
2. Dosa universal (kejatuhan
manusia dan dunia dalam dosa). Sejak kejatuhan manusia dalam dosa (Kej. 3),
dosa telah masuk, mencemari, dan merusak kehidupan dalam dunia secara universal.
Dalam hal ini, penyakit adalah awal atau proses menuju kematian.
3. Demi Kemuliaan Tuhan. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa orang buta
sejak lahir dalam Yohanes 9:1-3; ibu yang sakit dalam Markus 5:25-34; maupun dari
cerita Ayub dalam Perjanjian Lama.
4.
Keterikatan dengan kuasa kegelapan. Dalam Alkitab dijelaskan bahwa iblis merupakan
sumber penyakit. Orang yang terikat dengan berbagai praktik kuasa kegelapan
atau okultisme (Pkh. 7:17; 1 Sam 16:14-16 dan 18:10) sangat mungkin mengalami
sakit penyakit. [6]
2.1.3.
Dampak Penyakit dalam Perjanjian Lama
Salah satu dampak yang paling tampak dari penyakit
yang ada dalam Perjanjian Lama adalah kematian. Penyakit yang diturunkan Tuhan
sebagai hukuman tidak hanya memberikan kematian kepada manusia saja yang salah
satu contohnya adalah tulah kesepuluh, kematian anak sulung orang-orang Mesir[7], bahkan
kepada ternak. Dalam Keluaran 9:4 jelas sekali bahwa tulah penyakit sampar itu
menyebabkan kematian kepada ternak-ternak orang Mesir.[8]
Selain itu, dampak lainnya yang dapat kita lihat adalah bagi orang-orang yang
menderita penyakit yang menular, tentu saja akan mendapatkan pengucilan dari
masyarakat. Baik itu dianggap karena manusia berdosa ataupun karena tidak
tahir. Oleh karenanya ketika seorang yang memiliki penyakit menular (seperti kusta)
haruslah mendapatkan upacara pentahiran oleh seorang imam (Im. 14:2-20).[9]
Selain mendapatkan pengucilan dari lingkungan sosial, orang yang sedang
menderita penyakit dalam konteks Perjanjian Lama tidak diperkenankan masuk ke
bait Allah untuk beribadah karena mereka tidak berada dalam kondisi yang kudus,
melainkan dalam keadaan yang cacat dan tidak tahir (Lih. Im. 13:11).
Orang-orang yang menderita penyakit kusta bahkan dikatakan sebagai najis.
2.1.4.
Macam-Macam Penyakit dalam Perjanjian Lama
2.1.4.1.
Penyakit Fisik
A.
Kusta
Orang
dengan penyakit kusta dalam Bahasa Indonesia Masa Kini diterjemahkan menjadi
orang yang berpenyakit kulit mengerikan. Kalau kita membaca dalam Imamat 13:1
dan seterusnya, memang kata Ibrani yang diterjemahkan menjadi “kusta” tidaklah
mengandung arti yang persis sama dengan “kusta” yang kita kenal sekarang ini.[10]
Penyakit yang kita kenal sekarang sebagai lepra dengan pemborokannya dan
kelumpuhannya, tidaklah sama dengan penyakit kusta dalam Alkitab, yang lebih
merupakan penyakit kulit yang mungkin disebabkan oleh gangguan emosi seperti
pada Naaman (2 Raj. 5). Orang-orang kusta dalam Alkitab disiksa oleh
bintil-bintil kehijau-hijauan atau kemerah-merahan (Im. 13:49). Penyakit ini
adalah penyakit menular sehingga orang yang berpenyakit kusta ini dikucilkan
dari masyarakat.[11]
B.
Demam
Dalam
bahasa Ibrani, kata yang diterjemahkan sebagai demam adalah חַרְחֻר (harhur). Kata ini muncul dalam Ul. 28:22
(demam=harhur). Kata ini dapat
diidentifikasi sebagai penyakit yang membuat panas seperti terbakar di dalam
tubuh.[12]
C.
Lelehan
Istilah
ini menunjukkan cairan tubuh yang keluar secara tidak normal, sebagai akibat
dari penyakit tertentu. Versi-versi tertentu menambahkan keterangan bahwa
cairan yang keluar itu akibat infeksi tertentu. Keterangan itu membedakan
dengan jelas antara cairan tubuh dan air mani yang keluar dari tubuh seorang
laki-laki.[13]
D.
Borok
Borok
adalah penyakit yang tidak dapat sembuh yang akan ditimpakan kepada orang yang
mengingkari perjanjian Allah (Ul. 28:27). Tulah ini menimpa orang Asdod dan
sekitarnya, waktu mereka menawan tabut Allah (1 Sam. 5:6). Borok (Ibrani ‘efolim) menyerang tua dan muda pada
alat kelaminnya. Gejala-gejala dan hal bahwa penyakit ini dihubungkan dengan
tikus (1 Sam. 6:4-5), menopang pandangan bahwa penyakit ini adalah pes. Kuman basilicus pestis tersebar melalui
kutu-kutu mayat tikus. Korban benjol-benjol tulah penyakit borok (Ibrani tekhorim) yang dipersembahkan kepda
suatu dwa yang sudah marah, adalah selaras dengan kebisasaan-kebiasaan yang
diketahui dari zaman kuno.[14]
E.
Kerak Kudis
Bermacam-macam
penyakit kulit tersebar luas di negeri Timur. Biasanya sulit untuk menentukan
jenis penyakit kulit yang disebut dalam Alkitab, juga membeda-bedakan satu
dengan yang lainnya. “Kerak kudis” misalnya berhubungan dengan empat kata
Ibrani (1) Garav, Ul. 28:27 yang
berarti kurap. Tercakup di antara kutukan-kutukan yang akan diderita oleh
pelanggar ketaatan dan mungin artinya bukanlah kurap yang sesungguhnya tetapi
suatu penyakit kronis yang membentuk kerak tebal di kepala dan sering menyebar
di seluruh tubuh. Penyakit ini dianggap tidak dapat disembuhkan. (2) yallefet yang berarti kudis. Salah satu
dari penyakit atau penderitaan yang menyebabkan orang tidak layak untuk jabatan
imam (Im. 20). (3) sappakhat dalam
Im. 13:2; 14:56 (4) Mispakhat dalam
Im. 13:6-8 yang berarti penuh kudis.[15]
F.
Kerdil
Dalam
bahasa Ibrani Daq yang berarti kurus
atau kecil. Mengacu pada salah satu cacat yang menghalangi seseorang memangku
jabatan imam (Im. 21:20). Arti sebenarnya kurang jelas dan yang dimaksud
mungkin saja seorang yang kurus.[16]
Namun dalam ilmu pengetahuan modern menyingkapkan bahwa kekerdilan disebabkan
oleh gangguan kelenjar endokrin. Jika kelenjar edokrin berlebihan, maka akan
menyebabkan orang menjadi raksasa.[17]
G.
Kebutaan dan kehilangan pendengaran
Kata
yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi tuli dalam Alkitab adalah kata Chãrash. Kata ini dapat diartikan
sebagai kondisi seseorang yang menekankan keheningan dengan disengaja yang
dalam artian tuli yang dalam arti luas adalah ketidakmampuan untuk
berkomunikasi karena ketidak mampuan fisik. (Im. 19:14). Biasanya juga disandingkan
secara bersama-sama dengan bisu.[18]
Dalam Alkitab, ada tiga jenis kebutaan yang disebutkan, yakni kebutaan oleh
lalat yang diperburuk dengan debu, kotoran dan cahaya yang menyilaukan. Ada
juga kebutaan karena usia lanjut dan juga kebutaan kronis. Dalam Perjanjian
Lama, sering sekali kebutaan dianggap sebagai hukuman karena berbuat jahat
(Kej. 19:11; 2 Raj. 6:18).[19]
H.
Apopleksia
Istilah
ini mengacu pada pecahnya pembuluh darah atau tersumbatnya pembuluh nadi di
otak yang menyebabkan stroke. Ketika
Abigail menceritakan kepada Nabal tentang penghinaannya terhadap Daud dan
akibat-akibatnya yang menakutkan, maka “terhentilah jantungnya (Nabal) dalam
dada dan ia membatu”; dan 10 hari kemudian ia mati (1 Sam. 25:37-38).
Gejala-gejala ini menunjukkan bahwa ia menderita serangan apopleksia. Nasib
yang sama mungkin telah menimpa Uza, yang menyentuh tabut perjanjian (2 Sam.
6:7).[20]
2.1.4.2.
Penyakit
Mental
A.
Murung atau Hati yang Tertekan/Depresi
Penyakit
ini dibicarakan juga dari segi awam, dan dalam dua peristiwa utama yang
keadaannya dapat diterangkan menurut pengertian psikiatri modern. Saul (Lih.1
Sam) mendapatkan banyak karunia, tetapi dalam beberapa hal ia tidak seimbang,
umpamanya ia sering dipengaruhi oleh pikiran orang lain; ia berulang-ulang
diserang oleh keadaan hati yang gusar dan murung dan pada akhirnya ia menderita
penyakit saraf yakni suka marah. Kemudian raja Nebukadnezar seorang yang yang
gampang naik darah dan gampang membangkitkan penyakit jiwa kegilaannya. Ada penyimpangan
pada nafsu makannya juga, dan penyakit ini disamakan dengan penyakit murung.[21]
2.2.
Penyembuhan dalam Perjanjian Lama
Untuk menyeimbangkan pembahasan dengan judul, sudah
dijelaskan tadi mengenai penyakit dalam Perjanjian Lama, baik secara
etimologis, sumbernya berasal, hingga pada macam-macam penyakit dalam
Perjanjian Lama yang dibagi dalam dua bagian, yakni penyakit fisik dan mental.
Sehingga pada bagian kali ini kita akan membahas mengenai konsep penyembuhan.
2.2.1.
Kajian Etimologi Penyembuhan
Kita harus memahami bahwa karya penyelamatan Allah
di dalam yesus Kristus itu adalah bersifat komprehensif, yang artinya
menyangkut totalitas kehidupan manusia. Ini berarti manusia secara utuh, yakni
jasmani dan rohaninya sebagaimana hakikat manusia seperti yang diberitakan oleh
Alkitab (Lih. Kej. 2:7). Keduanya tidak terpisahkan dan saling memengaruhi.
Dalam Perjanjian Baru, jelas bahwa ketika Yesus melakukan penyembuhan, Ia tidak
hanya berfokus pada hal-hal rohaniah saja, tetapi juga menaruh perhatian pada
pendertaan jasmaniah seperti penyakit. Sehingga sering sekali arti kata
pembebasan atau keselamatan dalam Alkitab juga menunjuk pada pembebasan dari
sakit penyakit atau ketakutan terhadap maut dan atau juga pembebasan spiritual.
Dalam bahasa Yunani biasa dipakai kata therapeuein
yang berarti penyembuhan dari penyakit maupun pembebasan dari dosa dan maut.
Kata lainnya adalah sozein yang
diartikan sebagai penyembuhan dari penyakit, pembebasan dari bahaya fisik,
aupun pembebasan dari cengkraman dosa, kuasa kejahatan dan maut.[22]
Dalam Perjanjian Lama, kata sembuh adalah rif’ut yang artinya memperbaiki. Kata
ini terdapat dalam Amsal 12:18 dan juga kata rapha yang artinya menyembuhkan atau mengobati yang terdapat dalam
2 Raja-raja 20:5.[23]
Kata rapha juga biasanya diartikan
atau dipakai untuk penyembuhan dan untuk tabib (Kej. 50:1-2).[24]
Istilah rapha juga berarti usaha
manusia untuk menyembuhkan yang berasal dari kata menjahit atau menambal,
menyatukan luka-luka yang biasanya dijepit, diolesi dengan minyak lalu diikat
(Yes. 1:6; Yer. 8:22).[25]
2.2.2.
Penyembuhan dalam Perjanjian Lama
Ilmu pengobatan dalam Alkitab memang cocok dengan
sifat zamannya dan diterangkan dengan istilah-istilah umum. Umpamanya luka
bengkak diobati dengan minyak balsam, dll (Yes. 1:6; yer. 8:22; 51:8), dan
“sebuah kue ara” dianjurkan Yesaya untuk mengobati barah Hizkia (Yes. 38:21).
Ada juga usaha yang dilakukan Lea dan Rahel yang memakai buah dudaim untuk
membangkitkan birahi dalam hal kemandulan (Kej. 30:14-16). Anggur juga dua kali
disebutkan sebagai obat dan pendorong (Ams. 31:6). Dalam konteks Perjanjian
Lama juga kita mengenal istilah tabib (Ibrani rafa) yang sama dengan dokter. Asa dihukum (2 Taw. 16:12) karena
berobat kepada tabib. Tetapi tabib yang dimaksud di sini agaknya kafir, ber-roh
sihir dan tidak bermakna. Kendati dalam upaya pengobatan digunakan alat-alat
dan bahan herbal, namun kesembuhan dalam Perjanjian Lama umumnya dikaitkan
dengan campur tangan Allah, upamanya kesembuhan Musa (Kel. 4:24-26).
Penyembuhan Miryam dari penyakit Kusta (Bil. 12:1-15) dan Naaman melalui Elisa
(2 Raj. 5:8-14), jelas adalah mujizat.[26]
Di zaman Yahudi, upaya-upaya penyembuhan kepada
orang sakit masih menggunakan alat-alat atau bahan-bahan tradisional yang juga
sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bahan utama yang digunakan adalah
minyak. Dalam konteks Yahudi kuno, pemeliharaan kesehatan dilakukan terutama di
dalam rumah karena tidak ada rumah sakit. Meskipun memang banyak penyembuhan
yang dikaitkan dengan kuil-kuil. Dalam konteks Perjanjian Lama, dalam
kepercayaan Israel, mereka percaya bahwa Allah adalah yang memberikan
kehidupan. Oleh karenanya mereka juga percaya bahwa Allah yang sama juga dapat
mengusir penyakit manusia. Kitab suci memahami bahwa Allah yang meyembuhkan
karena Ia adalah tabib yang sejati bagi manusia (Kel. 15:26). Dialah sumber
penyembuhan itu (Yes. 38:2). Dia adalah Allah yang memberikan hidup dan Dia
pulalah Allah yang menyembuhkan penyakit.[27]
III.
Analisa Penulis
Memang dalam konsep Perjanjian Lama, penyakit
disebabkan oleh dosa. Karena upah atau dampak dari dosa dan pelanggaran akan
hukum Allah wujudnya salah satunya adalah penyakit. Mungkin penyakit yang ada
di dalam Alkitab tidaklah persis dengan penyakit yang kita kenal saat ini. Dan
penyakit-penyakit pada masa kini tidak ada kita temukan dalam konteks Alkitab.
Sebut saja seperti kanker, tumor, HIV/AIDS, dan masih banyak lagi secara jelas
tidak ada di dalam Alkitab baik itu Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Tetapi bukan berarti ketiadaan penyakit itu menjadikan Alkitab sudah kuno. Kita
harus menyadari beberapa hal dari segala penyakit yang ada di dalam Perjanjian
Lama:
1.
Ketiadaan nama
penyakit-penyakit kanker, tumor, dan lain sebagainya sesuai dengan konteks
Alkitab pada masanya. Kemajuan ilmu medis, peralatan medis, dan ilmu
pengetahuan tidaklah sepesat sekarang ini. Jadi tidak adil jika kita
membandingkan ragam penyakit saat ini dengan penyakit pada masa lampau.
2.
Melalui
pembahasan penyakit dalam perspektif PL, kita hendak melihat sisi Teologisnya
dan bagaimana Allah berperan dalam kehidupan umat manusia. Melalui penyakit,
kita tidak bermaksud mengatakan Allah itu adalah penghukum dan penuh amarah.
Sekali-kali tidak. Tetapi melalui penyakit, Allah hendak menyatakan keadilan
dan kekudusan umat-Nya sebagai umat pilihan Allah yang telah dikhususkan untuk
Allah. Melalui penyakit juga kita ingin melihat bahwa Allah adalah Allah yang
peduli, setia dan melindungi umat-Nya (Bnd. Sepuluh tulah). Melalui penyakit
juga Allah hendak menyatakan kuasa dan keagungan-Nya bahwa hanya Dia-lah Allah
yang hidup, yang maha kuasa, dan yang berkuasa atas kehidupan dan kematian
manusia.
Dalam konteks dunia Perjanjian Lama, sering sekali
dikaitkan penyakit dengan keberdosaan manusia. Ketika seseorang tertimpa
musibah penyakit, maka dia sudah pasti melakukan dosa yang menyebabkan murka
Allah. Sebenarnya pandangan ini tidak hanya saat konteks Perjanjian Lama saja.
Pada masa kini juga masih lazim kita temukan pandangan yang demikian. Salah
kah? Jawabannya tidak salah. Tetapi di satu sisi kurang tepat juga karena tidak
semua penyakit adalah karena dosa. Bisa juga agar menjadi sarana Allah
menyatakan kuasa-Nya demi kemuliaan Allah. Contohnya saja, Ayub (dalam
Perjanjian Lama), dan orang buta (dalam Perjanjian Baru). Ketika Yesus ditanya
siapakah yang berdosa sehingga menyebabkan dia buta? Yesus menjawab tidak ada
yang berdosa, tetapi semata-mata itu hanya untuk kemuliaan Allah. Ayub juga
mengalami penyakit tidak karena keberdosaannya, melainkan untuk menyatakan
kuasa dan kemuliaan Allah. Sehingga melalui penyakit-penyakit ini, kita hendak
dikuatkan untuk senantiasa berpengharapan kepada Allah, sang sumber kehidupan.
Dokter, obat-obatan, ilmu dan peralatan medis, adalah sarana penyataan berkat
Allah bagi manusia dalam hal kesembuhan. Kita harus imani, bagaimanapun hanya
Allah-lah sumber kesembuhan.
IV.
Kesimpulan
Penyakit dalam Perjanjian Lama, bahasa Ibraninya
dapat diterjemahkan menjadi lemah, lelah, sakit, merasakan kesakitan, menyesal,
membuat sakit, membuat lemah. Seperti yang tersirat dalam istilah bahasa
Inggris, penyakit (disease)
menandakan ketidakseimbangan kondisi tubuh yang tidak menguntungkan, baik fisik
maupun mental, yang dapat terjadi dalam bentuk sederhana atau berbagai bentuk
lainnya. Dalam Perjanjian Lama, penyakit sering sekali dikaitkan sebagai
dampak, ganjaran dari dosa-dosa manusia dan sebagai wujud murka Allah atas
pelanggaran manusia. Tetapi bukan berarti bahwa setiap orang yang terkena
penyakit adalah ganjaran dosanya. Meski memang ada penyakit yang diakibatkan
oleh dosa manusia, seperti HIV/AIDS misalnya ada karena dosa seksual manusia
yang sesuka hati dan berganti-ganti melakukan seks, namun tidak semua orang
yang terkena HIV/AIDS karena dosa demikian. Bisa saja tertular karena transfusi
darah, atau karena hal lainnya yang tidak berhubungan dengan dosa seksual.
Dalam konsep Perjanjian Lama, Allah adalah sumber
kesembuhan. Hendaknyalah kita mengimani ini di dalam kehidupan kita agar itu
menjadi kekuatan dan penghiburan bagi kita di tengah penyakit yang kita alami.
Dokter, obat-obatan, peralatan medis yang canggih, adalah sarana yang dipakai
oleh Tuhan untuk menyatakan kuasa kesembuhan bagi umat-Nya. Tetaplah memiliki
iman bahwa Allah sumber kesembuhan di tengah ragam penyakit.
V.
Daftar Pustaka
Alexander,
T. Desmond, Baker, David W., Ed., Dictionary
of the Old Testament:
Pentateuch. Illinois: InterVarsity
Press, 2003.
Botterweck,
G. Johannes, Ed., Theological Dictionary
of the Old Testament Vol. III.
Michigan:
William B. Eerdmans Publishing Co., 1997.
Browning,
W.R.F., Kamus Alkitab: Panduan Dasar ke
Dalam Kitab-kitab, Tema,
Tempat,
Tokoh dan Istilah-istilah Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung
Mulia,
2009.
Contesse,
Rene Peter, Ellington, John, Pedoman
Penafsiran Alkitab: Kitab Imamat.
Jakarta:
Lembaga Alkitab Indoneisa dan Yayasan Kartidaya, 2020.
Douglas,
J.D., Ed., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
Jilid-II: M-Z. Jakarta: YKBK-OMF,
2010.
Douglas,
J.D., Ed., Ensiklopedi Alktiab Masa Kini
Jilid 1: A-L. Jakarta: YKBM/OMF,
1992.
Hinson,
David F., Sejarah Israel Pada Zaman
Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Ismail,
Andar, Ed., Mulai dari Musa dan Segala Nabi:
Buku Perayaan Dr. Arie de
Kuiper.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Lambert,
J.C., Healing dalam The International Standard Bible
Encyclopedia Vol. II
Clement-Heresh,
James Orr, Ed. Michigan: WM.B Eerdmans
Publishing,
1952.
Osborn,
Noel D., Hatton, Howard A., Pedoman
Penafsiran Alkitab: KITAB
KELUARAN.
Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia dan Yayasan
Kartidaya,
2020.
Packer,
J. I., dkk, Ensiklopedi Fakta Alkitab:
Bible Almanac 2. Malang: Gandum Mas,
2014.
Reiling,
J., Swellengrebel, J.L., Pedoman
Penafsiran Alkitab: Injil Lukas. Jakarta:
Lembaga
Alkitab Indonesia dan Yayasan Kartidaya, 2020.
Scheunemann,
Rainer, Tafsiran Surat Yakobus: Iman dan
Perbuatan. Yogyakarta:
Andi,
2013.
Sebatu,
R.D. Alfons, Karunia Penyembuhan. Jakarta:
Obor, 2012.
Stobe,
H.J., Theological Lexicon of the Old
Testament, Vol. III. Western: Mascuchusets
Hendrikson
Publisher, 1988.
Van
Gemeren, Willem A., Ed., New International
Dictionary of Old Testament Theology &
Exegesis
Vol. 2. Cumbria: Paternoster Press, 1997.
[1] Rainer Scheunemann, Tafsiran Surat Yakobus: Iman dan Perbuatan (Yogyakarta:
ANDI, 2013), 141.
[2] Willem A. Van Gemeren, Ed., New International Dictionary of Old
Testament Theology & Exegesis Vol. 2 (Cumbria: Paternoster Press,
1997), 134.
[3] Willem A. Van Gemeren, Ed., New International Dictionary of Old
Testament Theology & Exegesis Vol. 2, 140.
[4] T. Desmond Alexander&David
W. Baker, Ed., Dictionary of The Old
Testament: Pentateuch (Illinois: InterVarsity Press, 2003), 534.
[5] Willem A. Van Gemeren, Ed., New International Dictionary of Old
Testament Theology & Exegesis Vol. 2, 141.
[6] Rainer Scheunemann, Tafsiran Surat Yakobus: Iman dan Perbuatan,
140-141.
[7] David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2004), 68.
[8] Noel D. Osborn&Howard A.
Hatton, Pedoman Penafsiran Alkitab: KITAB
KELUARAN (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia dan Yayasan Kartidaya, 2020),
259.
[9] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab: Panduan Dasar ke Dalam
Kitab-kitab, Tema, Tempat, Tokoh dan Istilah-istilah Alkitabiah (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009), 232.
[10] J. Reiling&J.L.
Swellengrebel, Pedoman Penafsiran
Alkitab: Injil Lukas (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia dan Yayasan
Kartidaya, 2020), 131.
[11] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab: Panduan Dasar ke Dalam
Kitab-kitab, Tema, Tempat, Tokoh dan Istilah-istilah Alkitabiah, 232.
[12] Willem A. Van Gemeren, Ed., New International Dictionary of Old
Testament Theology & Exegesis Vol. 2, 272.
[13] Rene Peter Contesse&John
Ellington, Pedoman Penafsiran Alkitab:
Kitab Imamat (Jakarta: Lembaga Alkitab Indoneisa dan Yayasan Kartidaya,
2020), 31.
[14] J.D. Douglas, Ed., Ensiklopedi Alktiab Masa Kini Jilid 1: A-L (Jakarta:
YKBM/OMF, 1992), 197.
[15] J.D. Douglas, Ed., Ensiklopedi Alktiab Masa Kini Jilid 1: A-L, 550
[16] J.D. Douglas, Ed., Ensiklopedi Alktiab Masa Kini Jilid 1: A-L,
550.
[17] J. I. Packer, dkk, Ensiklopedi Fakta Alkitab: Bible Almanac 2 (Malang:
Gandum Mas, 2014), 950.
[18] G. Johannes Botterweck, Ed., Theological Dictionary of The Old Testament
Vol. III (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Co., 1997), 262.
[19] J. I. Packer, dkk, Ensiklopedi Fakta Alkitab: Bible Almanac 2,
948.
[20] J. I. Packer, dkk, Ensiklopedi Fakta Alkitab: Bible Almanac 2,
947.
[21] J.D. Douglas, Ed., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid-II: M-Z
(Jakarta: YKBK-OMF, 2010), 368.
[22] Andar Ismail, Ed., Mulai dari Musa dan Segala Nabi: Buku
Perayaan Dr. Arie de Kuiper (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 40.
[23] J.D. Douglas, Ed., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid-II: M-Z,
380.
[24] H.J. Stobe, Theological Lexicon of The Old Testament, Vol. III (Western: Mascuchusdts
Hendrikson Publisher, 1988), 1255.
[25] J.C. Lambert, Healing dalam The International Standard Bible Encyclopedia Vol. II Clement-Heresh,
James Orr, Ed. (Michigan: WM.B Eerdmans Publishing, 1952), 1349.
[26] J.D. Douglas, Ed., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid-II: M-Z,
370.
[27] R.D. Alfons Sebatu, Karunia Penyembuhan (Jakarta: Obor,
2012), 27.