DOKTRIN PERJAMUAN KUDUS
(1)
GKR,
Luther, Zwingly
(2)
Lutheranisme,
Calvinisme dan Anabaptisme
Oleh: David Lubis dan Ruth Tambunan
1.1.
Pengertian
Perjamuan Kudus
Perjamuan Kudus adalah perjamuan yang
tergolong kepada perjanjian yang diadakan Allah dengan umat-Nya di bukit
Golgota (Perjanjian yang baru), di mana anak domba Paska telah dikorbankan satu
kali untuk selama-lamanya (1 Kor. 5:7). [1] Sama halnya dengan baptisan
kudus, Perjamuan Kudus bukanlah hasil penemuan manusia, melainkan ditetapkan
oleh Tuhan Yesus sendiri. Perintah tentang Perjamuan Kudus itu terdapat dalam
Matius 26:26-29; Markus 14: 22-25; Lukas 22:14-20; 1 Korintus 11:23-25.
Ayat-ayat tersebut menunjuk kepada suatu hal penting dan menentukan, yaitu
perintah supaya merayakan Perjamuan Kudus. Dari segala perintah itu dapat
disimpulkan, bahwa Perjamuan Kudus bukanlah perjamuan biasa. Sebab Perjamuan
Kudus adalah perjamuan yang diperintahkan. Di sana terdapat perintah supaya
makan dan minum.[2]
1.2.
Fungsi dan
Manfaat Perjamuan Kudus
Kata-kata berikut ini, “Diberikan dan
ditumpahkan bagimu demi pengampunan dosa” menunjukkan kepada kita bahwa dalam
sakramen ini pengampunan dosa, hidup dan keselamatan diberikan kepada kita
melalui kata-kata tersebut. Sebab di mana ada pengampunan dosa, di situ pun ada
hidup dan keselamatan. Sungguh bukan semata-mata makanan dan minuman yang mampu
melakukannya, tetapi perkataan “Diberikan dan ditumpahkan bagimu demi
pengampunan dosa”. Perkataan tersebut, bersama-sama dengan makanan dan minuman
jasmani, merupakan hal utama dalam sakramen ini. Siapa pun percaya akan
kata-kata tersebut sungguh-sunggu mengalami apa yang akan mereka katakana
pengampunan dosa. Setiap orang yang tidak percaya akan kata-kata tersebut atau
meragukannya tidak layak dan tidak siap, karena perkataan “bagimu” membutuhkan
segenap hati untuk percaya.[3] Bila pada perayaan
Perjamuan Kudus, kita terima roti dan anggur maka dengan “firman yang
kelihatan” ini ditegaskan dan diberi jaminan kepada kita, bahwa kita boleh
ambil bagian dalam Keselamatan yang dikerjakan Kristus bagi kita manusia. Sebab
dengan menerima tanda-tanda roti dan anggur itu ditandakan, bahwa kita
dijadikan satu dengan Kristus di dalam kematian-Nya.[4]
1.3.
Perjamuan
Kudus menurut Gereja Katolik Roma
Dalam
ajaran Gereja Katholik Roma tentang Perjamuan Kudus iman atau percaya tidak
banyak memainkan peranan. Yang diutamakan di situ ialah obyektivitas dari
Perjamuan Kudus: pekerjaannya yang obyektif begitu kuat ditekankan, sehingga
iman atau percaya sebagai sikap dari subyek (orang yang merayakannya),
hampir-hampir tidak mendapat perhatian. Yang penting ialah: asal saja pekerjaan
dilakukan. Maksudnya: asal saja missa dilayani. Lebih daripada itu tidak perlu.
Itu yang dimaksudkan oleh ungkapan Latin "opus operatum". Dalam ajaran ini missa dianggap sebagai
"pekerjaan". Ia adalah suatu "korban" (sacrificium) yang dipersembah kan oleh imam.[5]
Ajaran Gereja Katolik Roma mengenai
Perjamuan Kudus berakar dalam gereja kuno. Secara garis besar dapat dikatakan
bahwa pada zaman itu corak “perjamuan” hilang dan perayaan ekaristi dipusatkan
pada doa ucapan syukur dan penerimaan roti dan anggur. Perjamuan Kudus menjadi
pusat dan puncak ibadah gereja. Dalam perayaan ini anggota-anggota gereja
menerima dalam bentuk yang nyata keselamatan yang diimani dan yang
dikhotbahkan. Kemudian timbul pemahaman bahwa Perjamuan Kudus adalah
persembahan atau korban baru dan sejati yang dipersembahkan oleh gereja, Israel
yang baru, untuk menggantikan ibadah korban Israel yang lama (dikutip Mal.
1:11; bnd. Mal. 3:3). Pada saat Perjamuan Kudus dirayakan, Kristus sendiri
hadir dalam roti dan anggur, sehingga orang yang makan roti dan anggur
betul-betul dipersatukan dengan Dia.[6]
Gereja
Katolik Roma mengajarkan doktrin transubstansiasi.
Transubstansiasi berarti bahwa pada waktu Perjamuan itu berlangsung mujizat
terjadi, dimana substansi dari unsur-unsur alamiah roti dan anggur berubah
menjadi substansi tubuh dan darah Kristus. Pada penglihatan manusia roti dan
anggur tidak memperlihatkan perubahan. Tetapi, Roma Katolik percaya bahwa
meskipun unsur-unsur itu tetap kelihatan sebagai roti dan anggur, memiliki rasa
roti dan anggur, berbau roti dan anggur, sebenarnya keduanya telah menjadi
daging dan darah Kristus.[7] Setiap orang yang menerima sebagian dari roti itu, menerima
Kristus seluruhnya, sehingga tak perlu lagi diterimanya juga cawan minuman.
Sebab itu di dalam Gereja Katolik Roma cawan minuman tidak diberikan kepada
orang-orang awam (bukan rohaniawan).[8]
1.4.
Perjamuan
Kudus menurut Luther
Dalam
penjelasan ajaran Luther pada buku “Apologi
Konfessi Ausburg”, pada pasal X tentang Perjamuan Kudus Luther secara tegas
menyatakan bahwa dalam Perjamuan Kudus tubuh dan darah Kristus sesungguhnya
hadir dan sesungguhnya dihidangkan dengan benda-benda yang dapat dilihat, roti
dan anggur, kepada siapapun yang menerima sakramen perjamuan Kudus. Bahwa roti
adalah “persekutuan dengan tubuh Kristus”. Bahwa di dalam perjamuan kudus itu
sesungguhnya tubuh dan darah Kristus sebenarnya hadir secara kebendaan dan
sebenarnya diberikan dengan benda yang kelihatan, yakni roti dan anggur. Luther
berbicara tentang kehadiran Kristus yang hidup, dengan kesadaran bahwa “Maut
tidak lagi berkuasa atas Dia”.[9]
Luther dan Gereja Lutheran mengambil suatu kesimpulan tentang ajaran perjamuan
kudus yang disebut consubstansiasi
yang artinya Kristus hadir di dalam, bersama-sama dan di bawah tanda-tanda roti
dan anggur.[10] Oleh karena kesatuan
sakramen, roti dan anggur itu benar-benar tubuh dan darah Kristus. Sehubungan
dengan konsekrasi, tidak ada pekerjaan manusia maupun ucapan pendeta
mempengaruhi kehadiran tubuh dan darah Kristus di dalam perjamuan kudus, tetapi
itu dianggap semata-mata hanya berasal dari Tuhan Yesus Kristus Yang Maha
Kuasa.[11]
Menurut
Luther Perjamuan Kudus bukan saja
memberikan kepada kita suatu "jaminan" dan suatu "tanda",
tetapi lebih daripada itu: Ia memberikan "karuniaNya" sendiri, yaitu
karunia yang di jamin dan ditandai oleh Perjamuan Kudus. Karena itu Luther
menyebut Perjamuan Kudus "rezeki-jiwa", yang diberikan kepada kita
untuk menjadi makanan kita setiap hari, supaya iman kita dapat pulih kembali
dan menjadi kuat. Hal itu kita butuhkan, karena banyak sekali cobaan yang kita
hadapi di dunia dan karena itu kita sering tergelincir. Iman kita harus
terus-menerus dibina, sehingga menjadi lebih kuat.[12]
Reformasi Luther tidak mulai dengan pembaruan gereja tetapi dengan pembaharuan
dalam pemahaman mengenai cara manusia memperoleh keselamatan. Manusia tidak
memperoleh keselamatan dengan membuat perbuatan-perbuatan baik atau dengan
rajin menerima sakramen Perjamuan Kudus dari tangan gereja, tetapi dengan
menyerahkan diri dalam iman (sola fide
= hanya dengan iman) kepada Allah yang menyelamatkan ma nusia hanya karena
kasih karunia saja (sola gratia),
hanya karena Kristus.[13]
1.5.
Perjamuan
Kudus menurut Zwingly
Perbedaan
pendapat antara Luther dan Zwingli ini menajam dalam ajaran mereka tentang
Perjamuan Kudus. Luther bertolak dari kehadiran Kristus yang sesungguhnya di
dalam roti dan anggur, tetapi bagaimana hal itu terjadi dan mengapa, ia tidak
jelaskan. Baginya hal itu adalah suatu rahasia (mysterium) Allah. Zwingli sebaliknya hanya dapat menerima kehadiran
Kristus di dalam Perjamuan Kudus dalam arti rohani. Dalam roh manusia Kristus
hadir oleh percaya.[14]
Zwingli memandang bahwa
Perjamuan Kudus itu sebagai “sumpah setia” yang dilakukan orang Kristen. Dalam
merayakan Perjamuan Kudus, orang beriman seolan-olah tampil ke muka untuk
mengaku dirinya selaku prajurit Kristus. Perkataan Yesus “Inilah tubuh-Ku”
menurut Zwingli, hanyalah berarti: dengan ini dikiaskan tubuh-Ku.[15] Zwingli memahami bahwa
kata-kata Yesus “Iniah tubuh-Ku” dan “Inilah darah-Ku” sebagai
ungkapan-ungkapan yang tidak harus dimengerti secara harfiah. “Tubuh” dan
“darah” adalah lambang untuk keselamatan yang diperoleh Kristus dengan tubuh
dan darah-Nya pada kayu salib. Zwingli tetap berpegang kepada pemahaman
simbolis mengenai Perjamuan Kudus. Ia tidak dapat menerima bahwa keselamatan,
yang terutama menyangkut jia, dikaitkan dengan hal-hal duniawi seperti roti dan
anggur. Juga untuk menerima apa yang diperoleh oleh Kristus pada kayu salib,
tidak perlu orang dipersatukan secara jasmani dengan Kristus. Sebab penebusan,
yang dilambangkan dalam Perjamuan Kudus, diterima dalam iman. Zwingli mulai
melihat sakramen, baik baptisan maupun Perjamuan Kudus, lebih sebagai tindakan
jemaat untuk mengaku imannya. Jemaat merayakan perjamuan untuk memperingati
kematian Kristus pada kayu salib demi keselamatan manusia, dan melalui
peringatan ini, iman orang percaya diperkuat. Oleh sebab itu, Zwingli tidak
menyangkal bahwa Kristus hadir waktu jemaat merayakan Perjamuan Kudus, akan
tetapi kehadiran ini bukan kehadiran jasmani, melainkan kehadiran dalam Roh
Kudus dan tidak terikat pada roti dan anggur.[16]
1.6.
Kontroversi
Perjamuan Kudus GKR, Luther dan Zwingly
Yang paling dalam dari penolakan
Luther terhadap ajaran Gereja Katholik Roma tentang Perjamuan Kudus terletak
dalam pemahamannya. Luther menolak ajaran tentang transsubstansiasi. Tetapi ia
tidak menolak kehadiran tubuh dan darah Kristus dalam roti dan anggur. Untuk
menjelaskan hubungan antara tubuh dan darah Kristus pada satu pihak dan roti dan
anggur pada lain pihak, ia memakai suatu kiasan. Ia katakan: Api dan besi
adalah dua substansi, tetapi kalau besi diletakkan di dalam api, maka kedua
substansi itu bercampur-baur begitu rupa, sehingga tiap-tiap bagian adalah besi
dan api. Ia tidak setuju dengan adanya kaitan antara kehadiran nyata dengan
transsubstansiasi. Ia menganggap bahwa tidak perlu roti dan anggur mengalami
transsubtansiasi dan Kristus pun tidak perlu termuat penuh dalam aksiden agar
tubuh dan darah yang nyata terhadirkan. Luther. Kehadiran Kristus ada bersama
dengan realitas roti dan anggur yang dipersembahkan dalam perjamuan Kudus.[17]
Ada juga perbedaan pendapat antara Luther dan Zwingli tentang Perjamuan Kudus.
Luther bertolak dari kehadiran Kristus yang sesungguhnya di dalam roti dan
anggur, tetapi bagai mana hal itu terjadi dan mengapa, ia tidak jelaskan.
Baginya hal itu adalah suatu rahasia (mysterium)
Allah. Zwingli sebaliknya hanya dapat menerima mkehadiran Kristus di dalam
Perjamuan Kudus dalam arti rohani. Dalam roh manusia Kristus hadir oleh kepercayan.[18]
1.7.
Perjamuan
Kudus dalam Lutheranisme
Perjamuan Kudus adalah pesan Tuhan
Yesus Kristus yang berkata: “Ambilah, makanlah, inilah tubuhKu” dan “Minumlah,
kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah Ku…” (Mat.26:26-27). Karena
firman yang menyertai roti dan anggur itu, kita menerima daging dan darah Yesus
Kristus yang sebenarnya. Dengan Perjamuan Kudus ini, manusia menerima keampunan
dosa dan selalu diingatkan akan pekerjaan Yesus Kristus yang mati dan bangkit
untuk menebus manusia dari dosa. Oleh sebab itu sakramen Perjamuan Kudus
diperuntukkan kepada orang yang menerima, mempercayai Firman dan janji yang
terkandung di dalamnya. Manusia tidak lagi tergoyahkan oleh Iblis, sekalipun
dituduh sebagai orang yang berdosa. Sebagaimana dikatakan: “Dan barangsiapa
yang mempercayai firman tersebut, memperoleh apa yang dinyatakan firman itu,
yaitu keampunan dosa”.[19] Firman itu adalah yang
menjadikan Sakramen ini dan dengan demikan mengistimewakan Sakramen sehingga
Sakramen itu bukan lagi roti dan anggur belaka melainkan adalah dan dan dinamai
tubuh dan darah Kristus. Jika meniadakan atau memandang unsur-unsur roti dan
anggur itu tanpa Firman itu, maka tidak akan melihat apa-apa kecuali roti dan
anggur biasa saja. tetapi bila Firman itu berada di dalam unsur-unsur itu,
sebagaimana seharusnya dan semestinya, maka sesuai dengan kata-kata itu ia
sesungguhnyalah tubuh dan darah Kristus. Karena hal itu haruslah seperti apa
yang diucapkan dan dinyatakan Kristus, karena Ia tidak dapat berdusta atau
menipu.[20] Orang-orang percaya
menerimanya sebagai jaminan dan janji bahwa dosa mereka sebenarnya diampuni,
bahwa Kristus diam dan bekerja dalam mereka.[21]
1.8.
Perjamuan
Kudus dalam Calvinisme
Calvin menyetujui anggapan Luther
(bertentangan dengan Zwingli) bahwa sakremen adalah pemberian Allah, dan bahwa
pertama-tama sekali Kristuslah yang bertindak dalam perayaan Perjamuan Kudus,
bukanlah manusia.[22] Mengenai Perjamuan Kudus
Calvin mengatakan bahwa Perjamuan Kudus adalah tanda, tetapi bukan tanda
kosong, sebab tanda ini diberikan Allah melalui Anak-Nya supaya orang percaya
melalui roti dan anggur betul-betul dipersatukan dengan tubuh dan darah
Kristus. Karena kelemahan manusia tanda ini mutlak perlu sebagai tambahan
kepada Firman yang diberitakan. Dalam Perjamuan Kudus, Kristus benar-benar
hadir untuk menjadi satu dengan orang-orang percaya dan memperkuat iman mereka.
Dialah yang membuat makanan jasmani menjadi makanan rohani, sehingga
orang-orang yang ikut serta dalam Perjamuan Kudus menerima apa yang diperoleh
Kristus pada kayu salib, yakni pengampunan dosa dan hidup yang kekal. Dengan
demikian tampak bahwa bagi Calvin Perjamuan Kudus lebih dari peringatan
kematian Kristus oleh jemaat. Dalam sakramen ini ditambahkan sesuatu kepada
iman orang percaya dan kepada apa yang diberikan dalam pelayanan Firman. Bagi
Calvin, tanda Perjamuan Kudus, roti dan anggur, tidak dapat disamakan dengan
rahasia yang ditandai melalui tanda ini. Berkaitan dengan itu tidak mungkin
juga bahwa kesatuan dengan Kristus diperoleh melalui mulut. Makan secara
jasmani menunjuk kepada makan secara rohani, yang ditafsirkan oleh Calvin
sebagai penguatan jiwa karena dipersatukan dengan Kristus. Akan tetapi kesatuan
ini real dalam arti bahwa manusia tidak hanya merasa hubungan iman yang erat
dengan Kristus, tetapi betul-betul menjadi satu dengan tubuh dan darah-Nya.[23]
Calvin menekankan kepada Gereja
Katholik Roma, bahwa kehadiran Kristus bukanlah kehadiran secara fisik atau
badaniah, tetapi kehadiran oleh Roh Kudus. Kristus tidak dapat dikurung di
dalam sakramen. Sama seperti Zwingli dan kawan-kawannya, demikian pula Calvin
menolak kehadiran Kristus secara fisik di dalam Perjamuan Kudus. Ajaran Calvin
tentang kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus adalah ajaran yang seluruhnya
bersifat Pneumatologis.[24]
Dalam perjamuan kudus Allah
mengaruniakan kepada manusia segala sesuatu dari pemberian-pemberian rohani,
dengan jalan membuat manusia mendapat bagian dalam segala kekayaan Tuhan, Yesus
Kristus. Anugerah yang sama telah Ia berikan kepada manusia dalam Firman Allah.
Sungguhpun demikian manusia harus mengakui, bahwa dalam Perjamuan Kudus manusia
memperoleh suatu jaminan yang lebih besar tentang hal itu. Pemberian-pemberian
Yesus Kristus bukanlah hak manusia. Pemberian-pemberian itu dikaruniakan kepada
manusia di dalam Perjamuan Kudus. Calvin mengatakan bahwa realitas dan
substansi sakramen ialah Yesus Kristus.[25]
1.9.
Perjamuan
Kudus dalam Anabaptisme
Menurut Anabaptisme Perjamuan Kudus
pada hakikatnya adalah pengenangan (memorial,
suatu upacara simbolik yang mebuktikan bahwa pesertanya mengenang
pengorbanan dan kematian Kristus. Pengenanan ini sekaligus juga mengingatkan
jemaat akan kehadiran Kristus pada masa kini, dan kedatangan-Nya kembali kelak,
seperti yang Ia janjikan. Keikutsertaan di dalam Perjamuan Kudus harus
didahului oleh pemeriksaan diri yang sungguh-sungguh. Mereka harus
sungguh-sungguh menyatakan pertobatan pribadi, melakukan introspeksi,
menyatakan pengakuan dosa dan berdamai dengan semua orang. Yang diperkenankan
mengikutinya hanyalah mereka yang sudah Kristen (dalam arti: sudah dibaptis
menurut pemahaman gereja ini).[26]
Kesimpulan
1.
Adapun cara kehadiran Kristus di dalam sakramen
berdasarkan penjelasan di atas secara ringkas sebagai berikut: GKR memahami
konsep transubstansiasi, Lutheran
memahami konsep consubstansiasi,
Calvinis memahami konsep substansiasi dan
Zwingly memahami perjamuan kudus itu sebagai lambang.
2.
Katolik
memahami itu ketika roti dan anggur dikonsekrasikan dalam firman dan penetapan.
Ketika konsekrasi dibacakan terjadilah perubahan secara nyata terhadap roti dan
anggur sehingga setelah konsekrasi maka yang di altar adalah tubuh dan darah
Yesus. Mengapa harus terjadi transubstansiasi?
Hanya dengan cara itulah maka sakramen memberikan manfaat. Sakramen Perjamuan
Kudus itu adalah untuk mencurahkan rahmat yang berguna memberikan kemampuan dan
daya kepada orang-orang yang berjuang memperoleh keselamatan. Transubstansiasi pada dasarnya ketika
konsekrasi dibacakan maka Ia akan digiring mengitari jemaat. Artinya, Kristus
ingin mengitari jemaat dan setiap jemaat yang diitari akan mengikuti-Nya.
Itulah sebabnya, anggur tidak diberikan kepada jemaat karena hosti itu telah
menjadi tubuh yang dimana terdapat darah Kristus juga.
3.
Lutheran
memahami Perjamuan Kudus secara consubstansiasi.
(con = Kristus itu turun mendiami
roti dan anggur). Perjamuan Kudus adalah saat dimana kita makan tubuh dan minum
darah. Dia tetap roti dan anggur. Hanya saja Dia berdiam di dalamnya sehingga
keduanya diberikan kepada jemaat. Yesus hadir supaya ada manfaat Perjamuan
Kudus itu. Kristus adalah Firman yang hidup yang menjadi tubuh dan daging.
Perjamuan Kudus itu memberikan pengampunan dosa (dosa warisan).
4.
Calvin
setuju Kristus hadir secara nyata. Dia tidak setuju kehadiran Kristus menurut
Luther dan GKR. Kehadiran Kristus itu bukan secara fisik tetapi Roh. Roti tetap
roti dan anggur tetap anggur. Ketika konsekrasi dibacakan, roh kita naik dan
Roh Kristus turun, lalu bertemu. Kristus harus hadir supaya memberi manfaat.
Manfaatnya yaitu tanda dan materai. Kita ikut pada peristiwa Golgata yaitu
tandanya Perjamuan Kudus.
5.
Menurut
Zwingli tidak terjadi disitu kehadiran Kristus. Kristus dan tubuh-Nya hadir
disitu untuk sebagai tanda. Yesus tidak disitu, tetapi tetap di Sorga. Roti dan
anggur hanya sebagai lambang. Manfaatnya dari perjamuan Kudus adalah
pengenangan, memorial, peringatan akan pengorbanan Kristus terhadap kita.
Pengorbanan Yesus kristus terjadi di kayu salib bukan di Perjamuan Kudus.
Daftar Pustaka
…, Landasan iman Kristen (Jakarta Timur: Lutheran Heritage Foundation
(LHF) INDONESIA, 2020), 24.
…,
Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI. Pematangsiantar:
Kantor Pusat GKPI, 1991.
Aritonang, Jan S. Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar
Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.
Ch. Abineno, J. L. Perjamuan Malam Menurut Ajaran Para
Reformator. BPK Gunung Mulia, 1990.
de Jonge, Christiaan dan Aritonang,
Jan S. Apa dan Bagaimana Gereja. Jakarta:
BPK Gunung Mulia 1995.
de Jonge, Christiaan, Apa itu
Calvinisme?. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
G. Tappert, Th. Apologia Konfessi Augsburg tahun 1531.
W. Lumbantobing, dkk. (Terj.) Pematang Siantar: Lembaga Komunikasi Sejahtera,
1983.
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2012.
Luther, Martin, Rumus Konkord Tahun 1577. Pematangsiantar:
Lembaga Komunikasi Sejahtera, ttp.
Sproul, R.C. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Malang: Literatur SAAT,
2000.
Van Niftrik, G.C. dan Boland, B.J. Dogmatika
Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.
[1]
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2017), 455.
[2]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2012), 452.
[3]
.., Landasan iman Kristen (Jakarta
Timur: LUTHERAN HERITAGE FOUNDATION (LHF) INDONESIA, 2020), 24.
[4]
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 455.
[5]
J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam
Menurut Ajaran Para Reformato (BPK Gunung Mulia, 1990), 29.
[6]
Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme? (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2012), 212.
[7]
R.C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar
Iman Kristen (Malang: Literatur SAAT, 2000), 307.
[8]
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 461.
[9]
Th. G. Tappert, Apologia Konfessi
Augsburg tahun 1531, W. Lumbantobing, dkk. (Terj.) (Pematang Siantar:
Lembaga Komunikasi Sejahtera, 1983), 110-111.
[10]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen,
461-462.
[11]
Martin Luther, Rumus Konkord Tahun 1577
(Pematangsiantar: Lembaga Komunikasi Sejahtera, ttp), 32-33.
[12]
J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam
Menurut Ajaran Para Reformator, 46-47.
[13]
Christiaan de Jonge dan Jan S. Aritonang, Apa
dan Bagaimana Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1995), 30.
[14]
J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam
Menurut Ajaran Para Reformator, 59.
[15]
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 462.
[16]
Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 218-220.
[17]
J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam
Menurut Ajaran Para Reformator, 32.
[18]
J. L. Ch. Abineno, Perjamuan Malam
Menurut Ajaran Para Reformator, 59-60.
[19] …, Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI (Pematangsiantar: Kantor Pusat
GKPI, 1991), 26.
[20]
Martin Luther, Rumus Konkord Tahun 1577,
152-153.
[21]
Martin Luther, Rumus Konkord Tahun 1577,
164.
[22]
G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 463.
[23]
Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 222-223.
[24]
J.L.Ch.Abineno, Perjamuan Malam Menurut
Ajaran Para Reformator, 120, 123.
[25]
J.L.Ch.Abineno, Perjamuan Malam Menurut
Ajaran Para Reformator, 82.
[26]
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran Di
Dalam Dan Di Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 141.
Semangatt 🔥
BalasHapus